Mataram (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memasukkan sebanyak 2.500 pekerja hotel dan restoran di seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat ke dalam daftar orang yang akan menjalani vaksinasi COVID-19 guna mencegah penularan virus corona.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB Ni Ketut Wolini, di Mataram, Rabu, mengatakan, pihaknya sudah mengirim data jumlah karyawan hotel serta restoran yang ada di provinsi itu ke Kemenkes melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PHRI di Jakarta.
"Data yang kami kirim sebanyak 5.000 orang, namun Kemenkes hanya menyetujui sebanyak 2.500 orang," katanya.
Ia mengatakan untuk sisa 2.500 orang yang tidak masuk dalam daftar yang akan dilakukan vaksinasi oleh Kemenkes, PHRI NTB akan mengupayakan agar mereka masuk dalam prioritas vaksinasi COVID-19 yang akan dilakukan oleh pemerintah provinsi.
"Kami mendapatkan informasi bahwa Pemerintah Provinsi NTB akan memberikan vaksin kepada tenaga kerja hotel dan restoran," ujar Wolini yang juga menjabat Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) NTB.
Wolini berharap agar pemberian vaksin bagi pekerja hotel dan restoran segera terlaksana, sehingga bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke NTB, khususnya Pulau Lombok.
"Jika semua pekerja hotel dan restoran sudah divaksin, tentu akan menjadi satu posisi tawar untuk menarik wisatawan datang ke Lombok. Para tamu merasa aman karena pekerja hotel sudah steril," ucapnya.
Selain vaksinasi, kata dia, pihaknya juga terus mendorong seluruh pengelola hotel dan restoran untuk segera memperoleh sertifikat kebersihan, kesehatan, keamanan, dan ramah lingkungan (cleanliness, health, safety, environment/CHSE), sehingga tamu yang berkunjung benar-benar merasakan aman dan nyaman.
Wolini menyebutkan belum semua hotel dan restoran di NTB, memiliki sertifikat CHSE. Hal itu disebabkan sertifikat dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Untuk itu, pihaknya sangat berharap agar sertifikat CHSE juga bisa dikeluarkan di daerah, sehingga para pelaku usaha tidak harus mengurus sampai ke Jakarta.
"Harapan kami, pada 2021 ini pemerintah daerah memberikan perhatian khususnya terkait dengan CHSE, karena Kemenparekraf sendiri mengurusi se-Indonesia, jadi agak lama prosesnya," kata Wolini.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB Ni Ketut Wolini, di Mataram, Rabu, mengatakan, pihaknya sudah mengirim data jumlah karyawan hotel serta restoran yang ada di provinsi itu ke Kemenkes melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PHRI di Jakarta.
"Data yang kami kirim sebanyak 5.000 orang, namun Kemenkes hanya menyetujui sebanyak 2.500 orang," katanya.
Ia mengatakan untuk sisa 2.500 orang yang tidak masuk dalam daftar yang akan dilakukan vaksinasi oleh Kemenkes, PHRI NTB akan mengupayakan agar mereka masuk dalam prioritas vaksinasi COVID-19 yang akan dilakukan oleh pemerintah provinsi.
"Kami mendapatkan informasi bahwa Pemerintah Provinsi NTB akan memberikan vaksin kepada tenaga kerja hotel dan restoran," ujar Wolini yang juga menjabat Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) NTB.
Wolini berharap agar pemberian vaksin bagi pekerja hotel dan restoran segera terlaksana, sehingga bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke NTB, khususnya Pulau Lombok.
"Jika semua pekerja hotel dan restoran sudah divaksin, tentu akan menjadi satu posisi tawar untuk menarik wisatawan datang ke Lombok. Para tamu merasa aman karena pekerja hotel sudah steril," ucapnya.
Selain vaksinasi, kata dia, pihaknya juga terus mendorong seluruh pengelola hotel dan restoran untuk segera memperoleh sertifikat kebersihan, kesehatan, keamanan, dan ramah lingkungan (cleanliness, health, safety, environment/CHSE), sehingga tamu yang berkunjung benar-benar merasakan aman dan nyaman.
Wolini menyebutkan belum semua hotel dan restoran di NTB, memiliki sertifikat CHSE. Hal itu disebabkan sertifikat dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Untuk itu, pihaknya sangat berharap agar sertifikat CHSE juga bisa dikeluarkan di daerah, sehingga para pelaku usaha tidak harus mengurus sampai ke Jakarta.
"Harapan kami, pada 2021 ini pemerintah daerah memberikan perhatian khususnya terkait dengan CHSE, karena Kemenparekraf sendiri mengurusi se-Indonesia, jadi agak lama prosesnya," kata Wolini.