Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memeriksa secara maraton para pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk proyek pengadaan benih jagung periode tahun anggaran 2017 yang tugasnya berada di lingkup kabupaten/kota.

Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Kamis menjelaskan, pemeriksaan saksi dari kalangan PPK lingkup kabupaten/kota ini secara intensif dilakukan untuk mendalami modus korupsinya yang telah mengungkap empat tersangka.

"Jadi kenapa fokus pemeriksaannya ke PPK kabupaten/kota, ya karena masing-masing daerah ini kan ada mengajukan nama dan jumlah kelompok tani penerima bantuan," kata Dedi.

Dari pemeriksaan PPK, lanjut Dedi, penyidik akan mendapat kejelasan terkait data penyaluran benih jagung di kalangan kelompok tani.

"Nanti dari situ akan kelihatan, data kelompok tani akan dicocokkan dengan berapa jumlah benih yang disalurkan, terus yang rusak atau dikembalikan itu berapa," ujarnya.

Dalam penyidikan kasus ini, Kejati NTB telah menetapkan empat tersangka. Pertama, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) NTB Husnul Fauzi.

Sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), Husnul Fauzi ditetapkan bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek dari Distanbun NTB berinisial IWW.

Pihak pelaksana proyek dari perusahaan swasta juga turut menjadi tersangka. Mereka yang ditetapkan, berinisial LIH, direktur PT. WBS dan AP, direktur PT. SAM.

Dari hasil penyidikan yang dilakukan sejak Oktober 2020 lalu, penyidik memastikan bahwa perbuatan para pelaku telah menyebabkan munculnya kerugian negara yang cukup besar.

Meskipun statusnya masih menunggu hasil audit resmi dari ahli penghitungan kerugian negara. Namun dari hasil hitungan mandiri penyidik, telah ditemukan nilai kerugian yang nilainya mencapai Rp15,45 miliar.

Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.

Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. WBS muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. SAM Rp8,45 miliar.

Dalam sangkaannya, ke empat tersangka terancam Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Ditjen Tanaman Pangan Kementan RI.

Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare.

Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.

Penyaluran dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar, PT. SAM menyalurkan benih jagung ke petani sebanyak 480 ton. Untuk tahap kedua dengan nilai pengadaan Rp31 miliar, PT. WBS menyalurkan 849 ton benih jagung.

Namun dalam prosesnya, muncul temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB terkait 190 ton benih jagung yang dikabarkan tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan. Ada yang rusak sehingga dikembalikan oleh kelompok tani.

Munculnya temuan itu sebelumnya menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.

Dalam penyidikannya, Kejati NTB membentuk sedikitnya dua tim penyidik pidsus yang beranggotakan belasan jaksa berkompeten di bidangnya.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024