Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersinergi dengan pendamping kasus kekerasan seksual di Jawa Timur untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak korban dapat dilaksanakan dengan baik.
"Saya berharap melalui sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, ormas serta pendamping korban kasus kekerasan seksual, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dapat diimplementasikan secara tepat sasaran di ranah persidangan. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Minggu.
Kasus kekerasan seksual saat ini semakin marak muncul di media sosial. Pihaknya pun mengapresiasi peran masyarakat, korban dan pendamping yang sudah berani melapor untuk mendapatkan keadilan.
"Dengan diundangkannya UU TPKS, pemerintah bersinergi dengan ormas akan berupaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi korban, sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual," kata Menteri Bintang.
Baca juga: Kementerian PPPA mendorong penguatan kualitas keluarga di Lombok Tengah
Baca juga: LKBN Antara meraih penghargaan Media Menginspirasi KPPPA
Menteri PPPA juga menekankan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara TPKS dapat diancam pidana penjara paling lama lima tahun berdasarkan Pasal 19 UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS.
Pihaknya juga mendorong penerapan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS oleh aparat penegak hukum sesuai dengan amanat UU tersebut, sehingga UU tersebut dapat dijadikan sebagai payung hukum dan korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.
Oleh karenanya, kata dia, perlu adanya koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) terkait prosedur perlindungan dan hak-hak bagi korban maupun saksi sebagaimana ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 30 UU TPKS.
"Saya berharap melalui sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, ormas serta pendamping korban kasus kekerasan seksual, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dapat diimplementasikan secara tepat sasaran di ranah persidangan. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Minggu.
Kasus kekerasan seksual saat ini semakin marak muncul di media sosial. Pihaknya pun mengapresiasi peran masyarakat, korban dan pendamping yang sudah berani melapor untuk mendapatkan keadilan.
"Dengan diundangkannya UU TPKS, pemerintah bersinergi dengan ormas akan berupaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi korban, sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual," kata Menteri Bintang.
Baca juga: Kementerian PPPA mendorong penguatan kualitas keluarga di Lombok Tengah
Baca juga: LKBN Antara meraih penghargaan Media Menginspirasi KPPPA
Menteri PPPA juga menekankan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara TPKS dapat diancam pidana penjara paling lama lima tahun berdasarkan Pasal 19 UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS.
Pihaknya juga mendorong penerapan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS oleh aparat penegak hukum sesuai dengan amanat UU tersebut, sehingga UU tersebut dapat dijadikan sebagai payung hukum dan korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.
Oleh karenanya, kata dia, perlu adanya koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) terkait prosedur perlindungan dan hak-hak bagi korban maupun saksi sebagaimana ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 30 UU TPKS.