Lombok Tengah, NTB (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kembali menonjolkan hasil kerajinan gerabah Lombok pada hari kedua Gerakan BISA (Bersih, Indah, Sehat, Aman) di Desa Wisata Bonjeruk, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sabtu.
Gerakan BISA di Desa Bonjeruk dibuka Perwakilan Deputi Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf Guntur Sakti
serta Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Lalu Moh Faozal. Acara tersebut diikuti 100 peserta Gerakan BISA dan seluruh jajaran dinas pariwisata NTB, camat, serta perangkat desa.
Guntur Sakti mengatakan, Gerakan BISA sebagai implementasi program Cleanliness, Health, and Safety (CHS) di setiap destinasi maupun lokasi lain terkait pariwisata dan ekonomi kreatif.
"CHS selain merupakan program padat karya bagi pelaku Parekraf untuk meningkatkan kualitas serta daya saing destinasi pariwisata sebagai upaya persiapan menyambut wisman pasca pandemi COVID-19 nanti, juga berusaha mengangkat kerajinan lokal, salah satunya kerajinan gerabah Lombok," ujarnya.
Kemenparekraf, kata Guntur, melalui Gerakan BISA memberdayakan pengrajin lokal berubah kerajinan gerabah dengan menggunakan kendi tradisional masyarakat Lombok atau Bong yang terbuat dari tanah liat yang telah dibakar sebagai wastafel atau tempat cuci tangan, yang diberikan sebagai salah satu bantuan alat kebersihan dari Kemenparekraf kepada Desa Bonjeruk.
"Selain sapu, tempat sampah, dan alat pemotong rumput," sebutnya.
Menurut Guntur, sejak pandemi COVID-19 sektor pariwisata paling berdampak, seperti banyak destinasi wisata yang harus tutup, pelaku usaha tidak bisa beraktivitas dan banyak juga pekerja di sektor ini harus kehilangan pekerjaannya.
"Kondisi ini kemudian direspon presiden melalui Kemenparekraf dengan recofusing anggaran dan juga perlindungan sosial untuk pekerja disektor pariwisata dengan membuat program padat karya dengan merancang program yang bernama BISA," ucap Guntur.
Guntur menjelaskan, kegiatan Gerakan BISA ini melibatkan para pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di sekitar kawasan destinasi yang bergerak di sektor pariwisata serta masyarakat di sekitar destinasi dengan semangat gotong royong dan mengedepankan kearifan lokal daerah setempat.
"Program ini hadir untuk memberikan upah atau stimulus dari kerja keras pelaku wisata maupun masyarakat sehingga menjadi terbantu. Ini juga menjadi momentum kebangkitan pariwisata di masa adaptasi kebiasaan baru," katanya.
Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Moh Faozal menyampaikan apresiasinya atas dukungan yang diberikan Kemenparekraf terhadap pariwisata NTB di tengah merebaknya pandemi COVID-19. Terlebih lagi, sejak COVID-19 merebak di Indonesia, sektor pariwisata paling merasakan dampaknya. Karena wisatawa sepi, destinasi tutup dan para pekerja banyak yang harus berhenti bekerja.
Untuk NTB sendiri, sebutnya dilaksanakan selama tiga hari mulai 24 sampai dengan 26 Juli 2020. Ada tiga destinasi yang menjadi sasaran Gerakan BISA, seperti Desa Wisata Tete Batu, Lombok Timur yang dilaksanakan pada hari pertama Jumat (24/7), kemudian yang kedua dilaksanakan di Desa Wisata Bonjeruk di Kabupaten Lombok Tengah pada Sabtu (25/7) dan hari ketiga akan dilaksanakan di Kota Tua Ampenan di Kota Mataram pada Minggu (26/7).
Kegiatan gerakan BISA di Desa Wisata Bonjeruk Kabupaten Lombok Tengah mulai membersihkan lingkungan dan menata serta memperindah fasilitas umum di empat lokasi. Ada pun empat titik di desa wisata Bonjeruk yang dibersihkan meliputi batas Desa Bonjeruk hingga Desa Ubung, Presak, Ombak, dan Pusat Desa.
"Desa Bonjeruk merupakan desa wisata kerja sama antara pemerintah daerah dengan Air Asia," katanya.
Gerakan BISA di Desa Bonjeruk dibuka Perwakilan Deputi Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf Guntur Sakti
serta Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Lalu Moh Faozal. Acara tersebut diikuti 100 peserta Gerakan BISA dan seluruh jajaran dinas pariwisata NTB, camat, serta perangkat desa.
Guntur Sakti mengatakan, Gerakan BISA sebagai implementasi program Cleanliness, Health, and Safety (CHS) di setiap destinasi maupun lokasi lain terkait pariwisata dan ekonomi kreatif.
"CHS selain merupakan program padat karya bagi pelaku Parekraf untuk meningkatkan kualitas serta daya saing destinasi pariwisata sebagai upaya persiapan menyambut wisman pasca pandemi COVID-19 nanti, juga berusaha mengangkat kerajinan lokal, salah satunya kerajinan gerabah Lombok," ujarnya.
Kemenparekraf, kata Guntur, melalui Gerakan BISA memberdayakan pengrajin lokal berubah kerajinan gerabah dengan menggunakan kendi tradisional masyarakat Lombok atau Bong yang terbuat dari tanah liat yang telah dibakar sebagai wastafel atau tempat cuci tangan, yang diberikan sebagai salah satu bantuan alat kebersihan dari Kemenparekraf kepada Desa Bonjeruk.
"Selain sapu, tempat sampah, dan alat pemotong rumput," sebutnya.
Menurut Guntur, sejak pandemi COVID-19 sektor pariwisata paling berdampak, seperti banyak destinasi wisata yang harus tutup, pelaku usaha tidak bisa beraktivitas dan banyak juga pekerja di sektor ini harus kehilangan pekerjaannya.
"Kondisi ini kemudian direspon presiden melalui Kemenparekraf dengan recofusing anggaran dan juga perlindungan sosial untuk pekerja disektor pariwisata dengan membuat program padat karya dengan merancang program yang bernama BISA," ucap Guntur.
Guntur menjelaskan, kegiatan Gerakan BISA ini melibatkan para pekerja di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di sekitar kawasan destinasi yang bergerak di sektor pariwisata serta masyarakat di sekitar destinasi dengan semangat gotong royong dan mengedepankan kearifan lokal daerah setempat.
"Program ini hadir untuk memberikan upah atau stimulus dari kerja keras pelaku wisata maupun masyarakat sehingga menjadi terbantu. Ini juga menjadi momentum kebangkitan pariwisata di masa adaptasi kebiasaan baru," katanya.
Kepala Dinas Pariwisata NTB, Lalu Moh Faozal menyampaikan apresiasinya atas dukungan yang diberikan Kemenparekraf terhadap pariwisata NTB di tengah merebaknya pandemi COVID-19. Terlebih lagi, sejak COVID-19 merebak di Indonesia, sektor pariwisata paling merasakan dampaknya. Karena wisatawa sepi, destinasi tutup dan para pekerja banyak yang harus berhenti bekerja.
Untuk NTB sendiri, sebutnya dilaksanakan selama tiga hari mulai 24 sampai dengan 26 Juli 2020. Ada tiga destinasi yang menjadi sasaran Gerakan BISA, seperti Desa Wisata Tete Batu, Lombok Timur yang dilaksanakan pada hari pertama Jumat (24/7), kemudian yang kedua dilaksanakan di Desa Wisata Bonjeruk di Kabupaten Lombok Tengah pada Sabtu (25/7) dan hari ketiga akan dilaksanakan di Kota Tua Ampenan di Kota Mataram pada Minggu (26/7).
Kegiatan gerakan BISA di Desa Wisata Bonjeruk Kabupaten Lombok Tengah mulai membersihkan lingkungan dan menata serta memperindah fasilitas umum di empat lokasi. Ada pun empat titik di desa wisata Bonjeruk yang dibersihkan meliputi batas Desa Bonjeruk hingga Desa Ubung, Presak, Ombak, dan Pusat Desa.
"Desa Bonjeruk merupakan desa wisata kerja sama antara pemerintah daerah dengan Air Asia," katanya.