Mataram (ANTARA) - Juru Bicara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Dedi Irawan mengungkapkan bahwa harga sewa lahan per kaveling di areal PT Gili Trawangan Indah (GTI) sekitar Rp800 juta hingga Rp1 miliar.
"Harga sewa lahan di sana beragam, mulai dari Rp800 juta sampai ada yang tembus Rp1 miliar. Itu harga sewa per tahun," kata Juru Bicara Kejati NTB di Mataram, Kamis.
Dedi mengatakan, terungkapnya harga sewa menyewa lahan kaveling di areal PT GTI yang memiliki total luas lahan sekitar 65 hektare itu berdasarkan hasil pendataan lapangan. Proses dalam sewa menyewa tersebut diduga berjalan tidak resmi, tanpa melalui dasar hukum atau legalitas sah dari pihak pemerintah.
Pendataan ini dijelaskan Dedi, bagian dari upaya kejaksaan dalam proses penyelidikan kasus yang mengindikasikan adanya pidana dalam pengelolaan di areal yang kini menjadi salah satu kawasan wisata andalan NTB tersebut.
Data terkait kebutuhan penyelidikannya itu telah diamankan. Kini jaksa tinggal menunggu sikap kooperatif dari para pihak yang diundang untuk memberikan keterangan.
Dugaan sewa menyewa dan jual beli lahan muncul sejak masyarakat menguasai lahan di kawasan wisata tersebut. Dugaan penguasaan lahan terjadi secara masif dan ilegal sejak PT GTI mengantongi surat kontrak produksi.
Kerja sama pengelolaan lahan dengan luas mencapai 65 hektare tersebut tertuang dalam kontrak produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI di tahun 1998.
Pada kondisi yang ada saat ini, di areal seluas 65 hektare tersebut terdapat bangunan permanen yang sebagian besar menjadi ladang bisnis masyarakat penunjang pariwisata.
Kondisi ini pun sebelumnya sudah dipahami pihak kejaksaan ketika menerima amanah sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dari Pemprov NTB untuk menyelamatkan aset di kawasan wisata yang diperkirakan mampu mendongkrak pendapatan asli daerah hingga triliunan rupiah.
"Harga sewa lahan di sana beragam, mulai dari Rp800 juta sampai ada yang tembus Rp1 miliar. Itu harga sewa per tahun," kata Juru Bicara Kejati NTB di Mataram, Kamis.
Dedi mengatakan, terungkapnya harga sewa menyewa lahan kaveling di areal PT GTI yang memiliki total luas lahan sekitar 65 hektare itu berdasarkan hasil pendataan lapangan. Proses dalam sewa menyewa tersebut diduga berjalan tidak resmi, tanpa melalui dasar hukum atau legalitas sah dari pihak pemerintah.
Pendataan ini dijelaskan Dedi, bagian dari upaya kejaksaan dalam proses penyelidikan kasus yang mengindikasikan adanya pidana dalam pengelolaan di areal yang kini menjadi salah satu kawasan wisata andalan NTB tersebut.
Data terkait kebutuhan penyelidikannya itu telah diamankan. Kini jaksa tinggal menunggu sikap kooperatif dari para pihak yang diundang untuk memberikan keterangan.
Dugaan sewa menyewa dan jual beli lahan muncul sejak masyarakat menguasai lahan di kawasan wisata tersebut. Dugaan penguasaan lahan terjadi secara masif dan ilegal sejak PT GTI mengantongi surat kontrak produksi.
Kerja sama pengelolaan lahan dengan luas mencapai 65 hektare tersebut tertuang dalam kontrak produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI di tahun 1998.
Pada kondisi yang ada saat ini, di areal seluas 65 hektare tersebut terdapat bangunan permanen yang sebagian besar menjadi ladang bisnis masyarakat penunjang pariwisata.
Kondisi ini pun sebelumnya sudah dipahami pihak kejaksaan ketika menerima amanah sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dari Pemprov NTB untuk menyelamatkan aset di kawasan wisata yang diperkirakan mampu mendongkrak pendapatan asli daerah hingga triliunan rupiah.