Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, memberikan syarat pelimpahan tahap dua untuk tersangka dan barang bukti kasus dugaan korupsi dana Rumah Tahan Gempa (RTG) tahun 2018 di Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Mataram I Wayan Suryawan di Mataram, Jumat, mengatakan, syarat tersebut berkaitan dengan adanya turut serta peran lain dari munculnya kerugian negara.
"Memang berkas kasus ini sudah kami nyatakan lengkap, tetapi ada syarat pengembangan. Ada peran orang lain yang muncul. Itu sudah kami berikan petunjuk sebelumnya di P-19 terakhir," kata Wayan.
Karena itu, Wayan meyakinkan bahwa sangkaan pidana untuk tersangka berinisial IN, bendahara Kelompok Masyarakat (Pokmas) Repok Jati Kuning, dinyatakan lengkap dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Iya, jadi ada pasal 55, turut serta peran orang lain, itu yang kami minta untuk susulan," ujarnya.
Menurut Wayan, dalam prosedur penyaluran dana RTG, IN sebagai bendahara pokmas tidak seharusnya menerima dalam bentuk uang tunai, melainkan barang.
Hal tersebut yang kemudian meyakinkan penuntut umum menerbitkan P-21A untuk berkas perkara milik IN. P-21A yang merupakan pernyataan berkas lengkap tersebut mensyaratkan adanya petunjuk susulan.
"Itu kenapa makanya kami terbitkan P-21A," ucap dia.
Wayan pun meyakinkan pemberitahuan perihal penerbitan P-21A untuk berkas perkara milik IN sudah disampaikan ke penyidik Polresta Mataram.
Terkait dengan hal tersebut, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Komisaris Polisi Kadek Adi Budi Astawa mengaku belum mendapat informasi dari penyidik.
"Coba nanti saya cek dahulu," ujar dia.
Salah satu bukti yang menguatkan indikasi korupsi dari kasus ini adalah kerugian negara hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB senilai Rp459 juta.
Status tersangka IN pun kini tidak ditahan karena masa penahanannya sudah berakhir. meskipun demikian, pihak kepolisian menerapkan wajib lapor kepada tersangka.
Pascagempa Lombok yang terjadi tahun 2018 silam, Pokmas Jati Kuning untuk Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat, mendapatkan bantuan Rp1,79 miliar untuk 70 kepala keluarga yang terdampak bencana.
Pencairan dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama disalurkan Rp 500 juta; tahap kedua disalurkan Rp 750 juta; dan tahap ketiga disalurkan Rp 90 juta.
Namun setelah anggaran cair, sejumlah warga penerima tidak kunjung mendapat penyaluran bantuan. Terungkap indikasi uang tersebut telah dinikmati oleh tersangka. Hal itu pun yang menjadi kendala pembangunan RTG di wilayah tersebut terhambat.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Mataram I Wayan Suryawan di Mataram, Jumat, mengatakan, syarat tersebut berkaitan dengan adanya turut serta peran lain dari munculnya kerugian negara.
"Memang berkas kasus ini sudah kami nyatakan lengkap, tetapi ada syarat pengembangan. Ada peran orang lain yang muncul. Itu sudah kami berikan petunjuk sebelumnya di P-19 terakhir," kata Wayan.
Karena itu, Wayan meyakinkan bahwa sangkaan pidana untuk tersangka berinisial IN, bendahara Kelompok Masyarakat (Pokmas) Repok Jati Kuning, dinyatakan lengkap dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Iya, jadi ada pasal 55, turut serta peran orang lain, itu yang kami minta untuk susulan," ujarnya.
Menurut Wayan, dalam prosedur penyaluran dana RTG, IN sebagai bendahara pokmas tidak seharusnya menerima dalam bentuk uang tunai, melainkan barang.
Hal tersebut yang kemudian meyakinkan penuntut umum menerbitkan P-21A untuk berkas perkara milik IN. P-21A yang merupakan pernyataan berkas lengkap tersebut mensyaratkan adanya petunjuk susulan.
"Itu kenapa makanya kami terbitkan P-21A," ucap dia.
Wayan pun meyakinkan pemberitahuan perihal penerbitan P-21A untuk berkas perkara milik IN sudah disampaikan ke penyidik Polresta Mataram.
Terkait dengan hal tersebut, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Komisaris Polisi Kadek Adi Budi Astawa mengaku belum mendapat informasi dari penyidik.
"Coba nanti saya cek dahulu," ujar dia.
Salah satu bukti yang menguatkan indikasi korupsi dari kasus ini adalah kerugian negara hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB senilai Rp459 juta.
Status tersangka IN pun kini tidak ditahan karena masa penahanannya sudah berakhir. meskipun demikian, pihak kepolisian menerapkan wajib lapor kepada tersangka.
Pascagempa Lombok yang terjadi tahun 2018 silam, Pokmas Jati Kuning untuk Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat, mendapatkan bantuan Rp1,79 miliar untuk 70 kepala keluarga yang terdampak bencana.
Pencairan dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama disalurkan Rp 500 juta; tahap kedua disalurkan Rp 750 juta; dan tahap ketiga disalurkan Rp 90 juta.
Namun setelah anggaran cair, sejumlah warga penerima tidak kunjung mendapat penyaluran bantuan. Terungkap indikasi uang tersebut telah dinikmati oleh tersangka. Hal itu pun yang menjadi kendala pembangunan RTG di wilayah tersebut terhambat.