Lombok Barat (ANTARA) - Tren gaya hidup sehat membuat permintaan gula semut aren terus tumbuh dan berdampak terhadap geliat ekonomi lokal di Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sebuah usaha kecil menengah (UKM) Bukit Halwun yang menjalankan bisnis di Desa Bukit Tinggi, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, menyerap satu ton gula briket aren setiap bulan dari para petani untuk diolah menjadi gula semut.
"Pola kehidupan orang sekarang cenderung menghindari gula putih. Kami melihat peluang pasar di sana dengan mengembangkan produk gula yang aman dikonsumsi oleh semua kalangan," kata pemilik UKM Bukit Halwun bernama Rodinal Islam saat ditemui disela aktivitas pembuatan gula semut aren di Lombok Barat, Sabtu.
Gula semut aren merupakan salah satu produk olahan dari air nira aren melalui proses kristalisasi dan dikeringkan pakai oven agar memiliki kadar air rendah sekitar 5 persen untuk pasar lokal dan 3 persen untuk pasar ekspor.
Baca juga: Diversifikasi nira dongkrak nilai tambah petani aren di NTB
Kementerian Pertanian menyebut gula semut aren punya nilai indeks glikemik 38 atau berada pada kategori rendah. Indeks glikemik gula semut aren yang rendah membuat lonjakan gula darah lebih lambat ketimbang mengonsumsi gula pasir dengan nilai indeks glikemik 68.
"Gula semut aren yang praktis (berbentuk butiran menyerupai pasir) disukai konsumen karena mudah larut saat ditambahkan ke dalam minuman atau aneka camilan," kata Rodinal yang telah memulai bisnis pembuatan gula semut aren sejak tahun 2016.
Baca juga: Munzir sang pelopor gula aren semut di Giri Madia
Lebih lanjut Rodinal menyampaikan produk olahan gula semut aren yang diproduksinya saat ini banyak dipasarkan ke toko-toko cenderamata di Pulau Lombok hingga Pulau Sumbawa. Harga jual kemasan gula semut aren ukuran 300 gram senilai Rp25 ribu dan kemasan 1 kilogram senilai Rp60 ribu.
Skema penjualan melalui lokapasar yang baru digeluti lima bulan terakhir turut mempengaruhi penjualan. Konsumen berdatangan dari luar Nusa Tenggara Barat membeli produk lewat toko daring yang dikelola secara mandiri.

Aren atau enau yang memiliki nama ilmiah Arenga pinnata merupakan tumbuhan palma terpenting setelah kelapa karena masuk ke dalam jenis tanaman serba guna yang bisa dimanfaatkan dari akar, batang, ijuk, nira, buah, hingga daun.
Di Nusa Tenggara Barat, pohon aren tumbuh secara liar di kawasan lereng bukit maupun tepian sungai.
Data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB menyebut akumulasi luas perkebunan aren mencapai sekitar 571,71 hektare dengan jumlah produksi 385,98 ton pada tahun 2024.
Daerah yang memiliki perkebunan pohon aren paling luas di Nusa Tenggara Barat adalah Lombok Barat dengan luas panen mencapai 198,52 hektare, Lombok Timur 124 hektare, dan Lombok Utara 74,98 hektare.
Petani aren bernama Sahdi mengatakan berbagai produk olahan aren yang semakin diminati konsumen berdampak terhadap harga jual pohon aren. Sebuah pohon aren yang produktif dapat dihargai sekitar Rp5 juta oleh para petani dan air niranya bisa disadap selama belasan tahun.
"Proses penyadapan air nira dari tandan bunga dilakukan setiap pagi dan sore. Rata-rata satu pohon aren bisa menghasilkan air nira sebanyak 12 liter," kata Sahdi yang telah menyadap air nira selama 15 tahun.
Baca juga: Warga Lombok Barat kembangkan Desa Agrowisata Aren
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) dan Universitas Mataram saat ini sedang mengembangkan penelitian produk olahan aren agar dapat meningkatkan nilai jual komoditi tersebut.
Kepala BRIDA NTB I Gede Putu Ariadi mengatakan salah satu produk hilirisasi aren yang saat ini dikembangkan berupa pembuatan air nira menjadi bahan dasar minuman siap saji yang memenuhi standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
