Badung (ANTARA) - Direktur Biro Krisis Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Asako Okai mengatakan pihaknya mengandalkan kepemimpinan Indonesia di G20 untuk membawa isu kebencanaan dan menggalang aksi global dalam mengurangi dampak bencana.
Ia meyakini Indonesia mampu menggerakkan negara-negara di dunia, termasuk anggota G20, untuk mewujudkan komitmen kebencanaan menuju aksi yang konkret.
"Saya yakin presidensi Indonesia di G20 dapat mengangkat komitmen bersama memperkuat aksi mengurangi dampak akibat bencana, termasuk di antaranya pandemi, dan berbagai jenis krisis lainnya," kata Okai menjawab pertanyaan ANTARA saat ditemui usai pembukaan World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 di Nusa Dua, Bali, Senin.
Ia mengatakan dunia saat ini membutuhkan kepemimpinan yang mampu menggalang aksi nyata, terutama dalam kesiapsiagaan bencana.
"Kami mengandalkan kepemimpinan Indonesia (di G20), karena yang saat ini kita butuhkan adalah kepemimpinan dan aksi kolektif yang nyata. Kami berharap pemerintah Indonesia dapat menyatukan seluruh pihak untuk bergerak dan tidak hanya berbicara," kata dia.
Okai mengatakan banyak negara mulai menyadari pentingnya kesiapsiagaan bencana sejak terjadinya bencana tsunami di Aceh, Indonesia, pada 2004.
Baca juga: UNDP bantu bangun saluran kawasan mata air Lokok Greneng Lombok Utara
"Sejak saat ini dunia mulai bergerak, terutama dalam membangun sektor kesiapsiagaan (bencana), dan banyak hal dibuat mulai dari rencana aksi nasional, rencana turunannya di sub-nasional, sampai rencana di tingkat komunitas. Namun, masih banyak hal yang perlu dilakukan," katanya.
Oleh karena itu, UNDP bersama Bank Dunia, Uni Eropa, dan International Recovery Platform (IRP) kembali menggelar World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 pada 23--24 Mei 2022.
Penyelenggaraan WRC tahun ini jadi rangkaian kegiatan pra-GPDRR (Global Platform for Disaster Risk Reduction) yang juga digelar di Bali pada 25--28 Mei 2022.
Pertemuan WRC itu mencakup sejumlah diskusi teknis dan diskusi panel yang di antaranya membahas upaya negara-negara memulihkan sektor sosial ekonomi akibat krisis pandemi COVID-19.
Isu lain yang dibahas adalah pendanaan program-program pemulihan dan kesiapsiagaan bencana, terutama dalam mewujudkan dunia yang mampu cepat pulih dari krisis (resilience), serta lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Ia meyakini Indonesia mampu menggerakkan negara-negara di dunia, termasuk anggota G20, untuk mewujudkan komitmen kebencanaan menuju aksi yang konkret.
"Saya yakin presidensi Indonesia di G20 dapat mengangkat komitmen bersama memperkuat aksi mengurangi dampak akibat bencana, termasuk di antaranya pandemi, dan berbagai jenis krisis lainnya," kata Okai menjawab pertanyaan ANTARA saat ditemui usai pembukaan World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 di Nusa Dua, Bali, Senin.
Ia mengatakan dunia saat ini membutuhkan kepemimpinan yang mampu menggalang aksi nyata, terutama dalam kesiapsiagaan bencana.
"Kami mengandalkan kepemimpinan Indonesia (di G20), karena yang saat ini kita butuhkan adalah kepemimpinan dan aksi kolektif yang nyata. Kami berharap pemerintah Indonesia dapat menyatukan seluruh pihak untuk bergerak dan tidak hanya berbicara," kata dia.
Okai mengatakan banyak negara mulai menyadari pentingnya kesiapsiagaan bencana sejak terjadinya bencana tsunami di Aceh, Indonesia, pada 2004.
Baca juga: UNDP bantu bangun saluran kawasan mata air Lokok Greneng Lombok Utara
"Sejak saat ini dunia mulai bergerak, terutama dalam membangun sektor kesiapsiagaan (bencana), dan banyak hal dibuat mulai dari rencana aksi nasional, rencana turunannya di sub-nasional, sampai rencana di tingkat komunitas. Namun, masih banyak hal yang perlu dilakukan," katanya.
Oleh karena itu, UNDP bersama Bank Dunia, Uni Eropa, dan International Recovery Platform (IRP) kembali menggelar World Reconstruction Conference (WRC) ke-5 pada 23--24 Mei 2022.
Penyelenggaraan WRC tahun ini jadi rangkaian kegiatan pra-GPDRR (Global Platform for Disaster Risk Reduction) yang juga digelar di Bali pada 25--28 Mei 2022.
Pertemuan WRC itu mencakup sejumlah diskusi teknis dan diskusi panel yang di antaranya membahas upaya negara-negara memulihkan sektor sosial ekonomi akibat krisis pandemi COVID-19.
Isu lain yang dibahas adalah pendanaan program-program pemulihan dan kesiapsiagaan bencana, terutama dalam mewujudkan dunia yang mampu cepat pulih dari krisis (resilience), serta lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.