Mataram (ANTARA) - Perusahaan berinisial SMA yang diduga milik anak seorang pejabat negara, muncul di kasus dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) untuk masyarakat petani di Lombok, Nusa Tenggara Barat, melalui bank plat merah.
Kepala Kejati NTB Sungarpin di Mataram, Senin, mengaku belum mengetahui perihal adanya perusahaan SMA berstatus perseroan terbatas (PT) dalam kasus tersebut.
"Soal itu, nanti lihat perkembangan," kata Sungarpin menjawab pertanyaan perihal peran PT. SMA.
Baca juga: Korupsi dana KUR di Lombok Timur dan Lombok Tengah, Kejati NTB bocorkan inisial dua calon tersangka
Baca juga: Kerugian korupsi KUR di Lombok Timur dan Lombok Tengah, penyidik Kejati NTB koordinasi dengan BPKP
Baca juga: Kejati NTB periksa pegawai bank terkait kasus korupsi dana KUR di Loteng dan Lotim
Baca juga: Wabup Lombok Timur menjalani pemeriksaan terkait kasus korupsi dana KUR
PT. SMA dalam kasus ini terungkap melakukan kerja sama dengan PT BNI dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok. Kerja sama tersebut tertuang dalam surat perjanjian Nomor: Mta/01/PKS/001/2020.
Namun usai penandatanganan kerja sama, PT. SMA pada September 2020, mensubkontrakkan tugas penyaluran dana KUR tersebut ke perusahaan perseroan terbatas berinisial ABB.
Legalitas PT. ABB melaksanakan penyaluran, sesuai Subkontrak yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
Keberadaan PT. ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang kini berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur, Rumaksi.
Meskipun ada peran orang berpengaruh dalam kasus ini, Sungarpin memastikan penyidik tetap bekerja secara profesional.
"Sampai sekarang tidak ada itu (intervensi), kami profesional dan proporsional menangani kasus ini sesuai tugas kami," ujar dia.
Lebih lanjut, Sungarpin pada momentum perayaan Hari Bhakti Adhyaksa Ke-62 membocorkan inisial dua tersangka, yakni AM dan IR.
Meskipun enggan memaparkan perihal peran dari calon kedua tersangka, namun ia memastikan bahwa pihaknya sudah mengantongi potensi kerugian negara yang sedikitnya mencapai Rp29 miliar.
Untuk menguatkan bukti kerugian negara tersebut, pihaknya telah menggandeng auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Jumlah petani di Lombok yang terdaftar sebagai penerima dana KUR BNI pada tahun 2020 tersebut sebanyak 789 orang. Setiap penerima dijanjikan bantuan dana pinjaman sampai Rp50 juta.
Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke BRI. Pengajuan tidak dapat diproses karena muncul tunggakan KUR yang kini sedang berjalan di BNI.
Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan.
Kepala Kejati NTB Sungarpin di Mataram, Senin, mengaku belum mengetahui perihal adanya perusahaan SMA berstatus perseroan terbatas (PT) dalam kasus tersebut.
"Soal itu, nanti lihat perkembangan," kata Sungarpin menjawab pertanyaan perihal peran PT. SMA.
Baca juga: Korupsi dana KUR di Lombok Timur dan Lombok Tengah, Kejati NTB bocorkan inisial dua calon tersangka
Baca juga: Kerugian korupsi KUR di Lombok Timur dan Lombok Tengah, penyidik Kejati NTB koordinasi dengan BPKP
Baca juga: Kejati NTB periksa pegawai bank terkait kasus korupsi dana KUR di Loteng dan Lotim
Baca juga: Wabup Lombok Timur menjalani pemeriksaan terkait kasus korupsi dana KUR
PT. SMA dalam kasus ini terungkap melakukan kerja sama dengan PT BNI dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok. Kerja sama tersebut tertuang dalam surat perjanjian Nomor: Mta/01/PKS/001/2020.
Namun usai penandatanganan kerja sama, PT. SMA pada September 2020, mensubkontrakkan tugas penyaluran dana KUR tersebut ke perusahaan perseroan terbatas berinisial ABB.
Legalitas PT. ABB melaksanakan penyaluran, sesuai Subkontrak yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
Keberadaan PT. ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang kini berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur, Rumaksi.
Meskipun ada peran orang berpengaruh dalam kasus ini, Sungarpin memastikan penyidik tetap bekerja secara profesional.
"Sampai sekarang tidak ada itu (intervensi), kami profesional dan proporsional menangani kasus ini sesuai tugas kami," ujar dia.
Lebih lanjut, Sungarpin pada momentum perayaan Hari Bhakti Adhyaksa Ke-62 membocorkan inisial dua tersangka, yakni AM dan IR.
Meskipun enggan memaparkan perihal peran dari calon kedua tersangka, namun ia memastikan bahwa pihaknya sudah mengantongi potensi kerugian negara yang sedikitnya mencapai Rp29 miliar.
Untuk menguatkan bukti kerugian negara tersebut, pihaknya telah menggandeng auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Jumlah petani di Lombok yang terdaftar sebagai penerima dana KUR BNI pada tahun 2020 tersebut sebanyak 789 orang. Setiap penerima dijanjikan bantuan dana pinjaman sampai Rp50 juta.
Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke BRI. Pengajuan tidak dapat diproses karena muncul tunggakan KUR yang kini sedang berjalan di BNI.
Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan.