Mataram (ANTARA) - Asosiasi Distributor Pupuk Indonesia (ADPI) wilayah Nusa Tenggara Barat meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menaikkan keuntungan penjualan pupuk bersubsidi di tingkat pedagang pengecer.
"Keuntungan pedagang pengecer resmi pupuk bersubsidi relatif kecil. Ditambah lagi sekarang ini mereka harus mengeluarkan biaya pengurusan dokumen petani yang menebus pupuk," kata Ketua ADPI NTB Totok Budiharta, di Mataram, Rabu.
Menurut dia, para pedagang pengecer pupuk bersubsidi diawasi oleh distributor dan produsen. Jika mereka menjual pupuk bersubsidi di atas harga eceran tertinggi bisa dikenakan sanksi.
Di satu sisi, kata Totok, para pedagang pengecer tersebut terbebani dengan aturan baru penebusan pupuk bersubsidi yang dikeluarkan oleh Kementan.
Para pedagang pengecer mengeluarkan biaya untuk mencetak dokumen para petani secara manual setiap kali penebusan karena mereka belum memperoleh kartu tani. Padahal, upaya tersebut seharusnya dilakukan oleh para petani.
"Akibat sistem penebusan baru tersebut, ada belasan pedagang pengecer pupuk resmi di NTB, yang sudah berhenti. Mereka tidak sanggup lagi dengan pola penebusan pupuk bersubsidi yang sekarang," ujarnya.
Totok mengaku upaya menyuarakan aspirasi para pedagang pengecer pupuk resmi di NTB, sudah disampaikan ke ADPI di tingkat pusat untuk kemudian diteruskan ke Kementan.
"ADPI Pusat juga sudah menyuarakan masalah tersebut ke Kementan. Ada dua yang kami minta, segera realisasikan kartu tani sebagai alat penebusan pupuk bersubsidi dan naikkan keuntungan pedagang pengecer," ucapnya.
"Keuntungan pedagang pengecer resmi pupuk bersubsidi relatif kecil. Ditambah lagi sekarang ini mereka harus mengeluarkan biaya pengurusan dokumen petani yang menebus pupuk," kata Ketua ADPI NTB Totok Budiharta, di Mataram, Rabu.
Menurut dia, para pedagang pengecer pupuk bersubsidi diawasi oleh distributor dan produsen. Jika mereka menjual pupuk bersubsidi di atas harga eceran tertinggi bisa dikenakan sanksi.
Di satu sisi, kata Totok, para pedagang pengecer tersebut terbebani dengan aturan baru penebusan pupuk bersubsidi yang dikeluarkan oleh Kementan.
Para pedagang pengecer mengeluarkan biaya untuk mencetak dokumen para petani secara manual setiap kali penebusan karena mereka belum memperoleh kartu tani. Padahal, upaya tersebut seharusnya dilakukan oleh para petani.
"Akibat sistem penebusan baru tersebut, ada belasan pedagang pengecer pupuk resmi di NTB, yang sudah berhenti. Mereka tidak sanggup lagi dengan pola penebusan pupuk bersubsidi yang sekarang," ujarnya.
Totok mengaku upaya menyuarakan aspirasi para pedagang pengecer pupuk resmi di NTB, sudah disampaikan ke ADPI di tingkat pusat untuk kemudian diteruskan ke Kementan.
"ADPI Pusat juga sudah menyuarakan masalah tersebut ke Kementan. Ada dua yang kami minta, segera realisasikan kartu tani sebagai alat penebusan pupuk bersubsidi dan naikkan keuntungan pedagang pengecer," ucapnya.