Lombok Timur, NTB (ANTARA) - Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPBD) Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat mengungkapkan ada tujuh aspek penting Desa Tete Batu bisa dianugerahi desa wisata terbaik dunia dalam lomba "best tourism village" 2021 yang diselenggarakan Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO).
Ketua BPPD Lombok Timur Muhammad Nursandi menyebutkan, tujuh aspek tersebut, yakni pertama hutan Tete Batu selatan Rinjani berkontribusi terhadap perubahan iklim global. Di mana hutan tropis Tete Batu membantu menstabilkan iklim dunia dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer.
"Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer diyakini berpengaruh terhadap perubahan iklim melalui pemanasan global. Oleh karena itu, hutan hujan Tetebatu memiliki peran penting dalam mengatasi pemanasan global hari ini.
Selain itu, hutan selatan Rinjani di Tete Batu merupakan rumah bagi flora dan fauna endemik nasional," ujarnya kepada wartawan di Tete Batu, Senin.
Selanjutnya, kedua Tete Batu, berdampak positif pada tonggak awal perdamaian dunia dalam konteks saling pengertian, dan toleransi di desa-desa pedalaman. Kemunculan ini setidaknya dimulai dengan Desa Tetebatu yang telah menjadi desa wisata sejak tahun 1930 hingga sekarang.
Tentu saja, melihat keragaman berbagai suku, agama, budaya, dan latar belakang pengunjung di seluruh dunia berpotensi menjadi ancaman terutama daerah pedesaan. Oleh karena itu, dengan representasi Desa Wisata Tete Batu, membuka transformasi inklusivitas universal perdamaian dan kerukunan internasional dalam konteks daerah pedalaman.
Ketiga menurut Sandi sapaan akrabnya, pergeseran paradigma lokal dalam hal pariwisata negatif. Masyarakat pedesaan di hampir seluruh pulau Nusantara mendiskreditkan posisi perempuan yang bekerja di sektor pariwisata.
Keberadaan mereka tidak diterima dengan baik oleh masyarakat jika mereka sudah bekerja di sektor pariwisata. Maka biasanya mereka akan menjadi keluarga yang terbuang dan dipojokkan oleh lingkungannya sendiri.
Paradigma ini kemudian dilawan dengan keberadaan desa wisata Tete Batu yang mulai memperkenalkan dan mempromosikan nilai-nilai inti pariwisata yang melibatkan tokoh agama, budaya, tokoh masyarakat setempat untuk mengatur kesetaraan individu, hak, dan kesempatan yang sama dalam kesataraan gender. Dengan demikian, perempuan berperan sangat penting dalam pembangunan desa Tete Batu.
Keempat, menurutnya terletak pada keaslian desa. Di mana keindahan bentang alam, perkebunan, pertanian, peternakan, perbukitan, air terjun, budaya, seni dan tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari menjadi paduan nilai yang sangat tinggi untuk dilestarikan, dijaga dan dirawat dengan langkah awal pelibatan masyarakat.
Dalam aspek ini, masyarakat sangat ramah dan terbuka terhadap pengunjung. Layanan inilah yang kemudian menjadi nilai tambah yang membuat pengunjung nyaman dan aman. Alhasil, tidak sedikit tamu yang menjadikan tuan rumah sebagai ayah atau ibu angkatnya sendiri di Tete Batu dan sering Kembali berkunjung.
Kemudian, kata dia yang kelima. Tete Batu menjadi salah satu pelopor desa wisata di Kawasan Timur Indonesia. Oleh karena itu, tak jarang kemudian pengunjung mengatakan Tete Batu adalah Ubud kedua yang dulu ada.
Perbedaan yang paling dominan adalah keberadaan seni dan kultur masyarakat setempat. Namun dalam konteks subtansi tradisi pedesaan dan alam memiliki karakteristik yang sama. Sejak kedatangan dr Soedjono di Tete Batu pada tahun 1920, Tete Batu telah menjadi rumah bagi pengunjung dari seluruh dunia di Lombok yang difasilitasi Soedjono.
"Berawal dari aktivitas pengunjung Tete Batu yang menjadi cikal bakal desa Tete Batu diperhatikan dan memotivasi perkembangan desa wisata lainnya di kawasan timur Indonesia sebagai daerah exsplorasi lanjutan," terang Sandi.
Selain itu, Tete Batu memiliki Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD Pariwisata).
Menariknya, Tete Batu memiliki PAUD Pariwisata (taman kanak-kanak) di mana seluruh rangkaian kegiatan mengenalkan lingkungan, budaya, dan toleransi telah diperkenalkan sejak dini. Kegiatan ini jarang dilakukan oleh kebanyakan desa wisata pedalaman lainnya.
Lingkungan ini kemudian membentuk kepribadian anak-anak yang inklusif terhadap kemajuan pariwisata secara universal. Hal ini juga sering sebagai lokus pemahaman lintas budaya (cross culture understanding). Keterlibatan baik pengunjung maupun anak-anak dari keluarga pengunjung internasional seringkali memilih tempat ini untuk menitipkan anak-anaknya untuk belajar aktivitas sehari-hari dan menjadi lingkungan bermain bersama.
"Tinjauan ini setidaknya Tetebatu yang berada pada desa pedalaman, telah menyematkan destinasi ramah anak dan keluarga sehingga memberikan rasa aman dan nyaman pada pengunjung internasional," jelasnya.
Kemudian, ketujuh kehidupan lokal yang harmonis (lingkungan, economy, social-culture). Suasana desa yang damai sangat ideal bagi pengunjung yang ingin beristirahat dan bersantai mencari ketenangan. Sungai yang terbentuk di kaki Gunung Rinjani memberikan energi positif bagi pikiran dan motivasi hidup serta melakukan aktivitas selanjutnya.
Hal ini didukung pula oleh keseimbangan kearifan lokal. Kesetaraan gender, rantai penggerak ekonomi lokal, sosial budaya, dan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
"Potensi inilah yang kemudian dibentuk menjadi wisata berbasis masyarakat Tete Batu untuk merasakan pengalaman hidup di pedesaan bersama penduduk lokal Tetebatu dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata NTB, Ahlul Wakti, mengatakan setelah resmi diusulkan ikut lomba desa wisata tingkat dunia, Tete Batu akan dibenahi dengan memperkuat inovasi.
"Artinya inovasi itu bagaimana hutan dan lingkungan yang ada sekarang lebih lestari dengan kegiatan bebas sampah dan inilah yang perlu kita tonjolkan," ujarnya.
Menurut Ahlul Wakti, Tete Batu punya kualifikasi untuk menang dalam pentas desa wisata karena keindahannya, kuliner, hingga sosial culture. Untuk memperkuat Tete Batu perlunya kolaborasi seluruh pihak baik pemerintah desa dan Pokdarwis dalam mempersiapkan diri menyambut perhelatan Internasional, Best Tourism Village dari United Nations World Tourism Organization (UNWTO) tersebut secara maksimal. Salah satu bentuknya yakni vaksinasi bagi para pelaku wisata dan masyarakat sebagai bentuk pelaksanaan CHSE.
"Minimal 70 persen masyarakat yang ada di destinasi wisata sudah tervaksin," katanya.
Desa Wisata Tete Batu ini menjadi salah satu tempat untuk menikmati pesona keindahan pemandangan di kaki selatan Gunung Rinjani, yang memiliki pesona keindahan panorama pegunungan dan persawahan, kontur tanah di Tete Batu seperti anak tangga yang membentuk persawahan subur nan hijau.
Dilokasi ini juga sering menjadi buruan para pecinta fotografer khususnya mereka yang ingin mengambil keindahan Sunsrise yang sangat menawan, dan di kala senja datang, wisatawan akan merasakan seolah - olah menyatu dengan keadaan alam yang begitu tenang, sunyi, dan sejuk. Di tambah dengan pemandangan langit yang bewarna merah keemasan, berpadu dengan kokohnya puncak Gunung Rinjani.
Desa wisata tetebatu juga menyuguhkan beberapa fasilitas penunjang bagi para wisatawan seperti, homestay, dan rumah makan yang mudah dijumpai. Selain keindahan persawahan dan pegunungan, di desa wisata Tete Batu Juga Terdapat beberapa Air terjun seperti, Air terjun Ulem - ulem, Air terjun Burung Walet, Air Terjun Kokok Duren, Air Terjun Seme Deye dan Air terjun Jeruk Manis.
Ketua BPPD Lombok Timur Muhammad Nursandi menyebutkan, tujuh aspek tersebut, yakni pertama hutan Tete Batu selatan Rinjani berkontribusi terhadap perubahan iklim global. Di mana hutan tropis Tete Batu membantu menstabilkan iklim dunia dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer.
"Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer diyakini berpengaruh terhadap perubahan iklim melalui pemanasan global. Oleh karena itu, hutan hujan Tetebatu memiliki peran penting dalam mengatasi pemanasan global hari ini.
Selain itu, hutan selatan Rinjani di Tete Batu merupakan rumah bagi flora dan fauna endemik nasional," ujarnya kepada wartawan di Tete Batu, Senin.
Selanjutnya, kedua Tete Batu, berdampak positif pada tonggak awal perdamaian dunia dalam konteks saling pengertian, dan toleransi di desa-desa pedalaman. Kemunculan ini setidaknya dimulai dengan Desa Tetebatu yang telah menjadi desa wisata sejak tahun 1930 hingga sekarang.
Tentu saja, melihat keragaman berbagai suku, agama, budaya, dan latar belakang pengunjung di seluruh dunia berpotensi menjadi ancaman terutama daerah pedesaan. Oleh karena itu, dengan representasi Desa Wisata Tete Batu, membuka transformasi inklusivitas universal perdamaian dan kerukunan internasional dalam konteks daerah pedalaman.
Ketiga menurut Sandi sapaan akrabnya, pergeseran paradigma lokal dalam hal pariwisata negatif. Masyarakat pedesaan di hampir seluruh pulau Nusantara mendiskreditkan posisi perempuan yang bekerja di sektor pariwisata.
Keberadaan mereka tidak diterima dengan baik oleh masyarakat jika mereka sudah bekerja di sektor pariwisata. Maka biasanya mereka akan menjadi keluarga yang terbuang dan dipojokkan oleh lingkungannya sendiri.
Paradigma ini kemudian dilawan dengan keberadaan desa wisata Tete Batu yang mulai memperkenalkan dan mempromosikan nilai-nilai inti pariwisata yang melibatkan tokoh agama, budaya, tokoh masyarakat setempat untuk mengatur kesetaraan individu, hak, dan kesempatan yang sama dalam kesataraan gender. Dengan demikian, perempuan berperan sangat penting dalam pembangunan desa Tete Batu.
Keempat, menurutnya terletak pada keaslian desa. Di mana keindahan bentang alam, perkebunan, pertanian, peternakan, perbukitan, air terjun, budaya, seni dan tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari menjadi paduan nilai yang sangat tinggi untuk dilestarikan, dijaga dan dirawat dengan langkah awal pelibatan masyarakat.
Dalam aspek ini, masyarakat sangat ramah dan terbuka terhadap pengunjung. Layanan inilah yang kemudian menjadi nilai tambah yang membuat pengunjung nyaman dan aman. Alhasil, tidak sedikit tamu yang menjadikan tuan rumah sebagai ayah atau ibu angkatnya sendiri di Tete Batu dan sering Kembali berkunjung.
Kemudian, kata dia yang kelima. Tete Batu menjadi salah satu pelopor desa wisata di Kawasan Timur Indonesia. Oleh karena itu, tak jarang kemudian pengunjung mengatakan Tete Batu adalah Ubud kedua yang dulu ada.
Perbedaan yang paling dominan adalah keberadaan seni dan kultur masyarakat setempat. Namun dalam konteks subtansi tradisi pedesaan dan alam memiliki karakteristik yang sama. Sejak kedatangan dr Soedjono di Tete Batu pada tahun 1920, Tete Batu telah menjadi rumah bagi pengunjung dari seluruh dunia di Lombok yang difasilitasi Soedjono.
"Berawal dari aktivitas pengunjung Tete Batu yang menjadi cikal bakal desa Tete Batu diperhatikan dan memotivasi perkembangan desa wisata lainnya di kawasan timur Indonesia sebagai daerah exsplorasi lanjutan," terang Sandi.
Selain itu, Tete Batu memiliki Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD Pariwisata).
Menariknya, Tete Batu memiliki PAUD Pariwisata (taman kanak-kanak) di mana seluruh rangkaian kegiatan mengenalkan lingkungan, budaya, dan toleransi telah diperkenalkan sejak dini. Kegiatan ini jarang dilakukan oleh kebanyakan desa wisata pedalaman lainnya.
Lingkungan ini kemudian membentuk kepribadian anak-anak yang inklusif terhadap kemajuan pariwisata secara universal. Hal ini juga sering sebagai lokus pemahaman lintas budaya (cross culture understanding). Keterlibatan baik pengunjung maupun anak-anak dari keluarga pengunjung internasional seringkali memilih tempat ini untuk menitipkan anak-anaknya untuk belajar aktivitas sehari-hari dan menjadi lingkungan bermain bersama.
"Tinjauan ini setidaknya Tetebatu yang berada pada desa pedalaman, telah menyematkan destinasi ramah anak dan keluarga sehingga memberikan rasa aman dan nyaman pada pengunjung internasional," jelasnya.
Kemudian, ketujuh kehidupan lokal yang harmonis (lingkungan, economy, social-culture). Suasana desa yang damai sangat ideal bagi pengunjung yang ingin beristirahat dan bersantai mencari ketenangan. Sungai yang terbentuk di kaki Gunung Rinjani memberikan energi positif bagi pikiran dan motivasi hidup serta melakukan aktivitas selanjutnya.
Hal ini didukung pula oleh keseimbangan kearifan lokal. Kesetaraan gender, rantai penggerak ekonomi lokal, sosial budaya, dan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan.
"Potensi inilah yang kemudian dibentuk menjadi wisata berbasis masyarakat Tete Batu untuk merasakan pengalaman hidup di pedesaan bersama penduduk lokal Tetebatu dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata NTB, Ahlul Wakti, mengatakan setelah resmi diusulkan ikut lomba desa wisata tingkat dunia, Tete Batu akan dibenahi dengan memperkuat inovasi.
"Artinya inovasi itu bagaimana hutan dan lingkungan yang ada sekarang lebih lestari dengan kegiatan bebas sampah dan inilah yang perlu kita tonjolkan," ujarnya.
Menurut Ahlul Wakti, Tete Batu punya kualifikasi untuk menang dalam pentas desa wisata karena keindahannya, kuliner, hingga sosial culture. Untuk memperkuat Tete Batu perlunya kolaborasi seluruh pihak baik pemerintah desa dan Pokdarwis dalam mempersiapkan diri menyambut perhelatan Internasional, Best Tourism Village dari United Nations World Tourism Organization (UNWTO) tersebut secara maksimal. Salah satu bentuknya yakni vaksinasi bagi para pelaku wisata dan masyarakat sebagai bentuk pelaksanaan CHSE.
"Minimal 70 persen masyarakat yang ada di destinasi wisata sudah tervaksin," katanya.
Desa Wisata Tete Batu ini menjadi salah satu tempat untuk menikmati pesona keindahan pemandangan di kaki selatan Gunung Rinjani, yang memiliki pesona keindahan panorama pegunungan dan persawahan, kontur tanah di Tete Batu seperti anak tangga yang membentuk persawahan subur nan hijau.
Dilokasi ini juga sering menjadi buruan para pecinta fotografer khususnya mereka yang ingin mengambil keindahan Sunsrise yang sangat menawan, dan di kala senja datang, wisatawan akan merasakan seolah - olah menyatu dengan keadaan alam yang begitu tenang, sunyi, dan sejuk. Di tambah dengan pemandangan langit yang bewarna merah keemasan, berpadu dengan kokohnya puncak Gunung Rinjani.
Desa wisata tetebatu juga menyuguhkan beberapa fasilitas penunjang bagi para wisatawan seperti, homestay, dan rumah makan yang mudah dijumpai. Selain keindahan persawahan dan pegunungan, di desa wisata Tete Batu Juga Terdapat beberapa Air terjun seperti, Air terjun Ulem - ulem, Air terjun Burung Walet, Air Terjun Kokok Duren, Air Terjun Seme Deye dan Air terjun Jeruk Manis.