Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mendorong pemerintah daerah untuk aktif melakukan langkah pencegahan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang tidak sesuai prosedur sebagai bentuk proteksi di hulu.

Dalam acara penandatangan nota kesepahaman dengan pemerintah daerah di Kantor BP2MI, Jakarta, Rabu, ia menyatakan bahwa dalam periode 2020 sampai 13 September 2022 pihaknya telah menangani 79.153 PMI terkendala dan memulangkan 1.421 jenazah PMI yang 90 persen di antaranya ditempatkan secara ilegal. "Siklus ini akan berulang jika proteksi hulu tidak berjalan," katanya menegaskan.

Langkah pencegahan penempatan secara ilegal itu, kata dia, perlu dilakukan mengingat risiko yang dapat dialami oleh PMI yang berangkat secara ilegal, seperti potensi kekerasan dan tidak dibayarkan gajinya karena ketiadaan perjanjian kerja.

Menurutnya, masih ada pandangan bahwa urusan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) merupakan urusan pemerintah pusat. Padahal penempatan dan pelindungan PMI dilakukan secara terpadu antara pemerintah pusat dan daerah dengan mengikutsertakan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Untuk itu, BP2MI memperkuat kerja sama dan sinergi dengan pemerintah daerah yang diwujudkan dengan penandatanganan nota kesepahaman bersama beberapa pemerintah kota/kabupaten. "Ini hal mudah untuk dilakukan pencegahan dan memang mesti dari hulu. Jangan masalah sudah terjadi di luar negeri," katanya.

Baca juga: PMI NTB terbantu bebas biaya pemberangkatan ke Malaysia
Baca juga: 424 calon PMI di Mataram ajukan rekomendasi pembuatan paspor

Pencegahan di hulu dapat dimulai di akar rumput yaitu di tingkat desa untuk memastikan warga yang akan berangkat bekerja ke luar negeri melakukannya melalui jalur resmi, demikian Benny Rhamdani .



 

Pewarta : Prisca Triferna Violleta
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024