Mataram (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat Husnul Fauzi menepis tuduhan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek benih jagung tahun 2017, Wikanaya, sebagai orang yang mengendalikan 22 paket pengadaan bernilai Rp206 miliar.
"Saya tidak tahu soal itu (22 paket proyek benih jagung), saya tahu proyek ini setelah berkasus di Kejagung. Yang atur itu PPK, bukan saya," kata Husnul Fauzi ketika hadir sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Wikanaya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Kamis.
Jaksa penuntut umum Hasan Basri kembali mempertanyakan hal tersebut secara tegas kepada Husnul Fauzi. Namun, Husnul malah menjawabnya dengan mengatakan lupa.
"Tidak tahu, lupa saya," ujarnya.
Husnul memastikan kembali bahwa dirinya hanya mengetahui dua proyek yang bermasalah, yakni proyek yang dikerjakan PT Sinta Agro Mandiri (SAM) dan PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Permasalahan benih yang rusak dan berjamur itu telah dia tindak lanjuti dengan mengumpulkan para pejabat terkait di lingkup kerja kabupaten/kota.
"Saya kumpulkan karena diminta untuk mengganti (benih jagung rusak dan berjamur) waktu itu," ucap dia.
Karena benih jagung yang rusak banyak dari varietas Bima 14 dan Bima 20 yang stok-nya sudah tidak ada lagi beredar, Husnul berinisiatif agar menggantinya dengan varietas Bima 10.
"Saya meminta PT SAM untuk membeli benih di PT WBS," ujarnya.
Mengetahui pergantian benihnya berbeda dengan kontrak, Husnul meminta PPK agar membuatkan adenddum. Namun hal tersebut ditolak Wikanaya, karena hal tersebut disadari terdakwa yang menjabat sebagai PPK ini akan menjadi kerugian negara.
"Sudah saya suruh buat adenddum, tapi tidak tahu apakah ditindaklanjuti atau tidak," katanya.
Penasihat Hukum Wikanaya, Iskandar menanggapi kesaksian Husnul tersebut kurang masuk akal. Karena sejatinya seorang pejabat kuasa pengguna anggaran (KPA) bertanggung jawab perihal adanya penggunaan anggaran proyek.
"Dengan kata lain, saksi dalam hal ini KPA telah lalai perihal Pasal 18 Ayat 6 dan Ayat 7 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah," kata Iskandar.
Menurut pandangan logikanya, sebuah proyek tidak dapat berjalan tanpa ada tanda tangan maupun persetujuan dari KPA.
"Entah yang bersangkutan lalai dalam tugas atau memang benar lupa," ujarnya.
Sebelumnya, Wikanaya sudah memberikan keterangan mulai dari proses pengadaan hingga pembayaran hasil pekerjaan proyek. Penunjukan langsung PT SAM dan PT WBS serta perusahaan lain dalam proyek pengadaan benih tersebut berada di bawah kendali KPA.
Termasuk, soal pembuatan kontrak proyek PT SAM, Wikanaya menyusunnya berdasarkan perintah dari Husnul Fauzi.
"Saya tidak tahu soal itu (22 paket proyek benih jagung), saya tahu proyek ini setelah berkasus di Kejagung. Yang atur itu PPK, bukan saya," kata Husnul Fauzi ketika hadir sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Wikanaya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Kamis.
Jaksa penuntut umum Hasan Basri kembali mempertanyakan hal tersebut secara tegas kepada Husnul Fauzi. Namun, Husnul malah menjawabnya dengan mengatakan lupa.
"Tidak tahu, lupa saya," ujarnya.
Husnul memastikan kembali bahwa dirinya hanya mengetahui dua proyek yang bermasalah, yakni proyek yang dikerjakan PT Sinta Agro Mandiri (SAM) dan PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Permasalahan benih yang rusak dan berjamur itu telah dia tindak lanjuti dengan mengumpulkan para pejabat terkait di lingkup kerja kabupaten/kota.
"Saya kumpulkan karena diminta untuk mengganti (benih jagung rusak dan berjamur) waktu itu," ucap dia.
Karena benih jagung yang rusak banyak dari varietas Bima 14 dan Bima 20 yang stok-nya sudah tidak ada lagi beredar, Husnul berinisiatif agar menggantinya dengan varietas Bima 10.
"Saya meminta PT SAM untuk membeli benih di PT WBS," ujarnya.
Mengetahui pergantian benihnya berbeda dengan kontrak, Husnul meminta PPK agar membuatkan adenddum. Namun hal tersebut ditolak Wikanaya, karena hal tersebut disadari terdakwa yang menjabat sebagai PPK ini akan menjadi kerugian negara.
"Sudah saya suruh buat adenddum, tapi tidak tahu apakah ditindaklanjuti atau tidak," katanya.
Penasihat Hukum Wikanaya, Iskandar menanggapi kesaksian Husnul tersebut kurang masuk akal. Karena sejatinya seorang pejabat kuasa pengguna anggaran (KPA) bertanggung jawab perihal adanya penggunaan anggaran proyek.
"Dengan kata lain, saksi dalam hal ini KPA telah lalai perihal Pasal 18 Ayat 6 dan Ayat 7 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah," kata Iskandar.
Menurut pandangan logikanya, sebuah proyek tidak dapat berjalan tanpa ada tanda tangan maupun persetujuan dari KPA.
"Entah yang bersangkutan lalai dalam tugas atau memang benar lupa," ujarnya.
Sebelumnya, Wikanaya sudah memberikan keterangan mulai dari proses pengadaan hingga pembayaran hasil pekerjaan proyek. Penunjukan langsung PT SAM dan PT WBS serta perusahaan lain dalam proyek pengadaan benih tersebut berada di bawah kendali KPA.
Termasuk, soal pembuatan kontrak proyek PT SAM, Wikanaya menyusunnya berdasarkan perintah dari Husnul Fauzi.