Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) yang merupakan inisiatif nasional pertama untuk mendeteksi potensi penyakit di masa depan. "Teknologi ini sangat penting untuk kesehatan masyarakat ke depan. Melalui bioteknologi 'genome sequensing' ini, kemampuan untuk mengidentifikasi sumber penyakit dan mengobatinya akan sangat pasti dan personal," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melalui keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Usai meresmikan peluncuran BGSi di Gedung Eijkman RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Menkes mengatakan program ini bertujuan untuk mengembangkan pengobatan yang lebih tepat bagi masyarakat. "Caranya dengan mengandalkan teknologi pengumpulan informasi genetik atau genom dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri yang disebut dengan 'whole genome sequencing' atau WGS," katanya.
Pengembangan WGS ini, kata Menkes sejalan dengan transformasi bioteknologi dalam aktivitas "biosurveillance" dan layanan kesehatan yang ditujukan dalam peningkatan deteksi patogen dan memperbaiki pengobatan.
Baca juga: Kemenkes mengajak masyarakat sadari pentingnya deteksi dini kanker
Baca juga: Sebanyak 51,94 juta penduduk Indonesia telah di vaksin dosis ketiga
Sebelumnya, kata dia, metode WGS sendiri telah dimanfaatkan dan berperan penting dalam penanggulangan COVID-19 di Indonesia. "Bagusnya kita tahu secara pasti diagnosis dan pengobatannya. Contohnya sakit batuk, walaupun gejalanya sama namun di setiap orang sakitnya bisa berbeda-beda. Dengan adanya BGSi ini, kita bisa identifikasi lebih cepat sakitnya apa, sehingga bisa segera kita obati," katanya.
Melalui BGSi, kata Menkes, metode WGS akan dimanfaatkan untuk penelitian pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama lainnya, yaitu kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik dan penuaan.
Dalam implementasinya, BGSi dilaksanakan di tujuh rumah sakit vertikal yaitu RSUPN RSCM, RS Pusat Otak Nasional (RS PON), RSPI Sulianto Saroso, RSUP Persahabatan, RS Kanker Dharmais, RSUP Sardjito hingga RS Prof I.G.N.G. Ngoerah.
Saat ini hanya terdapat 12 mesin WGS di Indonesia. Untuk mendukung berjalannya BGSi, Kemenkes menambah 48 mesin yang akan disebar di berbagai rumah sakit rujukan nasional yang terlibat dalam BGSi yang dilengkapi dengan mesin-mesin "sequencing high throughput" yang mampu memproses ratusan sampel genom manusia per minggu.
Target dalam dua tahun ke depan, ada 10 ribu "genome sequences" manusia yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data dari populasi penduduk Indonesia yang memiliki penyakit prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.
Terkait hal itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi menyatakan apresiasi terhadap peluncuran BGSi."Kami berharap inisiatif futuristik tersebut akan mempercepat indeks pembangunan manusia," katanya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang turut hadir dalam peluncuran BGSi mendorong agar inisiatif baik ini terus ditingkatkan dan diperluas melalui kerja sama dengan investor teknologi dari negara lain.
Usai meresmikan peluncuran BGSi di Gedung Eijkman RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Menkes mengatakan program ini bertujuan untuk mengembangkan pengobatan yang lebih tepat bagi masyarakat. "Caranya dengan mengandalkan teknologi pengumpulan informasi genetik atau genom dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri yang disebut dengan 'whole genome sequencing' atau WGS," katanya.
Pengembangan WGS ini, kata Menkes sejalan dengan transformasi bioteknologi dalam aktivitas "biosurveillance" dan layanan kesehatan yang ditujukan dalam peningkatan deteksi patogen dan memperbaiki pengobatan.
Baca juga: Kemenkes mengajak masyarakat sadari pentingnya deteksi dini kanker
Baca juga: Sebanyak 51,94 juta penduduk Indonesia telah di vaksin dosis ketiga
Sebelumnya, kata dia, metode WGS sendiri telah dimanfaatkan dan berperan penting dalam penanggulangan COVID-19 di Indonesia. "Bagusnya kita tahu secara pasti diagnosis dan pengobatannya. Contohnya sakit batuk, walaupun gejalanya sama namun di setiap orang sakitnya bisa berbeda-beda. Dengan adanya BGSi ini, kita bisa identifikasi lebih cepat sakitnya apa, sehingga bisa segera kita obati," katanya.
Melalui BGSi, kata Menkes, metode WGS akan dimanfaatkan untuk penelitian pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama lainnya, yaitu kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik dan penuaan.
Dalam implementasinya, BGSi dilaksanakan di tujuh rumah sakit vertikal yaitu RSUPN RSCM, RS Pusat Otak Nasional (RS PON), RSPI Sulianto Saroso, RSUP Persahabatan, RS Kanker Dharmais, RSUP Sardjito hingga RS Prof I.G.N.G. Ngoerah.
Saat ini hanya terdapat 12 mesin WGS di Indonesia. Untuk mendukung berjalannya BGSi, Kemenkes menambah 48 mesin yang akan disebar di berbagai rumah sakit rujukan nasional yang terlibat dalam BGSi yang dilengkapi dengan mesin-mesin "sequencing high throughput" yang mampu memproses ratusan sampel genom manusia per minggu.
Target dalam dua tahun ke depan, ada 10 ribu "genome sequences" manusia yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data dari populasi penduduk Indonesia yang memiliki penyakit prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.
Terkait hal itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi menyatakan apresiasi terhadap peluncuran BGSi."Kami berharap inisiatif futuristik tersebut akan mempercepat indeks pembangunan manusia," katanya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang turut hadir dalam peluncuran BGSi mendorong agar inisiatif baik ini terus ditingkatkan dan diperluas melalui kerja sama dengan investor teknologi dari negara lain.