Badung (ANTARA) - Menteri Pertanian (Mentan) Republik Indonesia Syahrul Yasin Limpo menyampaikan tiga isu prioritas Indonesia pada pertemuan menteri pertanian (AMM) G20 di Bali, Rabu, direspon positif oleh seluruh negara anggota.
Ia menilai kesamaan sikap dan cara pandang itu menunjukkan komitmen kuat G20 untuk bekerja sama menghadapi ancaman krisis pangan dan kelaparan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, dampak perubahan iklim, dan ketegangan geopolitik yang diikuti oleh aksi blokade.
“Ada tiga isu penting yang menjadi concern kita. Pertama, mempromosikan sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan berkelanjutan. Terkait ini, anggota G20 menyepakati pentingnya percepatan transformasi sistem pertanian pangan global yang semakin tangguh dan berkelanjutan di berbagai tekanan sekaligus memastikan ketersediaan pangan dan akses pangan untuk semua,” kata Menteri Pertanian RI saat jumpa pers selepas memimpin G20 Agriculture Ministers Meeting (AMM) di Jimbaran, Badung, Bali, Rabu.
Isu kedua yang menjadi prioritas Indonesia pada pertemuan menteri pertanian G20, yaitu mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka, adil, terprediksi, transparan, dan nondiskriminatif.
Terkait itu, Syahrul menyebut seluruh anggota G20 sepakat bahwa tidak boleh ada “barrier” atau hambatan terhadap rantai pasok pangan dunia, karena pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia (human rights).
“Komoditi yang diperdagangkan antarnegara tidak boleh ter-barrier atau terintangi untuk kepentingan satu negara saja atau kepentingan apapun, termasuk kepentingan politik,” kata Syahrul.
Alasannya, ia menjelaskan aksi blokade itu dapat mengganggu ekosistem perdagangan dan lalu lintas logistik antarnegara yang berpengaruh pada keberlangsungan rantai pasok pangan dunia. “Oleh karena itu, kami sepakat ini harus dilakukan upaya-upaya agar berbagai rintangan terhadap perdagangan bisa dibuka bersama,” kata dia.
Isu ketiga yang menjadi prioritas Indonesia, yaitu kewirausahaan pertanian yang inovatif melalui pertanian digital. “Masalah ini direspon (positif) hampir seluruh (delegasi), karena digital itu yang menjadi substansi. Sistem digital menjadikan sesuatu lebih efektif, lebih efisien, lebih cepat, dan lebih akurat,” kata Syahrul Yasin Limpo.
Pertemuan menteri pertanian G20 yang rangkaiannya berlangsung pada 27–29 September 2022 dihadiri oleh 188 delegasi dari negara anggota G20, enam negara undangan, dan beberapa perwakilan dari organisasi asing seperti salah satunya Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
Baca juga: Sherpa G20 di Yogyakarta putuskan substansi leaders' declaration
Baca juga: Kapolresta Denpasar galang dukungan ciptakan Bali aman jelang G20
Dalam pertemuan tingkat menteri itu, para menteri pertanian G20 hampir mencapai konsensus, karena 21 dari total 22 paragraf communique berhasil disetujui oleh seluruh delegasi. Nantinya, hasil pertemuan itu bakal dirangkum dalam rangkuman pimpinan (Chair’s Summary) Pertemuan Menteri Pertanian G20.
Rangkuman itu bakal memuat seluruh pandangan para delegasi, termasuk perbedaan sikap beberapa pihak terkait krisis geopolitik di Ukraina terutama dampaknya terhadap ketahanan pangan, serta sistem pertanian dan pangan global. Walaupun demikian, seluruh pihak pada pertemuan itu menyerukan konflik segera berakhir, dan ada solusi damai untuk menghentikan ketegangan Rusia dan Ukraina.
Ia menilai kesamaan sikap dan cara pandang itu menunjukkan komitmen kuat G20 untuk bekerja sama menghadapi ancaman krisis pangan dan kelaparan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, dampak perubahan iklim, dan ketegangan geopolitik yang diikuti oleh aksi blokade.
“Ada tiga isu penting yang menjadi concern kita. Pertama, mempromosikan sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan berkelanjutan. Terkait ini, anggota G20 menyepakati pentingnya percepatan transformasi sistem pertanian pangan global yang semakin tangguh dan berkelanjutan di berbagai tekanan sekaligus memastikan ketersediaan pangan dan akses pangan untuk semua,” kata Menteri Pertanian RI saat jumpa pers selepas memimpin G20 Agriculture Ministers Meeting (AMM) di Jimbaran, Badung, Bali, Rabu.
Isu kedua yang menjadi prioritas Indonesia pada pertemuan menteri pertanian G20, yaitu mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka, adil, terprediksi, transparan, dan nondiskriminatif.
Terkait itu, Syahrul menyebut seluruh anggota G20 sepakat bahwa tidak boleh ada “barrier” atau hambatan terhadap rantai pasok pangan dunia, karena pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia (human rights).
“Komoditi yang diperdagangkan antarnegara tidak boleh ter-barrier atau terintangi untuk kepentingan satu negara saja atau kepentingan apapun, termasuk kepentingan politik,” kata Syahrul.
Alasannya, ia menjelaskan aksi blokade itu dapat mengganggu ekosistem perdagangan dan lalu lintas logistik antarnegara yang berpengaruh pada keberlangsungan rantai pasok pangan dunia. “Oleh karena itu, kami sepakat ini harus dilakukan upaya-upaya agar berbagai rintangan terhadap perdagangan bisa dibuka bersama,” kata dia.
Isu ketiga yang menjadi prioritas Indonesia, yaitu kewirausahaan pertanian yang inovatif melalui pertanian digital. “Masalah ini direspon (positif) hampir seluruh (delegasi), karena digital itu yang menjadi substansi. Sistem digital menjadikan sesuatu lebih efektif, lebih efisien, lebih cepat, dan lebih akurat,” kata Syahrul Yasin Limpo.
Pertemuan menteri pertanian G20 yang rangkaiannya berlangsung pada 27–29 September 2022 dihadiri oleh 188 delegasi dari negara anggota G20, enam negara undangan, dan beberapa perwakilan dari organisasi asing seperti salah satunya Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
Baca juga: Sherpa G20 di Yogyakarta putuskan substansi leaders' declaration
Baca juga: Kapolresta Denpasar galang dukungan ciptakan Bali aman jelang G20
Dalam pertemuan tingkat menteri itu, para menteri pertanian G20 hampir mencapai konsensus, karena 21 dari total 22 paragraf communique berhasil disetujui oleh seluruh delegasi. Nantinya, hasil pertemuan itu bakal dirangkum dalam rangkuman pimpinan (Chair’s Summary) Pertemuan Menteri Pertanian G20.
Rangkuman itu bakal memuat seluruh pandangan para delegasi, termasuk perbedaan sikap beberapa pihak terkait krisis geopolitik di Ukraina terutama dampaknya terhadap ketahanan pangan, serta sistem pertanian dan pangan global. Walaupun demikian, seluruh pihak pada pertemuan itu menyerukan konflik segera berakhir, dan ada solusi damai untuk menghentikan ketegangan Rusia dan Ukraina.