Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menjatuhkan vonis terhadap Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM) Aryanto Prametu yang menjadi terdakwa korupsi dalam pengadaan benih jagung varietas hibrida III dengan hukuman delapan tahun penjara.
"Dengan ini menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Aryanto Prametu selama delapan tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Catur Bayu Sulistiyo membacakan putusan terdakwa Aryanto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin petang.
Hakim dalam putusannya juga menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Aryanto sebanyak Rp400 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Apabila tidak dibayarkan diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan," ujarnya.
Hakim juga turut membebankan terdakwa Aryanto membayar uang pengganti kerugian negara sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB senilai Rp7,87 miliar.
"Apabila tidak diganti dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan inkracht, maka asetnya akan disita untuk menutupi kerugian negara," ucap dia.
Jika harta benda terdakwa tidak juga mencukupi untuk menutup kerugian negara, maka hakim mewajibkannya untuk mengganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Terdakwa Aryanto dinyatakan Hakim terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sesuai isi dakwaan primer.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Aryanto sembilan tahun penjara dengan denda Rp600 juta subsider empat bulan.
Jaksa penuntut umum juga menuntut terdakwa membayar Rp7,87 miliar sebagai uang pengganti atau subsider empat tahun penjara.
Pertimbangan hakim menjatuhkan vonis hukuman lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa, perihal adanya pemulihan keuangan negara saat kasusnya masih di tangan penyidikan jaksa senilai Rp7,5 miliar. Nilai pemulihan tersebut sesuai dengan temuan awal dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian RI.
Namun dalam putusan hakim, angka kerugian negara dilihat dari hasil audit BPKP NTB yang merilis Rp15,4 miliar dari nilai pengadaan 480 ton benih jagung senilai Rp17,25 miliar.
"Penyetoran ke Distanbun NTB terhitung sebagai pengembalian kerugian negara," kata Catur.
Dalam kesempatan tersebut, kedua belah pihak, jaksa penuntut umum maupun terdakwa, menyatakan pikir-pikir terhadap putusan Hakim tersebut.
"Dengan ini menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Aryanto Prametu selama delapan tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Catur Bayu Sulistiyo membacakan putusan terdakwa Aryanto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin petang.
Hakim dalam putusannya juga menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Aryanto sebanyak Rp400 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Apabila tidak dibayarkan diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan," ujarnya.
Hakim juga turut membebankan terdakwa Aryanto membayar uang pengganti kerugian negara sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB senilai Rp7,87 miliar.
"Apabila tidak diganti dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan inkracht, maka asetnya akan disita untuk menutupi kerugian negara," ucap dia.
Jika harta benda terdakwa tidak juga mencukupi untuk menutup kerugian negara, maka hakim mewajibkannya untuk mengganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Terdakwa Aryanto dinyatakan Hakim terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sesuai isi dakwaan primer.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Aryanto sembilan tahun penjara dengan denda Rp600 juta subsider empat bulan.
Jaksa penuntut umum juga menuntut terdakwa membayar Rp7,87 miliar sebagai uang pengganti atau subsider empat tahun penjara.
Pertimbangan hakim menjatuhkan vonis hukuman lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa, perihal adanya pemulihan keuangan negara saat kasusnya masih di tangan penyidikan jaksa senilai Rp7,5 miliar. Nilai pemulihan tersebut sesuai dengan temuan awal dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian RI.
Namun dalam putusan hakim, angka kerugian negara dilihat dari hasil audit BPKP NTB yang merilis Rp15,4 miliar dari nilai pengadaan 480 ton benih jagung senilai Rp17,25 miliar.
"Penyetoran ke Distanbun NTB terhitung sebagai pengembalian kerugian negara," kata Catur.
Dalam kesempatan tersebut, kedua belah pihak, jaksa penuntut umum maupun terdakwa, menyatakan pikir-pikir terhadap putusan Hakim tersebut.