Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo meminta para orang tua untuk mewaspadai pelecehan seksual melalui modus grooming.

“Saat ini, pelecehan seksual dengan modus grooming di media sosial menyasar anak-anak. Ini perlu diwaspadai, karena tidak semua orang tua familiar dengan media sosial,” ujar Giwo pada acara halal bihalal Kowani di Jakarta, Jumat.

Grooming merupakan modus pelecehan seksual yang mana pelaku melakukan pendekatan dengan korban. Saat ini, banyak anak kecil yang sudah memiliki akun media sosial. Hal itu menjadikan anak sasaran empuk dengan modus pelecehan seksual tersebut.

Giwo menambahkan belum lama ini Polda Surabaya berhasil mengungkap terjadinya kasus kejahatan seksual grooming dengan korban sebanyak 1.300 anak.

Baca juga: Pemkab Lombok Tengah dorong perlindungan perempuan dan anak

Giwo yang juga Vice President International Council of Woman (ICW) menyebutkan bahwa kejahatan seksual dengan modus grooming selama ini menjadi bentuk kejahatan yang sulit untuk dikenali oleh orang tua maupun masyarakat. Sebab, pelaku menyembunyikan kejahatannya dengan sikap yang sangat ramah kepada anak yang menjadi calon korban.

Pelaku membangun kedekatan dengan anak-anak tidak hanya dalam satu atau dua hari, bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan hitungan tahun.

“Apalagi, kini menggunakan media sosial. Tentu ini akan jauh lebih sulit bagi orang tua untuk mendeteksinya sejak awal,” tambah Giwo.

Media sosial menjadi hal lumrah dan banyak diakses oleh anak-anak. Mereka bahkan memiliki akun pribadi yang kadangkala orang tua tidak mengerti atau tidak mengetahuinya.

Akses terhadap media sosial itu kemudian dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan grooming untuk menyasar korbannya di kalangan anak-anak.

“Mereka sering menggunakan akun palsu yang mencatut nama atau foto orang yang sangat familiar dengan anak-anak. Kadang guru, kadang publik figur, artis atau tokoh yang banyak diidolakan oleh anak-anak. Dengan figur-figur yang dikenal anak, pelaku akan jauh lebih mudah untuk menarik simpati dan perhatian anak-anak. Apalagi, melalui media sosial, komunikasi bisa dilakukan pelaku kapan saja, tidak terbatas oleh waktu dan tempat,” katanya.

Untuk mendapatkan simpati sang anak, pelaku juga tak segan memuji-muji korban, bersikap ramah, bersedia menampung keluh kesah anak dan menjadi teman curahan hati anak. Komunikasi yang dilakukan secara intensif itu lambat laun akan membuat hubungan keterikatan antara anak dengan pelaku.

“Ini yang dilakukan oleh pelaku berinisial PR di Surabaya. Pelaku menggunakan akun palsu dengan foto dan nama guru. Lalu mengikuti anak-anak yang diincarnya satu per satu melalui media sosial instagram,” tambah Giwo.

Saat sudah terbangun 'kedekatan' dengan anak, pelaku akan meminta anak berfoto atau merekam video cabul, baik dengan cara yang santun maupun memaksa dan penuh ancaman.

“Dampak kejahatan grooming ini amat serius, karena anak korban kejahatan grooming bisa menunjukkan gejala psikologis yang memburuk, emosi yang tidak terkontrol dan gangguan secara fisik. Anak menjadi lebih sensitif dan suka menyendiri,” ucapnya.

Oleh karena itu, Giwo mengimbau orang tua untuk mewaspadai serta tidak mudah percaya pada orang asing yang memiliki hubungan baik dengan anak.

“Jika ada orang asing yang gemar memberikan hadiah pada anak, mengajak anak jalan atau hal-hal lain di luar kewajaran, sebaiknya hati-hati. Cek media sosial anak, cari tahu siapa kawan atau orang yang dekat dengan anak,” imbuh dia.


Pewarta : Indriani
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024