Mataram (ANTARA) - Berkas perkara milik tersangka penyebar hoaks atau kabar bohong perihal bantuan pemerintah untuk masyarakat dalam penyaluran dana Rp2 triliun dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat.
"Iya, sesuai hasil penelitian jaksa, berkas untuk tersangka SS (inisial) sudah P-21, sudah dinyatakan lengkap," kata Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di Mataram, Selasa.
Dalam berkas yang dinyatakan lengkap tersebut, jelasnya, jaksa peneliti tidak ada merubah sangkaan pidana tersangka SS.
"Jadi sangkaan pidana tidak ada yang berubah. Apa yang dicantumkan penyidik dalam berkas, itu yang di P-21," ujarnya.
Dengan status perkara dinyatakan lengkap, Artanto mengatakan bahwa penyidik akan menindaklanjuti perkara ini ke tahap akhir penanganan kepolisian, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
"Untuk teknis pelimpahan, nantinya seperti apa, itu kewenangan penyidik, kami belum dapat informasi lebih lanjut," ucap dia.
Tersangka SS merupakan Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani yang kini terancam hukuman penjara 10 tahun.
Ancaman itu sesuai Pasal 14 ayat 1,2 dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang mengatur tentang sangkaan pidana penyebar berita bohong.
Selain sangkaan tersebut, penyidik kepolisian juga menerapkan Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk sangkaan pasal ini masih berkaitan dengan penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan di tengah masyarakat.
Ancaman pidana dari dugaan itu tertera dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Ancaman pidana juga disangkakan kepada SS perihal pendistribusian informasi yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik, dalam hal ini tudingan ke pemerintah yang menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Sangkaan tersebut sesuai dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk ancaman pidananya, hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, sesuai Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam berkas perkara, jelasnya, penyidik siber telah meyakini seluruh alat bukti yang menguatkan peran tersangka berinisial SS, dalam kapasitas sebagai Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani telah rampung.
Materi berkas perkaranya, tidak terlepas dari konten "YouTube" diduga milik SS berjudul "Konferensi Pers KSU Rinjani". Dalam konten tersebut, SS diduga menuding pemerintah menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Hal demikian yang kemudian menjadi motif SS menyebutkan program penyaluran KSU Rinjani yang menjanjikan bantuan tiga ekor sapi dengan anggaran Rp100 juta untuk setiap anggota, terhambat.
Unggahan itu yang diduga menimbulkan reaksi dari sejumlah anggota KSU Rinjani, melakukan unjuk rasa ke Pemprov NTB, menuntut agar program tiga ekor sapi dari dana PEN itu segera disalurkan.
Dalam persoalan tersebut, Artanto memastikan bahwa tim siber telah meminta klarifikasi kepada pihak pemerintah. Klarifikasi itu diperoleh sejak kasusnya masih ditangani di tahap penyelidikan.
Dari klarifikasi, pemerintah telah menyatakan tidak ada program atau anggaran demikian, baik dari pusat maupun daerah.
Pernyataan klarifikasi dari pemerintah itu pun dikatakan Artanto telah dikuatkan dengan pemeriksaan data dan program yang sedang maupun akan berjalan.
Selain bukti dari klarifikasi, penetapan SS sebagai tersangka juga dikuatkan dengan keterangan ahli di bidang bahasa maupun informasi dan transaksi elektronik.
"Iya, sesuai hasil penelitian jaksa, berkas untuk tersangka SS (inisial) sudah P-21, sudah dinyatakan lengkap," kata Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto di Mataram, Selasa.
Dalam berkas yang dinyatakan lengkap tersebut, jelasnya, jaksa peneliti tidak ada merubah sangkaan pidana tersangka SS.
"Jadi sangkaan pidana tidak ada yang berubah. Apa yang dicantumkan penyidik dalam berkas, itu yang di P-21," ujarnya.
Dengan status perkara dinyatakan lengkap, Artanto mengatakan bahwa penyidik akan menindaklanjuti perkara ini ke tahap akhir penanganan kepolisian, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
"Untuk teknis pelimpahan, nantinya seperti apa, itu kewenangan penyidik, kami belum dapat informasi lebih lanjut," ucap dia.
Tersangka SS merupakan Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani yang kini terancam hukuman penjara 10 tahun.
Ancaman itu sesuai Pasal 14 ayat 1,2 dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang mengatur tentang sangkaan pidana penyebar berita bohong.
Selain sangkaan tersebut, penyidik kepolisian juga menerapkan Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk sangkaan pasal ini masih berkaitan dengan penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan di tengah masyarakat.
Ancaman pidana dari dugaan itu tertera dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Ancaman pidana juga disangkakan kepada SS perihal pendistribusian informasi yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik, dalam hal ini tudingan ke pemerintah yang menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Sangkaan tersebut sesuai dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk ancaman pidananya, hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, sesuai Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam berkas perkara, jelasnya, penyidik siber telah meyakini seluruh alat bukti yang menguatkan peran tersangka berinisial SS, dalam kapasitas sebagai Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani telah rampung.
Materi berkas perkaranya, tidak terlepas dari konten "YouTube" diduga milik SS berjudul "Konferensi Pers KSU Rinjani". Dalam konten tersebut, SS diduga menuding pemerintah menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Hal demikian yang kemudian menjadi motif SS menyebutkan program penyaluran KSU Rinjani yang menjanjikan bantuan tiga ekor sapi dengan anggaran Rp100 juta untuk setiap anggota, terhambat.
Unggahan itu yang diduga menimbulkan reaksi dari sejumlah anggota KSU Rinjani, melakukan unjuk rasa ke Pemprov NTB, menuntut agar program tiga ekor sapi dari dana PEN itu segera disalurkan.
Dalam persoalan tersebut, Artanto memastikan bahwa tim siber telah meminta klarifikasi kepada pihak pemerintah. Klarifikasi itu diperoleh sejak kasusnya masih ditangani di tahap penyelidikan.
Dari klarifikasi, pemerintah telah menyatakan tidak ada program atau anggaran demikian, baik dari pusat maupun daerah.
Pernyataan klarifikasi dari pemerintah itu pun dikatakan Artanto telah dikuatkan dengan pemeriksaan data dan program yang sedang maupun akan berjalan.
Selain bukti dari klarifikasi, penetapan SS sebagai tersangka juga dikuatkan dengan keterangan ahli di bidang bahasa maupun informasi dan transaksi elektronik.