Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menyusun agenda pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi dana rehabilitasi gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok tahun anggaran 2019.
"Jadi, perkembangan penyidikan dari kasus ini baru masuk agenda pemeriksaan saksi. Nantinya, kalau sudah rampung (pemeriksaan saksi), baru lanjut ke pemeriksaan tersangka," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu.
Tersangka dalam kasus ini ada tiga orang. Pertama, Mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, Abdurrazak Alfakhir yang sebelumnya menjadi terpidana dalam korupsi dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2019 dan kini sedang menjadi pidananya di Lapas Kelas IIA Mataram.
Kemudian dua tersangka lainnya adalah rekanan pemenang tender yang merupakan Direktur CV Kerta Agung berinisial DEK dan pelaksana proyek berinisial WSB. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara penyidikan.
Salah satu alat bukti yang menguatkan ketiganya sebagai tersangka, jelas Dedi, temuan kerugian negara hasil penghitungan BPKP Perwakilan NTB dengan nilai Rp2,65 miliar. Indikasi korupsinya muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan.
Dalam rinciannya, kerugian muncul dari rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta; rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta.
Kemudian dari rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta; rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp28,6 juta.
Lebih lanjut terkait status tersangka Abdurrazak sebagai terpidana yang kini sedang menjalani masa pidananya di Lapas Kelas IIA Mataram, Dedi memastikan penyidik dalam kasus ini akan tetap menghadirkannya dalam pemeriksaan.
"Nantinya pemanggilan (pemeriksaan tersangka) yang bersangkutan akan dilakukan melalui kalapas," ujarnya.
Karena sudah berstatus narapidana dan berada dalam tahanan, pihaknya juga dipastikan tidak melakukan penahanan terhadap tersangka.
"Karena sudah berada dalam tahanan, jadi kita tidak lagi melakukan penahanan," ucap dia.
Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019, mendapatkan dana untuk rehabilitasi gedung. Proyek fisik itu pun sebelumnya menjadi temuan inspektorat dengan nilai kerugian Rp1,2 miliar. Angka kerugian itu muncul dari kelebihan pembayaran.
Namun hingga batas waktu toleransi pemulihan kerugian negara, tak kunjung adanya itikad pengembalian hingga akhirnya permasalahan ini berkasus di kejaksaan.
"Jadi, perkembangan penyidikan dari kasus ini baru masuk agenda pemeriksaan saksi. Nantinya, kalau sudah rampung (pemeriksaan saksi), baru lanjut ke pemeriksaan tersangka," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu.
Tersangka dalam kasus ini ada tiga orang. Pertama, Mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, Abdurrazak Alfakhir yang sebelumnya menjadi terpidana dalam korupsi dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2019 dan kini sedang menjadi pidananya di Lapas Kelas IIA Mataram.
Kemudian dua tersangka lainnya adalah rekanan pemenang tender yang merupakan Direktur CV Kerta Agung berinisial DEK dan pelaksana proyek berinisial WSB. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara penyidikan.
Salah satu alat bukti yang menguatkan ketiganya sebagai tersangka, jelas Dedi, temuan kerugian negara hasil penghitungan BPKP Perwakilan NTB dengan nilai Rp2,65 miliar. Indikasi korupsinya muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan.
Dalam rinciannya, kerugian muncul dari rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta; rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta.
Kemudian dari rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta; rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp28,6 juta.
Lebih lanjut terkait status tersangka Abdurrazak sebagai terpidana yang kini sedang menjalani masa pidananya di Lapas Kelas IIA Mataram, Dedi memastikan penyidik dalam kasus ini akan tetap menghadirkannya dalam pemeriksaan.
"Nantinya pemanggilan (pemeriksaan tersangka) yang bersangkutan akan dilakukan melalui kalapas," ujarnya.
Karena sudah berstatus narapidana dan berada dalam tahanan, pihaknya juga dipastikan tidak melakukan penahanan terhadap tersangka.
"Karena sudah berada dalam tahanan, jadi kita tidak lagi melakukan penahanan," ucap dia.
Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019, mendapatkan dana untuk rehabilitasi gedung. Proyek fisik itu pun sebelumnya menjadi temuan inspektorat dengan nilai kerugian Rp1,2 miliar. Angka kerugian itu muncul dari kelebihan pembayaran.
Namun hingga batas waktu toleransi pemulihan kerugian negara, tak kunjung adanya itikad pengembalian hingga akhirnya permasalahan ini berkasus di kejaksaan.