Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menahan salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi perbaikan Gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra di Mataram, Senin, membenarkan perihal penahanan salah seorang tersangka tersebut.
"Penahanan bagian dari pelaksanaan tahap dua tersangka, dari penyidik ke penuntut umum," kata Efrien.
Tersangka yang menjalani penahanan tersebut, jelas dia, seorang perempuan berinisial DEK, direktur perusahaan pemenang tender perbaikan gedung dari CV. Kerta Agung.
Dia mengatakan penuntut umum melakukan penahanan DEK di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Mataram.
"Jadi statusnya di Lapas Perempuan Mataram sebagai tahanan titipan jaksa. Penahanannya dilakukan untuk 20 hari ke depan," ujarnya.
Perempuan asal Malang, Jawa Timur, itu adalah salah satu dari tiga tersangka yang ditetapkan penyidik kejaksaan.
Dua lainnya, yakni mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak dan pelaksana pekerjaan berinisial WSB.
Namun saat ini, Abdurrazak tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram. Sedangkan WSB, hingga kini belum ditahan.
Sebagai tersangka, DEK dikenakan pidana Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Salah satu alat bukti yang menguatkan ketiganya sebagai tersangka adalah temuan kerugian negara hasil penghitungan BPKP Perwakilan NTB senilai Rp2,65 miliar. Kerugian muncul karena kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan.
Dalam rincian terjadi kerugian dari rehabilitasi gedung di UPT Asrama Haji sebesar Rp1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi Gedung PIH Rp28,6 juta.
Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019 mendapatkan dana untuk rehabilitasi gedung. Proyek fisik itu sebelumnya menjadi temuan inspektorat berdasarkan hasil tindak lanjut Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan nilai kerugian Rp1,2 miliar.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra di Mataram, Senin, membenarkan perihal penahanan salah seorang tersangka tersebut.
"Penahanan bagian dari pelaksanaan tahap dua tersangka, dari penyidik ke penuntut umum," kata Efrien.
Tersangka yang menjalani penahanan tersebut, jelas dia, seorang perempuan berinisial DEK, direktur perusahaan pemenang tender perbaikan gedung dari CV. Kerta Agung.
Dia mengatakan penuntut umum melakukan penahanan DEK di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Mataram.
"Jadi statusnya di Lapas Perempuan Mataram sebagai tahanan titipan jaksa. Penahanannya dilakukan untuk 20 hari ke depan," ujarnya.
Perempuan asal Malang, Jawa Timur, itu adalah salah satu dari tiga tersangka yang ditetapkan penyidik kejaksaan.
Dua lainnya, yakni mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak dan pelaksana pekerjaan berinisial WSB.
Namun saat ini, Abdurrazak tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram. Sedangkan WSB, hingga kini belum ditahan.
Sebagai tersangka, DEK dikenakan pidana Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Salah satu alat bukti yang menguatkan ketiganya sebagai tersangka adalah temuan kerugian negara hasil penghitungan BPKP Perwakilan NTB senilai Rp2,65 miliar. Kerugian muncul karena kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan.
Dalam rincian terjadi kerugian dari rehabilitasi gedung di UPT Asrama Haji sebesar Rp1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi Gedung PIH Rp28,6 juta.
Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019 mendapatkan dana untuk rehabilitasi gedung. Proyek fisik itu sebelumnya menjadi temuan inspektorat berdasarkan hasil tindak lanjut Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan nilai kerugian Rp1,2 miliar.