Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di lapak lapangan Bundar Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat mengeluhkan pembangunan fasilitas umum yang tidak ada di kawasan tersebut.
Salah satu pedagang Sukinah di Praya, Rabu mengatakan, para pedagang mengeluhkan terkait kondisi lokasi yang sangat sepi dari pengunjung dan ada beberapa pasilitas umum yang belum tersedia di lapak ini, seperti air, toilet umum dan musolla.
"Kami berharap pemerintah daerah bisa membangunkan fasilitas umum," katanya.
Ia juga mengatakan, pengunjung di lapak ini juga sangat sepi, hanya mengandalkan pembeli dari para pelajar di sekitar, sehingga di lapak ini sudah sering sekali bergonta ganti pedagang, karena sepinya pengunjung jadi pendapatan setiap harinya tidak menentu, sehingga sebagian lapak banyak yang kosong dari total 50 lapak yang ada.
“Saya mulai berjualan dari jam 08:00-18:00 wita, itupun dalam sehari belum tentu mendapatkan Rp 100 ribu. Tapi mau gimana lagi, kita kan juga butuh biaya hidup," katanya.
Warga yang ingin berjualan di sana tidak di pungut biaya sewa tempat, namun mereka di kenai iuran keamanan sebesar Rp50 ribu per bulan, mengingat di lokasi itu rawan pencurian.
“Sebagian besar pedagang di sini pernah mengalami kehilangan barang- barang yang di ambil mulai dari tabung gas, rokok dan barang-barang yang bisa di jual kembali,” katanya.
Ia berharap kepada pemerintah daerah bisa memberikan solusi supaya di lapak tersebut ramai pengunjung dan bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Kami berharap pemerintah menyediakan fasilitas yang bisa membuat lapak ini ramai pengunjung,” katanya.
Salah satu pedagang Sukinah di Praya, Rabu mengatakan, para pedagang mengeluhkan terkait kondisi lokasi yang sangat sepi dari pengunjung dan ada beberapa pasilitas umum yang belum tersedia di lapak ini, seperti air, toilet umum dan musolla.
"Kami berharap pemerintah daerah bisa membangunkan fasilitas umum," katanya.
Ia juga mengatakan, pengunjung di lapak ini juga sangat sepi, hanya mengandalkan pembeli dari para pelajar di sekitar, sehingga di lapak ini sudah sering sekali bergonta ganti pedagang, karena sepinya pengunjung jadi pendapatan setiap harinya tidak menentu, sehingga sebagian lapak banyak yang kosong dari total 50 lapak yang ada.
“Saya mulai berjualan dari jam 08:00-18:00 wita, itupun dalam sehari belum tentu mendapatkan Rp 100 ribu. Tapi mau gimana lagi, kita kan juga butuh biaya hidup," katanya.
Warga yang ingin berjualan di sana tidak di pungut biaya sewa tempat, namun mereka di kenai iuran keamanan sebesar Rp50 ribu per bulan, mengingat di lokasi itu rawan pencurian.
“Sebagian besar pedagang di sini pernah mengalami kehilangan barang- barang yang di ambil mulai dari tabung gas, rokok dan barang-barang yang bisa di jual kembali,” katanya.
Ia berharap kepada pemerintah daerah bisa memberikan solusi supaya di lapak tersebut ramai pengunjung dan bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Kami berharap pemerintah menyediakan fasilitas yang bisa membuat lapak ini ramai pengunjung,” katanya.