Mataram (ANTARA) - Allah Yang Maha Kuasa menyembuhkan penyakit apa saja yang diderita oleh seseorang, sebagaimana firmanNya, ”Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (Quran Surat Asy-Syu'ara Ayat 80).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyembuhkan penyakit apa pun yang diderita oleh siapapun, dengan atau tanpa sebab kesembuhan. Meskipun begitu, manusia harus mencari tahu cara untuk memperoleh kesembuhan itu.
Imam Jamaluddin al-Qasimi dalam tafsirnya menguraikan bahwa ayat ini menggambarkan tata susila seorang hamba kepada Allah, Khaliknya, dan penyakit yang diderita seseorang itu muncul akibat dari perbuatannya sendiri karena tidak memperhatikan norma-norma kesehatan atau pola hidup sehat.
Allah mentakdirkan manusia untuk sembuh dari penyakit dan menyediakan obat serta segala bahan pembuatnya. Dia pula yang menciptakan makhluk bernama dokter, paramedis dan perawat serta Dzat Yang Maha Mengaruniakan berbagai ilmu, termasuk ilmu medis.
Dalam kaitan ini, keimanan yang benar terhadap Allah menjadikan manusia selalu menghambakan diri dan berdo’a hanya kepada-Nya, semata-mata agar Allah memberikan jalan kesembuhan terhadap segala penyakit yang dideritanya. Penyakit itu datang sebagai cobaan, dan hanya Allah yang bisa memberi kesembuhan.
Sakit itu sendiri merupakan suatu sistem alarm dalam tubuh manusia serta dimaksudkan untuk bertahan dari bahaya yang dirasakan dengan menstimulus manusia untuk berusaha sebisa mungkin menghindarinya.
Secara umum, tidak ada manusia normal yang menyukai sakit, tetapi sakit diperlukan untuk bertahan hidup. Sakit membuat dorongan kuat untuk menghindari tindakan dan perilaku yang dapat mengancam dan membahayakan tubuh.
Saya misalnya, baru-baru ini terkonfirmasi positif COVID-19 dan harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Jika dirunut beberapa saat ke belakang, saya melakukan safari dakwah ke beberapa wilayah di Sumatera selama dua pekan.
Setelah itu dilanjutkan dengan memberi tausiyah di beberapa acara. Tetapi karena kurang memperhatikan kondisi tubuh, akhirnya kesehatan saya mengalami drop dan dinyatakan positif COVID-19.
Dalam proses perawatan, Alhamdulillah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kemudahan, mulai dari RS Yarsi hingga di RS Fatmawati di Jakarta. Selama berada di kedua RS tersebut saya menyaksikan sendiri bagaimana paramedis sangat serius menangani pandemi ini.
Saya bersaksi, paramedis sudah maksimal dan sangat lelah dalam bekerja. Dengan ketulusan dan kesungguhan, mereka tetap memberi perhatian dan memotivasi serta melayani pasien dengan sepenuh hati. Tidak ada keluh kesah serta perkataan ataupun tindakan yang menyinggung perasaan.
Kesan yang beredar di sebagian masyarakat yang menggambarkan bahwa perawat itu judes, dokter egois, atau satpam yang lengah tidak ditemukan selama saya berada dalam perawatan. Oleh karena itu saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pemerintah Indonesia dan Kementerian Kesehatan.
Selanjutnya, izinkan saya berbagi tips yang bisa dipraktekkan bagi siapa saja yang saat ini dalam keadaan sakit, terutama akibat COVID-19, dan ini saya lakukan selama masa perawatan 12 hari (21 Januari-2 Februari 2021).
Pertama, berfikir positif. Sebuah penelitian yang diterbitkan “Psychology Today” mengungkapkan bahwa pasien yang berpikir positif terbukti lebih cepat sembuh dari penyakit yang dideritanya dibanding pasien yang menyerah dengan kondisi tersebut.
Syarafnya menstimulus hormon-hormon yang dapat membantu penyembuhan. Dalam hubungan ini, dukungan berupa kata-kata motivasi menjadi cara yang ampuh untuk menciptakan lebih banyak kegembiraan.
Suara motivasi dari keluarga, saudara, kerabat, atau orang-orang yang dicintai bisa membangkitkan hormon positif. Ketika diperdengarkan suara kerabatnya, pasien merasa menjadi lebih baik.
Kedua, melakukan hal-hal prestatif. Dalam buku “Sehat dengan Al-Quran, Terapi dan Stimulasi Quran” yang ditulis oleh Iskandar Mirza, dikatakan bahwa terapi membaca dan mendengarkan Al-Quran efektif terhadap proses penyembuhan, tidak terkecuali pasien COVID-19.
Bahkan, menurut Mirza, tim medis yang beragama non-Muslim juga dapat menggunakan metode ini. Di samping membaca Al-Quran serta membaca buku, koran, dan majalah, mendengarkan tausiyah melalui youtube dan TV juga sangat membantu penyembuhan agar pasien tidak hanya memikirkan penyakit yang sedang dihadapinya.
Ketiga, menjaga ibadah. Selama sakit jangan sampai meninggalkan ibadah, terutama shalat lima waktu. Laksanakanlah shalat sesuai kemampuan. Selain itu, shalat sunnah, terutama tahajud dapat memberikan ketenangan hati dan ketenteraman jiwa.
Penelitian yang dilakukan oleh Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Mohammad Sholeh membuktikan, shalat tahajud sangat erat kaitannya dengan pembentukan hormon kortisol.
Hormon kortisol adalah hormon yang sangat penting dalam meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah. (Alfian, 2017). Kortisol juga merangsang peningkatan sistem imun (pertahanan) tubuh.
Rasulullah Shallallahu a’laihi wa Salam berpesan, “Hendaklah kalian melakukan shalat malam, karena hal itu merupakan kebiasaan para orang shalih sebelum kalian, dan karena qiyamullail itu adalah bentuk pendekatan kepada Allah serta pencegah dari perbuatan dosa, pelebur kesalahan, dan sebagai penolak sakit.” (HR Tirmidzi).
Keempat, menjaga kebersihan. Selama dalam perawatan, kita harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta mengkonsumsi makanan yang halal dan thayib (baik) serta tidak berlebihan, selain istirahat yang cukup dan teratur serta mengikuti saran dan kooperatif dengan petunjuk para ahli kesehatan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengangkat pandemi COVID-19 agar kehidupan bisa kembali berjalan normal dan kita bisa melanjutkan pengabdian kepada Allah serta menyebarkan rahmat ke seluruh alam semesta.
*Ditulis oleh Imaamul Muslimin, KH. Yakhsyallah Mansur yang telah sembuh dari
COVID-19 setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit selama 12 hari, dari tanggal
21 Januari hingga 2 Februari 2021.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyembuhkan penyakit apa pun yang diderita oleh siapapun, dengan atau tanpa sebab kesembuhan. Meskipun begitu, manusia harus mencari tahu cara untuk memperoleh kesembuhan itu.
Imam Jamaluddin al-Qasimi dalam tafsirnya menguraikan bahwa ayat ini menggambarkan tata susila seorang hamba kepada Allah, Khaliknya, dan penyakit yang diderita seseorang itu muncul akibat dari perbuatannya sendiri karena tidak memperhatikan norma-norma kesehatan atau pola hidup sehat.
Allah mentakdirkan manusia untuk sembuh dari penyakit dan menyediakan obat serta segala bahan pembuatnya. Dia pula yang menciptakan makhluk bernama dokter, paramedis dan perawat serta Dzat Yang Maha Mengaruniakan berbagai ilmu, termasuk ilmu medis.
Dalam kaitan ini, keimanan yang benar terhadap Allah menjadikan manusia selalu menghambakan diri dan berdo’a hanya kepada-Nya, semata-mata agar Allah memberikan jalan kesembuhan terhadap segala penyakit yang dideritanya. Penyakit itu datang sebagai cobaan, dan hanya Allah yang bisa memberi kesembuhan.
Sakit itu sendiri merupakan suatu sistem alarm dalam tubuh manusia serta dimaksudkan untuk bertahan dari bahaya yang dirasakan dengan menstimulus manusia untuk berusaha sebisa mungkin menghindarinya.
Secara umum, tidak ada manusia normal yang menyukai sakit, tetapi sakit diperlukan untuk bertahan hidup. Sakit membuat dorongan kuat untuk menghindari tindakan dan perilaku yang dapat mengancam dan membahayakan tubuh.
Saya misalnya, baru-baru ini terkonfirmasi positif COVID-19 dan harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Jika dirunut beberapa saat ke belakang, saya melakukan safari dakwah ke beberapa wilayah di Sumatera selama dua pekan.
Setelah itu dilanjutkan dengan memberi tausiyah di beberapa acara. Tetapi karena kurang memperhatikan kondisi tubuh, akhirnya kesehatan saya mengalami drop dan dinyatakan positif COVID-19.
Dalam proses perawatan, Alhamdulillah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kemudahan, mulai dari RS Yarsi hingga di RS Fatmawati di Jakarta. Selama berada di kedua RS tersebut saya menyaksikan sendiri bagaimana paramedis sangat serius menangani pandemi ini.
Saya bersaksi, paramedis sudah maksimal dan sangat lelah dalam bekerja. Dengan ketulusan dan kesungguhan, mereka tetap memberi perhatian dan memotivasi serta melayani pasien dengan sepenuh hati. Tidak ada keluh kesah serta perkataan ataupun tindakan yang menyinggung perasaan.
Kesan yang beredar di sebagian masyarakat yang menggambarkan bahwa perawat itu judes, dokter egois, atau satpam yang lengah tidak ditemukan selama saya berada dalam perawatan. Oleh karena itu saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pemerintah Indonesia dan Kementerian Kesehatan.
Selanjutnya, izinkan saya berbagi tips yang bisa dipraktekkan bagi siapa saja yang saat ini dalam keadaan sakit, terutama akibat COVID-19, dan ini saya lakukan selama masa perawatan 12 hari (21 Januari-2 Februari 2021).
Pertama, berfikir positif. Sebuah penelitian yang diterbitkan “Psychology Today” mengungkapkan bahwa pasien yang berpikir positif terbukti lebih cepat sembuh dari penyakit yang dideritanya dibanding pasien yang menyerah dengan kondisi tersebut.
Syarafnya menstimulus hormon-hormon yang dapat membantu penyembuhan. Dalam hubungan ini, dukungan berupa kata-kata motivasi menjadi cara yang ampuh untuk menciptakan lebih banyak kegembiraan.
Suara motivasi dari keluarga, saudara, kerabat, atau orang-orang yang dicintai bisa membangkitkan hormon positif. Ketika diperdengarkan suara kerabatnya, pasien merasa menjadi lebih baik.
Kedua, melakukan hal-hal prestatif. Dalam buku “Sehat dengan Al-Quran, Terapi dan Stimulasi Quran” yang ditulis oleh Iskandar Mirza, dikatakan bahwa terapi membaca dan mendengarkan Al-Quran efektif terhadap proses penyembuhan, tidak terkecuali pasien COVID-19.
Bahkan, menurut Mirza, tim medis yang beragama non-Muslim juga dapat menggunakan metode ini. Di samping membaca Al-Quran serta membaca buku, koran, dan majalah, mendengarkan tausiyah melalui youtube dan TV juga sangat membantu penyembuhan agar pasien tidak hanya memikirkan penyakit yang sedang dihadapinya.
Ketiga, menjaga ibadah. Selama sakit jangan sampai meninggalkan ibadah, terutama shalat lima waktu. Laksanakanlah shalat sesuai kemampuan. Selain itu, shalat sunnah, terutama tahajud dapat memberikan ketenangan hati dan ketenteraman jiwa.
Penelitian yang dilakukan oleh Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Mohammad Sholeh membuktikan, shalat tahajud sangat erat kaitannya dengan pembentukan hormon kortisol.
Hormon kortisol adalah hormon yang sangat penting dalam meningkatkan tekanan darah dan kadar gula darah. (Alfian, 2017). Kortisol juga merangsang peningkatan sistem imun (pertahanan) tubuh.
Rasulullah Shallallahu a’laihi wa Salam berpesan, “Hendaklah kalian melakukan shalat malam, karena hal itu merupakan kebiasaan para orang shalih sebelum kalian, dan karena qiyamullail itu adalah bentuk pendekatan kepada Allah serta pencegah dari perbuatan dosa, pelebur kesalahan, dan sebagai penolak sakit.” (HR Tirmidzi).
Keempat, menjaga kebersihan. Selama dalam perawatan, kita harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta mengkonsumsi makanan yang halal dan thayib (baik) serta tidak berlebihan, selain istirahat yang cukup dan teratur serta mengikuti saran dan kooperatif dengan petunjuk para ahli kesehatan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengangkat pandemi COVID-19 agar kehidupan bisa kembali berjalan normal dan kita bisa melanjutkan pengabdian kepada Allah serta menyebarkan rahmat ke seluruh alam semesta.
*Ditulis oleh Imaamul Muslimin, KH. Yakhsyallah Mansur yang telah sembuh dari
COVID-19 setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit selama 12 hari, dari tanggal
21 Januari hingga 2 Februari 2021.