Mataram (ANTARA) - Penanganan kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan 40 rumah tahan gempa (RTG) kategori rusak berat di Desa Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur, NTB, naik ke tahap penyidikan.
"Baru-baru ini kita naikkan status penanganan-nya ke tahap penyidikan," kata Kasat Reskrim Polres Lombok Timur AKP Daniel P. Simangunsong yang ditemui di Mataram, Kamis.
Peningkatan status penanganan perkara, jelasnya, dilihat dari adanya indikasi perbuatan pidana yang menimbulkan potensi kerugian negara.
"Potensi kerugian negara muncul dari pencairan anggaran yang tidak sesuai dengan pekerjaannya di lapangan," ujarnya.
Dari proses penyelidikannya yang dibantu tim ahli konstruksi, jelasnya, pekerjaan fisik teridentifikasi baru mencapai 32 persen pembangunan. Angka tersebut muncul dari perbandingan anggaran yang telah dipegang oleh pihak aplikator senilai Rp2 miliar.
Terkait dengan munculnya potensi kerugian negara ini, penyidik sudah memanggil aplikator-nya. Namun, yang bersangkutan tak kunjung hadir ke hadapan polisi.
"Meski tidak hadir, kasus ini tetap lanjut," ucap dia.
Untuk menguatkan nilai kerugian negara, pihaknya telah membangun koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
"Rencananya akan ada audit dari BPKP. Mereka akan turun lapangan," katanya.
Langkah ini, kata dia, sekaligus sebagai upaya penyidik menguatkan alat bukti dalam menentukan peran tersangka.
"Jadi kita tunggu saja hasil audit-nya dulu," ucap dia.
"Baru-baru ini kita naikkan status penanganan-nya ke tahap penyidikan," kata Kasat Reskrim Polres Lombok Timur AKP Daniel P. Simangunsong yang ditemui di Mataram, Kamis.
Peningkatan status penanganan perkara, jelasnya, dilihat dari adanya indikasi perbuatan pidana yang menimbulkan potensi kerugian negara.
"Potensi kerugian negara muncul dari pencairan anggaran yang tidak sesuai dengan pekerjaannya di lapangan," ujarnya.
Dari proses penyelidikannya yang dibantu tim ahli konstruksi, jelasnya, pekerjaan fisik teridentifikasi baru mencapai 32 persen pembangunan. Angka tersebut muncul dari perbandingan anggaran yang telah dipegang oleh pihak aplikator senilai Rp2 miliar.
Terkait dengan munculnya potensi kerugian negara ini, penyidik sudah memanggil aplikator-nya. Namun, yang bersangkutan tak kunjung hadir ke hadapan polisi.
"Meski tidak hadir, kasus ini tetap lanjut," ucap dia.
Untuk menguatkan nilai kerugian negara, pihaknya telah membangun koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
"Rencananya akan ada audit dari BPKP. Mereka akan turun lapangan," katanya.
Langkah ini, kata dia, sekaligus sebagai upaya penyidik menguatkan alat bukti dalam menentukan peran tersangka.
"Jadi kita tunggu saja hasil audit-nya dulu," ucap dia.