Mataram (ANTARA) - Bangunan yang berdiri tanpa denyut fungsi selalu menyimpan cerita tentang sistem yang tidak bekerja. Lombok City Center (LCC) menjadi salah satu contoh paling telak bagaimana ambisi pembangunan dapat kehilangan arah ketika tata kelola, pengawasan, dan regulasi tidak bergerak seirama.
Putusan banding yang memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Tripat, Lalu Azril Sopandi, mengguncang kembali ingatan publik bahwa proyek besar ini tidak runtuh karena kurangnya modal atau minat pasar, tetapi oleh kelalaian sistemis yang memungkinkan aset publik meluncur ke wilayah abu-abu.
Di balik angka kerugian Rp22,7 miliar, sengkarut Hak Guna Bangunan (HGB)Nomor 01 seluas 4,8 hektare, dan kredit ratusan miliar rupiah yang menjerat PT Bliss Pembangunan Sejahtera, terdapat jejak panjang tata kelola yang tidak disiapkan untuk menghadapi kompleksitas kerja sama pemerintah–swasta.
Perkara hukum LCC telah menyingkap satu hal mendasar: ketika pencatatan aset tidak disiplin sejak awal, regulasi yang seharusnya melindungi justru dapat saling bertabrakan.
Model kerja sama operasional (KSO) antara PT Tripat dan PT Bliss sejak 2013 menjadi titik mula benang kusut. Skema yang seharusnya saling menguntungkan berubah menjadi ruang tak bertuan karena pengawasan yang longgar.
Fakta persidangan menunjukkan bahwa tanah penyertaan modal PT Tripat, yang menjadi dasar kredit ke Bank Sinarmas, diagunkan tanpa mekanisme kontrol yang memadai. Di titik inilah kerugian negara dihitung, sementara penyitaan sertifikat hanya memulihkan sebagian jejak kerusakan.
Perdebatan hukum dalam perkara banding mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony, menghadirkan lapisan lain persoalan. Apakah lahan itu masih berstatus barang milik daerah atau telah sepenuhnya menjadi aset korporasi PT Tripat?
Perdebatan tersebut membuka mata terhadap minimnya standardisasi aset BUMD serta bagaimana regulasi antarlevel, mulai dari Permendagri hingga Undang-Undang Perseroan Terbatas, dapat saling bertabrakan ketika pencatatan aset tidak dilakukan dengan benar sejak awal.
Dari sini, satu pelajaran besar muncul bahwa sebuah proyek investasi berbasis aset publik tak boleh berjalan tanpa kejelasan status sejak hari pertama.
Nilai strategis perkara LCC tidak berhenti pada vonis. Ia adalah meja evaluasi bagi pemerintah daerah untuk membenahi sistemnya. Audit aset berbasis digital dengan histori kepemilikan yang transparan menjadi kebutuhan mendesak.
Setiap perubahan status, pengalihan, atau agunan harus tercatat rapi dan dapat ditelusuri publik. Tanpa itu, ruang penyimpangan akan selalu tersedia.
Verifikasi kelayakan dalam setiap kerja sama pemerintah–swasta juga harus diperketat. Kasus LCC menunjukkan bahwa kemampuan finansial mitra, struktur permodalan, hingga risiko pembiayaan pihak ketiga sering kali luput ditelaah.
BUMD sebagai ujung tombak investasi harus diperkuat secara kelembagaan; profesionalisme tata kelola adalah keharusan, bukan pilihan.
Penanganan korupsi semestinya tidak berhenti pada penghukuman pelaku. Pemulihan aset dan perencanaan pemanfaatannya menjadi langkah krusial agar bangunan yang kini berada di bawah hak Bank Sinarmas tidak kembali menjadi monumen dari kegagalan.
Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa restrukturisasi aset benar-benar menghasilkan manfaat, bukan sekadar memindahkan beban.
Kasus LCC akhirnya menjadi cermin bahwa pembangunan yang baik bukan soal besar kecilnya investasi, tetapi soal bagaimana aset publik dijaga, dicatat, dan diputuskan dengan penuh kehati-hatian.
Kepercayaan publik hanya dapat tumbuh dari tata kelola yang jujur dan terbuka. Jika ada hikmah dari semua ini, maka ia terletak pada keberanian menata ulang sistem—agar arah kota tidak lagi hilang di balik beton.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kasus NCC dan warisan kelalaian
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menakar ulang keadilan di kasasi Agus
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Rumah rakyat NTB di tengah badai gratifikasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mencari keseimbangan pembangunan NTB
Baca juga: Buku 'Dari Api ke Aksara' lahir dari ruang redaksi ANTARA NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Luka sunyi perempuan di Bumi Gora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Jejak efisiensi pupuk di NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Saat pekerja wisata NTB belum aman
