Mataram (ANTARA) - Tersangka korupsi proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Aprialely Nirmala (AN) mengajukan pengalihan status tahanan kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kuasa hukum tersangka AN, Aan Ramadhan melalui sambungan telepon, Selasa, menyampaikan pihaknya sudah secara resmi pada hari ini mengajukan pengalihan status tahanan kepada KPK.
"Surat pengajuan tadi langsung kami serahkan ke jaksa KPK, kami ajukan agar ditahan atau paling tidak status tahanan klien kami bisa dialihkan dari tahanan rutan menjadi tahanan kota," kata Aan.
Baca juga: KPK tahan dua tersangka korupsi shelter tsunami di Bangsal Lombok Utara
Adapun pertimbangan dari pengajuan tersebut melihat status AN sebagai ibu rumah tangga dan masih aktif sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.
"Paling berat itu karena pekerjaannya, karena klien kami ini belum ada persiapan apa-apa, tiba-tiba ditahan. Jangan sampai adanya penahanan ini kemudian muncul masalah baru lagi dari tanggung jawab pekerjaannya yang tiba-tiba ditinggalkan," ujarnya.
Apabila surat pengalihan tersebut dikabulkan, Aan memastikan kliennya akan bersikap kooperatif dalam proses hukum yang kini sedang berjalan.
"Kami berani pastikan klien kami akan kooperatif tidak akan lari. Mau kemana lagi dia (tersangka AN), dia punya paspor semua masih diblokir. Bahkan setiap ada pemanggilan, klien kami selalu hadir, terakhir tanggal 30 Desember saat penahanan, klien kami ini menghadirkan diri ke KPK," ucap dia.
Baca juga: KPK periksa mantan pejabat NTB sidik korupsi shelter tsunami di KLU
Selain mengajukan pengalihan status tahanan, Aan menyampaikan pihaknya juga meminta kepada KPK agar proses hukum ini bisa segera masuk ke persidangan, mengingat status AN sebagai tersangka sudah sejak 20 bulan lalu pada tahun 2023.
"Kami sampaikan agar proses hukum ini bisa cepat berkasnya dikirim ke Pengadilan Negeri Mataram, biar bisa segera disidangkan, tidak berlarut-larut, karena kasihan klien kami di Jakarta ini hidup sendirian," kata Aan.
Lebih lanjut, Aan mengungkapkan bahwa progres penanganan kasus ini telah masuk tahap dua atau pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum KPK.
"Jadi, Senin (30/12) kemarin memang benar klien kami langsung ditahan oleh penyidik KPK dan benar hari ini sudah ditahap dua-kan ke jaksa KPK," ujarnya.
Baca juga: KPK sebut sebagian shelter tsunami roboh
Dia berharap dalam dua pekan ke depan, perkara yang kini berada di tangan jaksa penuntut umum tersebut sudah masuk ke meja persidangan.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon mengaku belum mengetahui adanya pengajuan pengalihan status tahanan tersangka AN.
"Saya belum terinfo terkait hal tersebut," kata Tessa.
KPK pada Senin (30/12) melakukan konferensi pers terkait penahanan tersangka AN bersama satu lagi bernama Agus Herijanto (AH) pensiunan BUMN Karya yang berperan sebagai kepala proyek pembangunan shelter tsunami yang lokasinya berada dekat dengan kawasan Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
Dalam keterangan resmi KPK melalui Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dengan didampingi juru bicara Tessa mahardhika Sugiarto menyebutkan bahwa perbuatan pidana AN yang saat itu sebagai Pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek shelter tsunami berkaitan dengan kualitas hasil pekerjaan.
Baca juga: BPBD NTB tunggu putusan pengadilan soal pemanfaatan shelter tsunami di KLU
Tersangka AN bertanggung jawab atas munculnya penurunan spesifikasi material bangunan yang tidak melalui proses kajian sesuai dengan rencana pekerjaan pembangunan shelter tsunami tahan gempa dengan kekuatan 9 Skala Richter (SR).
Kurangnya kekuatan bangunan ini terlihat dari insiden gempa berkekuatan 7,0 SR yang terjadi pada 5 Agustus 2018. Kondisi Shelter tsunami akibat gempa tersebut mengalami kerusakan yang memprihatinkan sehingga tidak bisa dimanfaatkan sesuai perencanaan awal.
Hal itu turut diperkuat dengan hasil penilaian fisik tim ahli konstruksi dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Karena tidak dapat dimanfaatkan, hasil audit lembaga auditor menyimpulkan kerugian keuangan negara dari proyek tersebut sebagai total loss dengan nilai mencapai Rp19 miliar.
Dengan menemukan alat bukti tersebut, penyidik KPK kemudian menetapkan AN bersama AH sebagai tersangka pada medio tahun 2023.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini dikerjakan pada tahun 2014 hasil kerja sama Kementerian PUPR RI dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai desain teknis.
Baca juga: Shelter Tsunami di Lombok Utara nasibmu kini
Shelter Tsunami yang berada di Kabupaten Lombok Utara tersebut merupakan salah satu dari 12 proyek pembangunan skala nasional yang berlangsung pada periode 2014--2015.
Oleh karena itu, proyek ini dikerjakan dengan dana APBN. Pemerintah kala itu menyiapkan pagu anggaran untuk proyek ini sebesar mencapai Rp20,9 miliar. Lelang proyek ini kemudian dimenangkan PT Waskita Karya dengan harga penawaran Rp19 miliar.
Adapun konsultan perencana dari gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut adalah PT Qorina Konsultan Indonesia dengan konsultan pengawas dari CV Adi Cipta.
Serah terima pekerjaan proyek shelter tsunami kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Utara ini berlangsung pada tahun 2017.