Mataram (ANTARA) - Anggota Komisi V DPR RI Abdul Hadi mendukung pelaksanaan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG) di Desa Awang, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat sebagai edukasi mitigasi bencana pada masyarakat setempat.
"Urgensi mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami NTB, khususnya Pulau Lombok, merupakan wilayah rawan bencana gempa bumi dan tsunami mengacu pada pengalaman gempa Lombok 2018," ujarnya di Mataram, Minggu.
Ia mengatakan upaya membangun budaya tanggap dan tangguh bencana adalah prioritas bersama, untuk meminimalkan risiko korban jiwa maupun kerugian material.
"SLG adalah wadah edukasi dan penguatan kapasitas masyarakat, aparat, serta pemangku kepentingan terkait dalam mitigasi bencana," kata Abdul Hadi.
Baca juga: Pegawai PLN mengajar di sekolah darurat penyintas gempa bumi
Anggota DPR RI Dapil NTB 2 Pulau Lombok ini, menegaskan kegiatan ini mendorong kolaborasi multi-sektor mulai BMKG, BPBD, aparat pemerintah, dunia pendidikan, media, serta masyarakat.
"Melalui SLG diharapkan jalur evakuasi, sistem peringatan dini, dan prosedur tanggap darurat makin dikenal dan dipahami oleh masyarakat," terangnya.
Menurutnya, DPR RI khususnya Komisi V DPR RI berkomitmen terus mendorong peningkatan anggaran dan program mitigasi bencana, termasuk penguatan sistem peringatan dini BMKG dan kapasitas BPBD.
Baca juga: XL Axiata bangun gedung sekolah di Lombok Utara
Komitmen ini mendukung penguatan infrastruktur tangguh bencana (jalan evakuasi, tempat evakuasi sementara, penguatan bangunan publik).
"Harapan ke depan agar SLG tidak berhenti di tataran pelatihan, tetapi menjadi gerakan bersama di masyarakat NTB," ujarnya.
Selain itu, Abdul Hadi berharap agar kegiatan serupa diperluas ke seluruh kabupaten/kota di NTB. Tak hanya itu, ia juga meminta agar simulasi, sosialisasi, dan pembaruan peta risiko dilakukan secara berkala.
"Apresiasi kami berikan kepada BMKG, BPBD, pemerintah daerah, serta seluruh peserta telah terlibat dalam Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami. Sekaligus kami berharap agar peserta menjadi agen perubahan di komunitas masing-masing dalam membangun masyarakat yang siaga bencana," katanya.
Baca juga: Lombok Utara butuh Rp72 miliar memperbaiki sekolah rusak akibat gempa