Mataram (ANTARA) - Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah Rumah Pangan Kita (UMKM RPK) di bawah binaan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Provinsi Nusa Tenggara Barat siap membantu Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjual minyak goreng bersubsidi ke masyarakat.
Pimpinan Wilayah Bulog NTB Abdul Muis S. Ali di Mataram, Jumat, menyebutkan jumlah RPK binaannya sebanyak 1.136 unit, tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB.
"Jaringan RPK Bulog menyebar sampai tingkat desa, kelurahan, dusun, rukun tetangga dan rukun warga, dampak mereka luar biasa dalam membantu perekonomian daerah," katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng dengan harga setara Rp14.000 liter. Kebijakan minyak goreng satu harga merupakan upaya lanjutan pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Melalui kebijakan tersebut, seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual dengan harga setara Rp14.000/liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), telah menyiapkan dana sebesar Rp7,6 triliun yang akan digunakan untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan bagi masyarakat sebesar 250 juta liter per bulan atau sebanyak 1,5 miliar liter selama enam bulan.
Abdul mengatakan pihaknya masih menunggu informasi dari Bulog Pusat terkait pelibatan menyalurkan minyak goreng bersubsidi sebanyak 10 juta liter dari total 1,5 miliar liter selama enam bulan ke depan.
"Pelibatan UMKM dalam program minyak goreng satu harga itu akan menjadikan uang negara triliunan rupiah akan dinikmati oleh rakyat di tingkat bawah, tidak hanya perusahaan swasta yang sudah besar," ujarnya.
Menurut dia, pelibatan Bulog yang memiliki jaringan pemasaran hingga ke pelosok desa dengan menggandeng pelaku UMKM, merupakan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 48 tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
"Sesuai inpres itu, Bulog diberi kewenangan untuk menjaga stabilitas harga pangan, khususnya minyak goreng, gula pasir, dan beras. Jadi inpres itu harus diaktualisasikan. Bulog adalah instrumen negara bila terjadi instabilitas harga," kata Abdul.
Pimpinan Wilayah Bulog NTB Abdul Muis S. Ali di Mataram, Jumat, menyebutkan jumlah RPK binaannya sebanyak 1.136 unit, tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB.
"Jaringan RPK Bulog menyebar sampai tingkat desa, kelurahan, dusun, rukun tetangga dan rukun warga, dampak mereka luar biasa dalam membantu perekonomian daerah," katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng dengan harga setara Rp14.000 liter. Kebijakan minyak goreng satu harga merupakan upaya lanjutan pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Melalui kebijakan tersebut, seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual dengan harga setara Rp14.000/liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), telah menyiapkan dana sebesar Rp7,6 triliun yang akan digunakan untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan bagi masyarakat sebesar 250 juta liter per bulan atau sebanyak 1,5 miliar liter selama enam bulan.
Abdul mengatakan pihaknya masih menunggu informasi dari Bulog Pusat terkait pelibatan menyalurkan minyak goreng bersubsidi sebanyak 10 juta liter dari total 1,5 miliar liter selama enam bulan ke depan.
"Pelibatan UMKM dalam program minyak goreng satu harga itu akan menjadikan uang negara triliunan rupiah akan dinikmati oleh rakyat di tingkat bawah, tidak hanya perusahaan swasta yang sudah besar," ujarnya.
Menurut dia, pelibatan Bulog yang memiliki jaringan pemasaran hingga ke pelosok desa dengan menggandeng pelaku UMKM, merupakan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 48 tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
"Sesuai inpres itu, Bulog diberi kewenangan untuk menjaga stabilitas harga pangan, khususnya minyak goreng, gula pasir, dan beras. Jadi inpres itu harus diaktualisasikan. Bulog adalah instrumen negara bila terjadi instabilitas harga," kata Abdul.