Mataram (ANTARA) - Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat siap menyidangkan perkara korupsi proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau Shelter Tsunami di Kabupaten Lombok Utara pada 22 Januari sebagai perkara pelimpahan penanganan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Data dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram menjadwalkan sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut tercatat pada Rabu (22/1).
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Lalu Moh. Sandi Iramaya yang dikonfirmasi, Jumat siang, menyampaikan pihaknya sudah menerima pelimpahan perkara dari KPK, namun kelengkapan berkas yang menjadi bahan pelimpahan belum diketahui.
Perkara yang didaftarkan pada Kamis (16/1) tersebut telah teregistrasi di Pengadilan Negeri Mataram dengan nomor: 6/Pid.Sus-TPK/2025/PN Mtr. Klasifikasi perkara masuk dalam tindak pidana korupsi dengan catatan dakwaan belum disebutkan.
Baca juga: PN Mataram terima pelimpahan perkara shelter tsunami dari KPK
Jaksa yang masuk dalam daftar penuntut umum adalah Ni Nengah Gina Saraswati, Ahmad Ali Fikri Pandela, Rudi Dwi Prastyono, Mohammad Fauji Rahmat, Greafik Loserte, Yosi Andika Herlambang, dan Tri Handayani. Penuntut umum dari pihak kejaksaan sebanyak tujuh orang.
Dari registrasi perkara tercatat terdakwa ada dua, yakni Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto. Dua tersangka yang kini berstatus terdakwa pada Pengadilan Negeri Mataram tersebut memiliki peran berbeda.
Untuk Aprialely Nirmala, merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek shelter tsunami dari Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.
Kemudian, Agus Herijanto (AH) adalah pensiunan BUMN Karya yang berperan sebagai kepala proyek pembangunan shelter tsunami yang lokasinya berada dekat dengan kawasan Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
Baca juga: Tersangka korupsi shelter tsunami di Lombok Utara ajukan pengalihan tahanan ke KPK
Pada Senin (30/12), KPK melakukan konferensi pers terkait penahanan kedua tersangka. KPK melalui Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dengan didampingi juru bicara Tessa Mahardhika Sugiarto menyebutkan bahwa perbuatan pidana AN yang saat itu sebagai Pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek shelter tsunami berkaitan dengan kualitas hasil pekerjaan.
Tersangka AN bertanggung jawab atas munculnya penurunan spesifikasi material bangunan yang tidak melalui proses kajian sesuai dengan rencana pekerjaan pembangunan gedung shelter tsunami tahan gempa dengan kekuatan 9 Skala Richter (SR) .
Kekuatan bangunan ini terlihat dari insiden gempa berkekuatan 7,0 SR yang terjadi pada 5 Agustus 2018. Gempa itu terjadi usai serah terima pekerjaan kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Utara pada tahun 2017.
Akibat bencana alam tersebut, shelter tsunami yang berdiri di atas lahan seluas 1 hektare itu mengalami kerusakan yang memprihatinkan sehingga tidak bisa dimanfaatkan sesuai perencanaan awal.
Baca juga: KPK tahan dua tersangka korupsi shelter tsunami di Bangsal Lombok Utara
Hal itu turut diperkuat dengan hasil penilaian fisik tim ahli konstruksi dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Karena tidak dapat dimanfaatkan, hasil audit lembaga auditor menyimpulkan kerugian keuangan negara dari proyek tersebut sebagai total loss dengan nilai mencapai Rp19 miliar.
Dengan menemukan alat bukti tersebut, penyidik KPK kemudian menetapkan AN bersama AH sebagai tersangka pada medio tahun 2023.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini dikerjakan pada tahun 2014 hasil kerja sama Kementerian PUPR RI dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai desain teknis.
Baca juga: KPK periksa mantan pejabat NTB sidik korupsi shelter tsunami di KLU
Shelter Tsunami yang berada di Kabupaten Lombok Utara tersebut merupakan salah satu dari 12 proyek pembangunan skala nasional yang berlangsung pada periode 2014--2015.
Oleh karena itu, proyek ini dikerjakan dengan dana APBN. Pemerintah kala itu menyiapkan pagu anggaran untuk proyek ini sebesar mencapai Rp20,9 miliar. Lelang proyek ini kemudian dimenangkan PT Waskita Karya dengan harga penawaran Rp19 miliar.
Adapun konsultan perencana dari gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut adalah PT Qorina Konsultan Indonesia dengan konsultan pengawas dari CV Adi Cipta.
Baca juga: KPK sebut sebagian shelter tsunami roboh
Baca juga: BPBD NTB tunggu putusan pengadilan soal pemanfaatan shelter tsunami di KLU
Baca juga: Shelter Tsunami di Lombok Utara nasibmu kini