Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) Sungarpin menyatakan penyidik sudah menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) perbankan bagi masyarakat petani di Lombok Tengah dan Lombok Timur.
"Iya, yang dua (calon tersangka) kemarin, statusnya sudah tersangka," kata Sungarpin di Mataram, Senin.
Ia menambahkan bahwa penyidik kini masih terus melakukan pengembangan untuk menelusuri calon tersangka lain.
"Untuk calon (tersangka) lain, kami akan lihat lagi dari perkembangan (penyidikan)," ujarnya.
Baca juga: Korupsi dana KUR di Lombok Timur dan Lombok Tengah, Kejati NTB bocorkan inisial dua calon tersangka
Baca juga: Kejaksaan: dugaan korupsi KUR di Loteng dan Lotim berpotensi rugikan uang negara Rp29 miliar
Dua tersangka yang sebelumnya disebut Sungarpin sebagai calon, berinisial AM dan IR. Terkait dengan peran dari kedua tersangka, Kajati tersebut belum mau mengungkapkannya ke masyarakat.
"Itu rahasia penyidik, nanti saja," ucap dia.
Adapun pertimbangan Sungarpin enggan menyebut peran kedua tersangka, karena alasan belum ada hasil audit kerugian negara dari ahli, dalam hal ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Meskipun belum ada hasil, namun Sungarpin sudah memberikan gambaran bahwa potensi kerugian negara yang muncul berdasarkan perhitungan mandiri pihak kejaksaan sedikitnya mencapai Rp29,95 miliar.
Modus potensi kerugian itu muncul dari yang terima sebagian, ada yang fiktif, ada juga yang terima dalam bentuk alat pertanian, tetapi tidak sesuai fungsi.
Lebih lanjut, dalam rangkaian penyidikan ini pihaknya sudah memeriksa para pihak terkait, di antaranya dari pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB. Terakhir hadir, Ketua HKTI NTB yang kini menjabat Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi.
HKTI dalam program penyaluran bantuan dana bagi masyarakat petani ini bertugas sebagai pihak yang merekomendasikan sekaligus melakukan verifikasi terhadap kelompok tani yang pantas mendapatkan bantuan.
Selain dari pihak HKTI, saksi yang pernah hadir ke hadapan penyidik adalah pihak perbankan yang memfasilitasi proses penyaluran bantuan dalam bentuk dana. Bank tersebut merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang berkantor cabang di Mataram.
Saksi lain dari CV ABB, perusahaan yang memberikan pendampingan kepada penerima dari kalangan kelompok tani dalam mengelola dana bantuan tersebut.
Kemudian dari kalangan petani penerima, sudah ada 160 yang diminta keterangan dari jumlah 789 petani.
Program bantuan KUR untuk masyarakat petani di dua kabupaten di Pulau Lombok tersebut berjalan di tahun 2020. Bantuan disalurkan Kementerian Pertanian RI melalui salah satu bank milik negara.
Petani di wilayah Lombok Timur yang mendapat usulan masuk sebagai penerima dana KUR berasal dari kalangan petani jagung. Setiap petani mendapat pinjaman tunai Rp15 juta untuk luas lahan per hektare.
Kemudian untuk di Kabupaten Lombok Tengah, penerima berasal dari kalangan petani tembakau. Setiap petani mendapat dana pinjaman dengan besaran Rp30 juta hingga Rp50 juta.
Dengan pendataan demikian, para petani yang terdaftar dalam data usulan penerima KUR wajib menjalani proses administrasi pinjaman. Sejumlah berkas ditandatangani.
Dalam proses tersebut, terlibat peran pihak ketiga, Yaitu CV ABB serta HKTI NTB. Mereka berperan sebagai mitra pemerintah dalam proses pendataan petani dan pengelolaan dana KUR.
Untuk keperluan administrasi petani jagung, mereka menjalankan proses pengajuan dana KUR dengan BNI Cabang Kota Mataram. Sementara untuk petani tembakau melalui BNI Cabang Praya, Kabupaten Lombok Tengah.
Perihal keberadaan CV ABB sebagai pihak ketiga, diduga kuat mendapat penunjukan langsung dari kementerian. Begitu juga dengan keterlibatan HKTI NTB.
Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke BRI. Pengajuan tidak dapat diproses karena muncul tunggakan KUR yang kini sedang berjalan di BNI.
Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan.
"Iya, yang dua (calon tersangka) kemarin, statusnya sudah tersangka," kata Sungarpin di Mataram, Senin.
Ia menambahkan bahwa penyidik kini masih terus melakukan pengembangan untuk menelusuri calon tersangka lain.
"Untuk calon (tersangka) lain, kami akan lihat lagi dari perkembangan (penyidikan)," ujarnya.
Baca juga: Korupsi dana KUR di Lombok Timur dan Lombok Tengah, Kejati NTB bocorkan inisial dua calon tersangka
Baca juga: Kejaksaan: dugaan korupsi KUR di Loteng dan Lotim berpotensi rugikan uang negara Rp29 miliar
Dua tersangka yang sebelumnya disebut Sungarpin sebagai calon, berinisial AM dan IR. Terkait dengan peran dari kedua tersangka, Kajati tersebut belum mau mengungkapkannya ke masyarakat.
"Itu rahasia penyidik, nanti saja," ucap dia.
Adapun pertimbangan Sungarpin enggan menyebut peran kedua tersangka, karena alasan belum ada hasil audit kerugian negara dari ahli, dalam hal ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Meskipun belum ada hasil, namun Sungarpin sudah memberikan gambaran bahwa potensi kerugian negara yang muncul berdasarkan perhitungan mandiri pihak kejaksaan sedikitnya mencapai Rp29,95 miliar.
Modus potensi kerugian itu muncul dari yang terima sebagian, ada yang fiktif, ada juga yang terima dalam bentuk alat pertanian, tetapi tidak sesuai fungsi.
Lebih lanjut, dalam rangkaian penyidikan ini pihaknya sudah memeriksa para pihak terkait, di antaranya dari pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB. Terakhir hadir, Ketua HKTI NTB yang kini menjabat Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi.
HKTI dalam program penyaluran bantuan dana bagi masyarakat petani ini bertugas sebagai pihak yang merekomendasikan sekaligus melakukan verifikasi terhadap kelompok tani yang pantas mendapatkan bantuan.
Selain dari pihak HKTI, saksi yang pernah hadir ke hadapan penyidik adalah pihak perbankan yang memfasilitasi proses penyaluran bantuan dalam bentuk dana. Bank tersebut merupakan salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang berkantor cabang di Mataram.
Saksi lain dari CV ABB, perusahaan yang memberikan pendampingan kepada penerima dari kalangan kelompok tani dalam mengelola dana bantuan tersebut.
Kemudian dari kalangan petani penerima, sudah ada 160 yang diminta keterangan dari jumlah 789 petani.
Program bantuan KUR untuk masyarakat petani di dua kabupaten di Pulau Lombok tersebut berjalan di tahun 2020. Bantuan disalurkan Kementerian Pertanian RI melalui salah satu bank milik negara.
Petani di wilayah Lombok Timur yang mendapat usulan masuk sebagai penerima dana KUR berasal dari kalangan petani jagung. Setiap petani mendapat pinjaman tunai Rp15 juta untuk luas lahan per hektare.
Kemudian untuk di Kabupaten Lombok Tengah, penerima berasal dari kalangan petani tembakau. Setiap petani mendapat dana pinjaman dengan besaran Rp30 juta hingga Rp50 juta.
Dengan pendataan demikian, para petani yang terdaftar dalam data usulan penerima KUR wajib menjalani proses administrasi pinjaman. Sejumlah berkas ditandatangani.
Dalam proses tersebut, terlibat peran pihak ketiga, Yaitu CV ABB serta HKTI NTB. Mereka berperan sebagai mitra pemerintah dalam proses pendataan petani dan pengelolaan dana KUR.
Untuk keperluan administrasi petani jagung, mereka menjalankan proses pengajuan dana KUR dengan BNI Cabang Kota Mataram. Sementara untuk petani tembakau melalui BNI Cabang Praya, Kabupaten Lombok Tengah.
Perihal keberadaan CV ABB sebagai pihak ketiga, diduga kuat mendapat penunjukan langsung dari kementerian. Begitu juga dengan keterlibatan HKTI NTB.
Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke BRI. Pengajuan tidak dapat diproses karena muncul tunggakan KUR yang kini sedang berjalan di BNI.
Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan.