Mataram (ANTARA) - Bukan tanpa alasan kuat jika ummat Islam di (Al-Quds) Yerusalem dan sekitarnya begitu sangat menghormati dan mencintai Masjidil Aqsa. Mereka berbondong-bondong untuk terus memakmurkan dengan beribadah, khususnya shalat berjamaah di dalamnya.

Terlebih pada bulan suci Ramadhan, kaum Muslimin bukan hanya datang dari Kota Tua Al-Quds, tetapi juga dari berbagai penjuru kota dan desa di bumi Palestina, bahkan juga dari negara-negara di luar Palestina.

Mereka berbondong-bondong dengan biaya dan kendaraan sendiri datang untuk melaksanakan shalat berjamaah, khususnya shalat tarawih, bertadarus Al-Quran, berdoa, berdzikir dan beri’tikaf di masjid kiblat pertama umat Islam itu.

Kemuliaan Masjidil Aqsa sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran Surat Al-Isra ayat pertama, dan keutamaan berziarah serta shalat di dalamnya seperti disabdakan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam menjadi daya panggil keimanan bagi jamaah kaum Muslimin untuk mendatangi, memakmurkan, sekaligus menjaga masjid tersebut.

Masjidil Aqsa sejatinya telah menjadi bagian keimanan serta keyakinan ummat Islam yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun, dalam kondisi apapun, dan sampai kapanpun.

Salah satu dorongan kuat adalah hadits dari Maimunah tentang anjuran berziarah dan shalat di Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa). “Datangilah dan shalatlah di sana (Baitul Maqdis). Bila engkau tidak bisa datang ke sana untuk menjalankan shalat di dalamnya, maka kirimkan minyak untuk menerangi lampu-lampunya”. (HR Abu Dawud).

Serangan Israel 

Apa yang terjadi sekarang, pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan, saat kaum Muslimin ingin lebih khusyu’ dan lebih maksimal beribadah di Masjidil Aqsa yang diberkahi lagi disucikan, pasukan Zionis melakukan berbagai tindakan intimidasi, pelarangan azan, pelarangan berbuka puasa (iftar), perampasan makanan berbuka puasa, dan tindakan provokatif lainnya.

Pasukan Zionis Israel dengan sewenang-wenang mencegah, menggeledah, melarang, bahkan menyerang jamaah kaum Muslimin di kawasan Masjidil Aqsa. Sungguh merupakan tidakan brutal terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia di Kota Suci Al-Quds (Yerusalem).

Puncaknya adalah pada malam 28 Ramadhan, dimana tentara Israel menyerang jamaah yang sedang shalat tarawih di dalam Kompleks Al-Aqsa dengan granat kejut, peluru karet, dan gas air mata. Lebih dari 200 jamaah tarawih terluka akibat tindak kekerasan dan aksi brutal pasukan Zionis tersebut.

Sontak saja dunia Islam meradang, dan dunia internasional pun mengecam serta mengutuk aksi biadab tersebut. Terlebih yang menjadi korban adalah warga sipil yang tak berdosa, termasuk anak-anak.

Sementara itu pesawat-pesawat tempur Israel pada malam akhir Ramadhan membombardir Jalur Gaza. Serangan tak berperikemanusiaan itu mengakibatkan 32 warga syahid dan lebih dari 200 orang lainnya, termasuk sembilan anak-anak terluka.

Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza yang merupakan hasil donasi dari rakyat Indonesia yang telah beroperasi dan menerima ratusan pasien pun tidak luput dari serangan brutal Israel. Kabar yang kami terima, Selasa (11/5/2021) atap RSI dan beberapa bagian bangunannya mengalami kerusakan akibat serangan Israel ke wilayah itu.

Pelanggaran berulang

Aksi serangan pasukan Israel menunjukkan bagaimana penjajah Israel semakin arogan melakukan pelanggaran demi pelanggaran dengan bebasnya tanpa sanksi hukum internasional.

Pelanggaran sebelumnya yang dilakukan tentara pendudukan Israel di antaranya menyita kunci Gerbang Maghariba yang merupakan salah satu dari sepuluh pintu terbuka di Masjidil Aqsa dan pembakaran Masjidil Aqsha pada 21 Agustus 1969.

Selain itu serbuan demi serbuan dilakukan hampir tiap pekan oleh pemukim ektremis Yahudi, selain upaya Yahudisasi di sekitar Masjidil Aqsa serta pemaksaan skema pembagian ruang dan waktu di Masjidil Aqsa dan Masjid Ibrahimi.

Pelanggaran lainnya yang mencolok adalah ke luarnya serangkaian undang-undang dan peraturan yang mempengaruhi aspek kota suci Al-Quds untuk mengubah fitur Islam dan Palestina yang telah menjadi bukti dari sejarah sebenarnya kota tersebut.

Tentara Israel juga membatasi kaum Muslimin Palestina untuk memasuki Kota Tua guna melakukan ibadah keagamaan di Masjidil Aqsha, terutama mencegah kedatangan jamaah laki-laki di bawah usia 50 tahun.

Bentuk pelanggaran yang tidak kalah zalimnya adalah mendirikan lebih banyak pos pemeriksaan di sekitar Kota Yerusalem dan membangun Tembok Apartheid sejak tahun 2003. Sementara pasukan Zionis mempermudah masuknya para pemukim Yahudi ekstremis untuk melakukan ritual Talmud di kawasan Al-Aqsha yang mereka sebut dengan "Temple Mount."

Belum lagi pemberlakuan perintah deportasi dari Masjidil Aqsha untuk berbagai periode terhadap beberapa ulama dan tokoh nasional, seperti Kepala Otoritas Islam Tertinggi Syaikh Ikrima Sabri dan Kepala Gerakan Islam di utara, Syaikh Raed Salah.

Pasukan Zionis juga mendeportasi banyak warga yang umumnya adalah para mahasiswa serta kaum perempuan muda, dengan alasan bahwa mereka melakukan perlawanan terhadap pendudukan.

Otoritas pendudukan mengeluarkan putusan untuk memenjarakan banyak kaum Muslimin dan menjatuhkan denda berat pada mereka tanpa persidangan. Belum lagi nasib mengenaskan tanpa akses kesehatan di penjara-penjara Israel yang sempit dan pengap, sehingga membuka leluasa virus COVID-19 masuk ke dalam kerumunan tahanan yang berhimpitan.

Zionis Israel juga telah berkali-kali melanggar banyak resolusi PBB, antara lain Resolusi 242 (22 Nopember 1967), Resolusi 252 (21 Mei 1968), Resolusi 465 (1 Maret 1980), Resolusi 478 (20 Agustus 1980), Resolusi 672 (12 Oktober 1990), Resolusi 1073 (28 September 1996), Resolusi 1322 (7 Oktober 2000), Resolusi 1397 (12 Maret 2002), dan Resolusi 2334 ( 23 Desember 2016).

Upaya bersama

Menghadapi aksi serangan Israel terkini, komunitas internasional harus mengambil langkah-langkah konkrit yang diperlukan untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kejahatan perang yang dilakukan Israel.

Negara-negara Islam dan kaum Muslimin pada umumnya juga agar secara bulat dan utuh menentang segala bentuk kekerasan dan tindakan provokatif tantara Israel karena tindakan tersebut nyata-nyata mencederai kebebasan beragama serta mengusik rasa kemanusiaan dan HAM.

Bukan hanya itu, para pemimpin negara-negara Islam dan umat Islam pada umumnya harus memikul tanggung jawab bersama dan berjamaah serta tidak terpisahkan untuk membela rakyat Palestina dan Masjidil Aqsa. (Al-Hujuraat: 10).

Diamnya kita berarti semakin merajalelanya otoritas pendudukan berbuat kezaliman demi kezaliman. Maka, perlu terus ada pergerakan demi pergerakan di dunia Islam untuk menghadapinya, baik melalui aksi-aksi, kampanye masif melalui media massa dan media sosial, dan penyampaian kepada publik melalui ceramah dan webinar serta pameran virtual.

Yang pasti, pembebasan Masjidil Aqsa dan Palestina dari belenggu penjajahan Zionis Israel menjadi kewajiban kolektif kaum Muslimin di seluruh dunia, dimana pun mereka berada.

*Penulis Imaam Yakhsyallah Mansur adalah Pembina Lembaga Kepalestinaan Aqsa Working Group (AWG).


Pewarta : Imaam Yakhsyallah Mansur*
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024