Mataram (ANTARA) - Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh memberikan izin penyelenggaran proses belajar mengajar (PBM) tatap muka, dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19 secara ketat agar bisa menjamin dan memastikan tidak terjadinya penularan di lingkungan sekolah.
"Kita tekankan, kalau PBM tatap muka dilaksanakan maka protokol COVID-19 harus dilakukan secara ketat. Kita inginkan PBM tatap muka diawali dengan simulasi dan hasil simulasi akan kita evaluasi apakah protokol COVID-19 sudah diterapkan atau tidak," katanya di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Rabu.
Hal itu disampaikan seusai memimpin rapat koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Satgas COVID-19 dan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), terkait kesiapan Kota Mataram memulai PBM tatap muka yang direncanakan bulan Februari 2021.
Karena itu, sambung wali kota, pihaknya meminta perhatian semua baik itu sekolah maupun orang tua agar dapat mendukung pembelajaran tatap muka, dengan menerapkan protokol COVID-19.
"Jika ada sekolah yang selama melaksanakan PBM tatap muka tidak sesuai standar protokol COVID-19, saya akan ditutup," katanya.
Pemberian izin belajar secara langsung itu disampaikan wali kota setelah mendapat pertimbangan dan masukan terhadap beberapa aspek, baik aspek kesehatan, perkembangan terbaru COVID-19, maupun psikologis anak ketika bejalar jarak jauh dari Forkompimda, Satgas COVID-19, serta OPD terkait terutama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan setempat.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram H Lalu Fatwir Uzali dalam kesempatan itu, menyampikan pertimbangan antara lain, dampak negatif dari belajar jarak jauh seperti, tidak terkontrolnya anak saat dirumah yang menyebabkan anak berkeliaran pada saat jam sekolah dengan melakukan hal lain seperti main di pasar, pantai dan tempat lainnya.
"Selain itu, ada risiko anak putus sekolah yang dikarenakan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah pandemi COVID-19," katanya.
Pertimbangan, menurut Fatir, adalah faktor akses dan kualitas pembelajaran jarak jauh menjadi pertimbangan tersendiri, yang mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosial ekonomi yang berbeda.
Oleh karena itu untuk menunjang keberlangsungan pembelajaran tatap muka, Disdik telah memastikan setiap sekolah menerapkan standar protokol COVID-19. Mulai dari pengantaran anak ke sekolah, proses belajar mengajar, dan penjemputan.
"Kita pastikan orang tua yang menjumput juga tidak berkerumun," katanya.
Adapun penunjang pendidikan lain seperti kebersihan kamar mandi, kesediaan alat pengukur suhu tubuh, "hand sanitizer" menjadi perhatian khusus selama kegiatan. Untuk waktu pelaksanaan sementara direncanakan anak SD akan masuk 2-3 hari dalam satu minggu, dan SMP selama 2 hari.
"Harapan kita keputusan yang diambil menjadi keputusan terbaik bagi Kota Mataram, dengan tetap berpedoman dari keputusan kementrian terkait, dan Pemerintah Kota Mataram. Insya Allah, pekan depan kita mulai simulasi dan jika lancar Februari bisa kita mulai PBM tatap muka secara utuh," katanya.
"Kita tekankan, kalau PBM tatap muka dilaksanakan maka protokol COVID-19 harus dilakukan secara ketat. Kita inginkan PBM tatap muka diawali dengan simulasi dan hasil simulasi akan kita evaluasi apakah protokol COVID-19 sudah diterapkan atau tidak," katanya di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Rabu.
Hal itu disampaikan seusai memimpin rapat koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Satgas COVID-19 dan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), terkait kesiapan Kota Mataram memulai PBM tatap muka yang direncanakan bulan Februari 2021.
Karena itu, sambung wali kota, pihaknya meminta perhatian semua baik itu sekolah maupun orang tua agar dapat mendukung pembelajaran tatap muka, dengan menerapkan protokol COVID-19.
"Jika ada sekolah yang selama melaksanakan PBM tatap muka tidak sesuai standar protokol COVID-19, saya akan ditutup," katanya.
Pemberian izin belajar secara langsung itu disampaikan wali kota setelah mendapat pertimbangan dan masukan terhadap beberapa aspek, baik aspek kesehatan, perkembangan terbaru COVID-19, maupun psikologis anak ketika bejalar jarak jauh dari Forkompimda, Satgas COVID-19, serta OPD terkait terutama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan setempat.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram H Lalu Fatwir Uzali dalam kesempatan itu, menyampikan pertimbangan antara lain, dampak negatif dari belajar jarak jauh seperti, tidak terkontrolnya anak saat dirumah yang menyebabkan anak berkeliaran pada saat jam sekolah dengan melakukan hal lain seperti main di pasar, pantai dan tempat lainnya.
"Selain itu, ada risiko anak putus sekolah yang dikarenakan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah pandemi COVID-19," katanya.
Pertimbangan, menurut Fatir, adalah faktor akses dan kualitas pembelajaran jarak jauh menjadi pertimbangan tersendiri, yang mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosial ekonomi yang berbeda.
Oleh karena itu untuk menunjang keberlangsungan pembelajaran tatap muka, Disdik telah memastikan setiap sekolah menerapkan standar protokol COVID-19. Mulai dari pengantaran anak ke sekolah, proses belajar mengajar, dan penjemputan.
"Kita pastikan orang tua yang menjumput juga tidak berkerumun," katanya.
Adapun penunjang pendidikan lain seperti kebersihan kamar mandi, kesediaan alat pengukur suhu tubuh, "hand sanitizer" menjadi perhatian khusus selama kegiatan. Untuk waktu pelaksanaan sementara direncanakan anak SD akan masuk 2-3 hari dalam satu minggu, dan SMP selama 2 hari.
"Harapan kita keputusan yang diambil menjadi keputusan terbaik bagi Kota Mataram, dengan tetap berpedoman dari keputusan kementrian terkait, dan Pemerintah Kota Mataram. Insya Allah, pekan depan kita mulai simulasi dan jika lancar Februari bisa kita mulai PBM tatap muka secara utuh," katanya.