Mataram (ANTARA) - DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong ritel modern bisa lebih memberdayakan dan mengakomodir produk lokal hasil produksi dari UMKM di wilayah itu.
"Keberadaan ritel modern ini kan tak bisa ditolak. Ritel modern ini korporasi. Tinggal sekarang bagaimana menyiasati agar kehadiran ritel modern berdampak bagi UMKM kita," kata Ketua Pansus Perlindungan dan Pemberdayaan Produk Lokal DPRD NTB, Akhdiansyah di Mataram, Senin.
Ia menjelaskan, dalam Ranperda ini dewan mendorong kewajiban ritel modern untuk menangani dan berkontribusi terhadap pelaku UMKM di sekeliling-nya dengan cara, mengakomodir produk lokal UMKM.
"Kita minta melalui CSR mereka untuk memasarkan produk UMKM ke ritel ini. Misal, pisang goreng bisa masuk ritel modern dengan dibuatkan kemasan yang bagus, halal, higienis," ujarnya.
Akhdiansyah, menegaskan Ranperda ini telah dikomunikasikan ke Kementerian Dalam Negeri, namun masih terkendala karena masih menggunakan undang-undang lama. Sementara, Ranperda Perlindungan dan Pemberdayaan Produk Lokal harus mengadopsi Undang-Undang Cipta Kerja.
"Ini yang masih mau kami komunikasikan, sebab ada pasal-pasal yang dinilai tak sesuai namun tidak dijabarkan konten mana saja yang tak sesuai," imbuh pria yang juga Ketua Bapemperda DPRD NTB ini.
Pria yang akrab disapa Guru To'i ini mengaku ada sedikit kendala dalam adopsi beberapa pasal kaitan produk lokal terbentur UU Cipta Kerja, sehingga dikomunikasikan ke Kementerian Dalam Negeri.
Ia menyebutkan, agar produk UMKM daerah dapat diserap ritel modern makan harus memenuhi sejumlah persyaratan. Antara lain, memiliki sertifikat nasional Indonesia (SNI), terjamin kehalalan dan higienis dan lainnya.
"Kami pun mendorong NTB Mall untuk ikut mengatensi produk-produk UMKM ini, bisa menjadi stasiun produk lokal karena memiliki beragam katalog (produk UMKM)," kata Bang Yongki.
"Kenapa produk kita tidak bisa masuk di ritel modern karena produk UMKM tidak masuk ke katalog," sambung Guru To'i.
Menyinggung soal sistem pembayaran yang dilakukan ritel modern terhadap produk lokal ini, diakui menjadi faktor penting untuk keberlanjutan produk UMKM dipasarkan di ritel modern. Hal ini akan diakomodasi atau didorong dalam peraturan Gubernur.
"Sekarang ini kita pikirkan survive-nya UMKM kita, terakomodir-nya mereka di ritel modern lebih banyak lagi. Nanti ini jadi masukan dan kita dorong dalam Pergub," katanya.
"Keberadaan ritel modern ini kan tak bisa ditolak. Ritel modern ini korporasi. Tinggal sekarang bagaimana menyiasati agar kehadiran ritel modern berdampak bagi UMKM kita," kata Ketua Pansus Perlindungan dan Pemberdayaan Produk Lokal DPRD NTB, Akhdiansyah di Mataram, Senin.
Ia menjelaskan, dalam Ranperda ini dewan mendorong kewajiban ritel modern untuk menangani dan berkontribusi terhadap pelaku UMKM di sekeliling-nya dengan cara, mengakomodir produk lokal UMKM.
"Kita minta melalui CSR mereka untuk memasarkan produk UMKM ke ritel ini. Misal, pisang goreng bisa masuk ritel modern dengan dibuatkan kemasan yang bagus, halal, higienis," ujarnya.
Akhdiansyah, menegaskan Ranperda ini telah dikomunikasikan ke Kementerian Dalam Negeri, namun masih terkendala karena masih menggunakan undang-undang lama. Sementara, Ranperda Perlindungan dan Pemberdayaan Produk Lokal harus mengadopsi Undang-Undang Cipta Kerja.
"Ini yang masih mau kami komunikasikan, sebab ada pasal-pasal yang dinilai tak sesuai namun tidak dijabarkan konten mana saja yang tak sesuai," imbuh pria yang juga Ketua Bapemperda DPRD NTB ini.
Pria yang akrab disapa Guru To'i ini mengaku ada sedikit kendala dalam adopsi beberapa pasal kaitan produk lokal terbentur UU Cipta Kerja, sehingga dikomunikasikan ke Kementerian Dalam Negeri.
Ia menyebutkan, agar produk UMKM daerah dapat diserap ritel modern makan harus memenuhi sejumlah persyaratan. Antara lain, memiliki sertifikat nasional Indonesia (SNI), terjamin kehalalan dan higienis dan lainnya.
"Kami pun mendorong NTB Mall untuk ikut mengatensi produk-produk UMKM ini, bisa menjadi stasiun produk lokal karena memiliki beragam katalog (produk UMKM)," kata Bang Yongki.
"Kenapa produk kita tidak bisa masuk di ritel modern karena produk UMKM tidak masuk ke katalog," sambung Guru To'i.
Menyinggung soal sistem pembayaran yang dilakukan ritel modern terhadap produk lokal ini, diakui menjadi faktor penting untuk keberlanjutan produk UMKM dipasarkan di ritel modern. Hal ini akan diakomodasi atau didorong dalam peraturan Gubernur.
"Sekarang ini kita pikirkan survive-nya UMKM kita, terakomodir-nya mereka di ritel modern lebih banyak lagi. Nanti ini jadi masukan dan kita dorong dalam Pergub," katanya.