Mataram (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Mataram meminta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) memfasilitasi adanya solusi sementara terhadap penertiban nelayan asal Kota Mataram di Pantai Senggigi, Kabupaten Lombok Barat.
"Dalam masalah ini kita berharap pihak provinsi bisa memfasilitasi solusinya, sebab ini sudah menyangkut dua wilayah," kata Kepala DKP Kota Mataram Irwan Harimansyah di Mataram, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi penertiban nelayan asal Kota Mataram yang memarkir perahunya di kawasan Pantai Senggigi, Kamis (24/2), karena dinilai mengganggu kebersihan serta estetika kawasan wisata dan hingga kini belum ada solusinya.
Menurut Irwan, sampai saat ini Kota Mataram memang belum memiliki lokasi penambatan perahu untuk ratusan nelayan ketika terjadi musim angin barat, karena kondisi perairan di wilayah Mataram tidak memungkinkan dan sering kali terjadi gelombang pasang.
"Jadi ketika musim angin barat, sekitar 200-an nelayan Kota Mataram menambatkan perahu di wilayah Senggigi dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun," katanya.
Hanya saja akhir-akhir ini, katanya, muncul masalah nelayan Mataram dinilai mengganggu kebersihan serta estetika kawasan wisata.
Informasinya nelayan sering buang air besar sembarangan dan menggunakan alat seadanya untuk membuat tenda sehingga terkesan kumuh dan semrawut.
Karena itu pihaknya mendesak agar pemerintah provinsi dapat mengkomunikasikan agar nelayan Mataram setidaknya bisa tetap menambatkan perahunya hingga akhir Maret ini atau setelah musim angin barat selesai.
"Selain itu solusi jangka panjang diharapkan pemprov mendesak Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk segera membuat pemecah gelombang (breakwater) di perairan Meninting hingga Ampenan agar nelayan aman menambatkan perahu saat musim angin barat," katanya.
Di sisi lain Irwan mengimbau kepada ratusan nelayan agar tetap tenang, tidak anarkis, jaga kebersihan dan estetika kawasan wisata, agar tidak mengganggu wisatawan.
"Kita menghormati apa yang menjadi regulasi dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Namun kita berharap juga Lombok Barat dapat memahami kondisi Kota Mataram saat ini," katanya.
"Dalam masalah ini kita berharap pihak provinsi bisa memfasilitasi solusinya, sebab ini sudah menyangkut dua wilayah," kata Kepala DKP Kota Mataram Irwan Harimansyah di Mataram, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi penertiban nelayan asal Kota Mataram yang memarkir perahunya di kawasan Pantai Senggigi, Kamis (24/2), karena dinilai mengganggu kebersihan serta estetika kawasan wisata dan hingga kini belum ada solusinya.
Menurut Irwan, sampai saat ini Kota Mataram memang belum memiliki lokasi penambatan perahu untuk ratusan nelayan ketika terjadi musim angin barat, karena kondisi perairan di wilayah Mataram tidak memungkinkan dan sering kali terjadi gelombang pasang.
"Jadi ketika musim angin barat, sekitar 200-an nelayan Kota Mataram menambatkan perahu di wilayah Senggigi dan ini sudah berlangsung bertahun-tahun," katanya.
Hanya saja akhir-akhir ini, katanya, muncul masalah nelayan Mataram dinilai mengganggu kebersihan serta estetika kawasan wisata.
Informasinya nelayan sering buang air besar sembarangan dan menggunakan alat seadanya untuk membuat tenda sehingga terkesan kumuh dan semrawut.
Karena itu pihaknya mendesak agar pemerintah provinsi dapat mengkomunikasikan agar nelayan Mataram setidaknya bisa tetap menambatkan perahunya hingga akhir Maret ini atau setelah musim angin barat selesai.
"Selain itu solusi jangka panjang diharapkan pemprov mendesak Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk segera membuat pemecah gelombang (breakwater) di perairan Meninting hingga Ampenan agar nelayan aman menambatkan perahu saat musim angin barat," katanya.
Di sisi lain Irwan mengimbau kepada ratusan nelayan agar tetap tenang, tidak anarkis, jaga kebersihan dan estetika kawasan wisata, agar tidak mengganggu wisatawan.
"Kita menghormati apa yang menjadi regulasi dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Namun kita berharap juga Lombok Barat dapat memahami kondisi Kota Mataram saat ini," katanya.