Tajuk ANTARA NTB - Bara yang meletup di lintas Bima-Sumbawa

id Tajuk ANTARA NTB,Bara yang meletup ,Bima--Sumbawa,bentrok warga,tawuran pelajar Oleh Abdul Hakim

Tajuk ANTARA NTB - Bara yang meletup di lintas Bima-Sumbawa

Tampak ketegangan antar kelompok warga dan aparat TNI-Polri, saat membuka blokade jalan di Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (6/12/2025). (ANTARA/Istimewa)

Mataram (ANTARA) - Ketegangan yang pecah di Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, memperlihatkan betapa rapuhnya ruang sosial ketika dinamika remaja dan keresahan warga bertemu dalam satu waktu.

Tawuran pelajar SMAN 2 Bolo yang merembet menjadi konflik dua desa bukan sekadar insiden reaktif, melainkan cermin rentannya struktur sosial yang belum sepenuhnya terkelola.

Blokade jalan lintas Bima-Sumbawa oleh warga Darussalam dan Sonco menjadi simbol paling kasatmata dari kegelisahan publik. Jalan yang seharusnya menghubungkan justru menjadi arena protes, dibendung kayu, batu, dan ban terbakar sebagai pelampiasan rasa frustrasi.

Aksi itu menunjukkan bahwa bagi sebagian warga, ruang dialog yang tersedia tidak cukup mampu menampung kegelisahan mereka.

Saat aparat berusaha membuka akses jalan dan mengendalikan situasi, bentrokan tak terhindarkan. Dua anggota kepolisian terluka akibat lemparan batu, sementara seorang warga mengalami luka yang belum dipastikan penyebabnya.

Ketegangan yang merambat hingga ke rumah-rumah membuat warga memilih menutup diri, memunculkan rasa takut yang merayap pelan namun nyata.

Insiden ini bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Di wilayah Bima dan sejumlah daerah lain, konflik yang bermula dari persoalan kecil kerap berkembang menjadi pertikaian komunal.

Ketika ketidakpuasan bertemu solidaritas kelompok, percikan kecil mampu menyalakan api besar. Rivalitas lama, kondisi sosial yang rapuh, serta lemahnya rantai komunikasi antara warga dan aparat turut mempercepat penyebaran konflik.

Blokade jalan dalam konteks ini memberikan pelajaran penting. Jalan raya adalah ruang publik yang strategis. Ia mencerminkan mobilitas, konektivitas, dan kepercayaan pada negara. Ketika jalan ditutup, pesan yang disampaikan jelas: ada rasa tidak puas, ada tuntutan keadilan yang dianggap tidak segera ditangani.

Warga kedua desa sama-sama menuntut pelaku penganiayaan siswa segera ditangkap, menunjukkan bahwa keadilan yang lambat dipersepsikan sebagai keadilan yang tak berpihak.

Penanganan aparat yang akhirnya berhasil membuka blokade memang meredakan situasi, tetapi meninggalkan catatan penting. Gesekan fisik dan luka sosial yang timbul membutuhkan pemulihan.

Trauma dan kecurigaan yang tertanam bisa menjadi bara yang sewaktu-waktu kembali menyala jika tidak diselesaikan dengan pendekatan yang lebih damai dan komunikatif.

Dalam lingkup pendidikan, tawuran pelajar memaparkan persoalan mendasar mengenai pembentukan karakter. Sekolah perlu menjadi ruang yang tidak hanya mengajarkan wawasan akademik, tetapi juga keterampilan sosial, pengendalian emosi, dan nilai kebangsaan.

Ketika remaja tumbuh di lingkungan yang mudah tersulut konflik, mereka cenderung meniru pola penyelesaian masalah yang destruktif. Peran guru, orang tua, dan komunitas menjadi sangat krusial dalam mencegah lahirnya siklus kekerasan berikutnya.

Peristiwa di Bolo membuka ruang refleksi. Ada beberapa langkah yang harus diperkuat agar konflik serupa tidak berulang. Pertama, penguatan komunikasi publik yang cepat, jelas, dan transparan agar warga tidak terjebak dalam ruang spekulasi.

Kedua, forum mediasi komunitas perlu hidup kembali untuk menangani gesekan sejak dini. Ketiga, sekolah harus menjadi pusat pembentukan karakter dan literasi sosial.

Keempat, ruang publik seperti jalan raya harus dijaga sebagai ruang aman, dan aspirasi warga sebaiknya disalurkan melalui mekanisme yang lebih konstruktif.

Bima memiliki sejarah panjang solidaritas dan kekuatan komunitas. Nilai itu dapat menjadi modal penting untuk membangun budaya damai. Ketegangan yang pecah di Bolo menjadi pengingat bahwa kekerasan mudah muncul ketika jaringan sosial melemah.

Namun ia juga membuka peluang bagi semua pihak untuk memperbaiki komunikasi, memperkuat solidaritas, dan meneguhkan kembali nilai-nilai kebangsaan yang mempersatukan.

Jalan yang sempat tertutup telah kembali dibuka, tetapi jalan menuju kepercayaan sosial perlu terus dirawat bersama.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - LCC dan jejak tata kelola yang hilang
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kasus NCC dan warisan kelalaian
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menakar ulang keadilan di kasasi Agus
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Rumah rakyat NTB di tengah badai gratifikasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mencari keseimbangan pembangunan NTB
Baca juga: Buku 'Dari Api ke Aksara' lahir dari ruang redaksi ANTARA NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Luka sunyi perempuan di Bumi Gora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Jejak efisiensi pupuk di NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Saat pekerja wisata NTB belum aman



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.