Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan terus mencermati fakta-fakta persidangan terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan selter tsunami di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada 2014.
“KPK masih terus mencermati setiap fakta-fakta persidangan dalam perkara tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa KPK mengajak masyarakat untuk terus mengikuti jalannya proses persidangan kasus tersebut.
“Terlebih, korupsi ini terjadi pada pembangunan selter tsunami yang tentu sangat berkaitan erat dengan keselamatan jiwa, khususnya masyarakat sekitar Lombok,” katanya.
Sementara itu, dia menyampaikan bahwa pada Jumat (16/5), jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut terdakwa sekaligus mantan Direktur PT Waskita Karya (Persero) Agus Herijanto untuk dipidana penjara selama 7,5 tahun, denda senilai Rp400 juta, subsider enam bulan kurungan penjara, dan bayar uang pengganti senilai Rp1,3 miliar.
Untuk terdakwa sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pembangunan selter tsunami Aprialely Nirmala, JPU KPK menuntut pidana penjara selama enam tahun, denda senilai Rp300 juta, dan subsider enam bulan kurungan penjara.
Adapun kerugian keuangan negara pada kasus tersebut mencapai Rp18,4 miliar. Sebelumnya, KPK menahan Agus dan Aprialely pada 20 Desember 2024.
Baca juga: Jaksa buktikan terdakwa shelter tsunami Lombok Utara nikmati Rp1,3 miliar
Pada kesempatan itu, KPK menjelaskan bahwa perkara tersebut bermula pada 2012, atau saat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyusun rencana pengurangan risiko tsunami, termasuk meliputi pembangunan selter.
Baca juga: KPK ingatkan Penasehat Presiden Hadi Poernomo lapor LHKPN
Dalam rencana tersebut disebutkan bahwa selter tsunami harus tahan terhadap gempa berkekuatan 9 skala Richter (SR), dan dengan pagu anggaran sebesar Rp23.268.000.784. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat perubahan desain maupun penurunan spesifikasi yang dilakukan para terdakwa.
Akibatnya, saat terjadi gempa berkekuatan 7,0 SR pada 5 Agustus 2018, selter mengalami kerusakan berat, dan tidak dapat digunakan untuk berlindung.