Donggala (ANTARA) - Ketua Pusat Penelitian Kesehatan, Keluarga Berencana dan Stunting Universitas Tadulako Rosmala Nur menyatakan bahwa pernikahan dini harus dicegah untuk menekan angka kekerdilan (stunting) pada anak di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Ia mengemukakan pernikahan dini menjadi salah satu persoalan yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus stunting di Sulteng, sebab anak yang lahir dari orang tua yang menikah di usia dini rentan mengalami stunting.
"Di Sulteng, yang paling tinggi prevalensi kasus stuntingnya di Kabupaten Sigi, yakni mencapai 40,7 persen dan di Parigi Moutong 31,8 persen dari total penduduk. Setelah saya teliti, yang paling berkontribusi terhadap kasus stunting di dua daerah itu adalah pernikahan dini," katanya di Donggala, Kamis.
Pernikahan dini yang terjadi, lanjutnya, bukan karena dijodohkan, tetapi karena hamil di luar nikah. Anak yang lahir akibat hamil di luar nikah dan orang tuanya menikah saat masih berusia dini berpotensi besar mengalami stunting, karena melakukan hubungan suami istri yang tidak sehat.
Baca juga: Cegah "stunting" konsumsi makanan tambahan bergizi
Rosmala mengatakan penting peran semua pihak mulai dari masyarakat, tenaga kesehatan, utamanya pemerintah daerah untuk bergandengan tangan bersama-sama mengatasi persoalan stunting di Sulteng. Saat ini Sulteng berada pada urutan 8 teratas dari seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi kasus stunting tertinggi yang tercatat 29,7 persen dari total penduduk Sulteng.