Jakarta (ANTARA) - Di antara perintah Presiden Joko Widodo pasca-Tragedi Kanjuruhan adalah audit seluruh stadion sepak bola yang digunakan untuk Liga Indonesia 1, 2, dan 3. Menteri Pemuda dan Olah Raga Zainudin Amali belakangan mengusulkan audit diprioritaskan pada 18 stadion yang dipakai untuk menggelar kompetisi Liga 1 Indonesia.
Pertimbangannya adalah demi kelangsungan Liga 1 yang erat kaitannya dengan kesejahteraan pemain, pelatih, dan semua komponen yang terlibat dalam kompetisi. Perintah itu sendiri dikeluarkan setelah Presiden Jokowi meninjau langsung Stadion Kanjuruhan setelah tragedi yang terjadi pada 1 Oktober itu.
Di stadion tersebut, Jokowi menyaksikan kondisi stadion yang ditengarai menjadi salah satu faktor yang membuat nyawa 131 orang terenggut setelah ribuan orang panik berhamburan menuju pintu keluar stadion guna menghindari gas air mata dan suasana kalut yang menyertainya.
Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar mengaudit seluruh stadion, mulai dari pintu gerbang, sampai pagar, untuk memastikan tak ada celah yang membuat penonton celaka dalam keadaan apa pun sehingga cukup sekali saja terjadi Tragedi Kanjuruhan.
Keselamatan penonton adalah yang utama, kata Jokowi, seraya memberikan tenggat waktu 1 bulan kepada Kementerian PUPR untuk menyelesaikan audit. Jokowi ingin seluruh stadion sepak bola dikelola sebagus dilakukan Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta yang sekalipun bisa dimasuki 80 ribu orang, penonton bisa keluar hanya 15 menit sejak pintu-pintu stadion dibuka.
"Saya kira standar-standar itu yang harus kita miliki," kata Jokowi.
GBK memang sudah menjadi patokan mengenai bagaimana sebuah stadion dikelola dan dirawat, bahkan dioptimalkan kemanfaatannya. Itu semua tak bisa melepaskan diri dari pertimbangan bagaimana stadion bisa membuat orang tak saja masuk dengan aman dan tertib, namun juga bisa keluar sama aman dan tertibnya, termasuk dalam situasi luar biasa.
Tingkat keselamatan dan keamanan ini juga yang membuat GBK berkembang lebih dari sekadar venue olah raga, walaupun posisinya yang strategis juga menjadi pertimbangan yang tak kalah penting. Semua keadaan itu membuat GBK melampaui peruntukan utamanya hingga kerap dijadikan tempat untuk menggelar acara-acara budaya sampai politik yang melibatkan ribuan manusia.
Mencapai standar seperti GBK mungkin terlalu berat bagi kebanyakan stadion di Indonesia, tetapi bukan hal yang mustahil. Yang jelas, perintah audit dari Presiden Jokowi adalah momentum untuk paling tidak menguji kembali tingkat keselamatan dan keamanan stadion sepak bola di Tanah Air.
70 persen suka sepak bola
Ini pastinya bukan semata urusan pemilik stadion sepak bola yang di Indonesia kebanyakan dimiliki oleh pemerintah daerah. Sebaliknya ini pekerjaan rumah bagi pemilik klub dan pengelola kompetisi mengingat stadion yang berstandar adalah juga untuk kepentingan mereka.
Hasil audit nanti bisa menjadi landasan untuk meningkatkan kualitas stadion sampai memenuhi standar yang diminta Presiden Jokowi dan juga FIFA. Satu hal yang pasti, dalam atmosfer sepak bola masa kini yang seharusnya mulai dikelola layaknya sebuah industri, pengelolaan stadion semestinya melibatkan semua pihak.
Klub-klub pun tak lagi hanya memakai, namun juga bisa dilibatkan dalam merawat atau bahkan memilikinya walau dalam proporsi minimal. Situasi ini dimungkinkan jika pemerintah-pemerintah daerah bersedia berbagi kepemilikan stadion, walau hanya untuk sebagian kecil saham. Tentu saja ini berlaku jika klub-klub memiliki modal untuk melakukannya yang sayangnya dalam masa dekat ini agak sulit diwujudkan.
Namun jika itu akhirnya bisa terjadi, maka swasta dan investor bisa dilibatkan untuk bersama mengelola stadion, baik dengan cara membuka kesempatan kepada mereka untuk andil memiliki stadion maupun menjadi sponsor untuk restrukturisasi stadion. Akan tetapi, ini membutuhkan syarat bahwa sepak bola Indonesia sudah tak lagi sekadar olah raga dan kompetisi, melainkan juga menjadi industri.
Mungkin agak sulit untuk saat ini, tetapi dengan visi dan perencanaan yang matang, semua yang tidak mungkin menjadi mungkin. Apalagi Indonesia memiliki modal besar untuk memulai langkah itu. Modal besar itu adalah jumlah pendukung sepak bola yang begitu besar.
Dalam laporannya berjudul "2022 World Football Report", Nielsen mendapati fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki penggemar sepak bola paling banyak di dunia.
Berdasarkan survei tersebut, 70 persen penduduk Indonesia menyukai sepak bola. Angka itu hanya kalah dari Vietnam. Namun penduduk Vietnam tidak sebanyak Indonesia sehingga secara nominal jumlah penggemar sepak bola di Indonesia jauh lebih besar daripada Vietnam.
Jumlah 70 persen penduduk Indonesia itu setara dengan 191 juta dari total 273 juta penduduk di negeri ini. Angka itu di atas jumlah penduduk Vietnam penyuka sepak bola yang mencapai 75 persen dari total populasi, yang "hanya" 97 juta jiwa.
Jumlah penduduk Indonesia yang menyukai sepak bola itu bahkan jauh di atas Arab Saudi, Korea Selatan, dan Jepang yang langganan tampil dalam kontes-kontes sepak bola teratas di Asia dan dunia, selain memiliki liga sepak bola yang kompetitif.
Agar juga industrial
Persentase penyuka sepak bola di Indonesia juga di atas China dan India, yang masing-masing terpaut pada angka 56 dan 40 persen. Namun mengingat penduduk India dan China sangat banyak, nominal pendukung sepak bola mereka tetap jauh lebih besar ketimbang Indonesia; masing-masing 772 juta dan 506 juta.
Walaupun demikian, angka 191 juta orang tetaplah pasar yang yang teramat besar. Angka itu melebihi jumlah penggemar sepak bola di satu negara di mana pun di Eropa yang merupakan kawasan yang industri sepak bolanya sudah demikian mapan dan canggih.
Kecanggihan sepak bola Eropa salah satunya bertumpu kepada pemahaman bahwa penggemar sepak bola tidak cuma sekadar suporter dan penonton, melainkan juga pasar dan konsumen.
Hasil survei pada lembaga riset yang sama pada tahun 2022 menunjukkan bahwa penggemar sepak bola adalah juga konsumen besar untuk produk apa pun yang terlibat langsung dalam kompetisi sepak bola.
Fakta lainnya, 51 persen penggemar sepak bola rela mengeluarkan uang untuk menonton siaran langsung sepak bola. Siaran langsung sendiri adalah pintu gerbang untuk bisnis sepak bola, terutama iklan, sponsor, dan hak siar.
Sementara itu, dalam kaitan jenama atau brand, 67 persen penggemar sepak bola menganggap brand lebih menarik jika turut menjadi sponsor olah raga. Bahkan, 56 persen penggemar mengaku senang mendapatkan informasi dari jenama yang menjadi sponsor olah raga.
Itu semua gambaran bahwa penggemar sepak bola sudah tak bisa lagi dipandang sebagai semata penonton. Namun mengubah 191 juta penyuka sepak bola di Tanah Air menjadi pasar dan konsumen memerlukan perubahan paradigma penyelenggaraan kompetisi sepak bola yang menarik siapa pun.
Pertandingan menarik, yang mempertemukan pemain-pemain berkualitas tinggi dan agak dibalut fanatisme tim, jelas menyuguhkan sebuah tontonan sepak bola yang memikat. Akan tetapi mengimbuhkan aspek lain, termasuk unsur drama seperti lazim dalam bisnis tontonan, bisa membuat penonton setia sepak bola Indonesia menjadi makin banyak.
Semua itu membutuhkan arena yang tak saja membuat pemain nyaman bermain namun juga menghadirkan tempat yang membantu menciptakan tontonan menarik untuk orang-orang yang menyaksikannya dari rumah atau tempat-tempat mana pun di luar stadion.
Baca juga: Stadion Wibawa Mukti Cikarang siap jalani audit
Baca juga: PUPR benahi Stadion Kanjuruhan tingkatkan keselamatan suporter
Situasi seperti itu bisa diawali dengan menghadirkan stadion dengan kondisi fisik dan kelengkapan yang tak saja mempertimbangkan keselamatan manusia, tetapi juga mendorong pertandingan sepak bola dikemas sebagai atraksi yang lebih memikat untuk siapa saja.
Untuk itu, audit stadion lebih dari sekadar menciptakan standar bagaimana seharusnya stadion sepak bola dibangun dan dikelola sehingga menghindarkan kemungkinan terenggutnya nyawa manusia. Audit stadion juga merupakan awal untuk menciptakan iklim sepak bola yang lebih nyaman, menarik, dan lebih industrial.
Pertimbangannya adalah demi kelangsungan Liga 1 yang erat kaitannya dengan kesejahteraan pemain, pelatih, dan semua komponen yang terlibat dalam kompetisi. Perintah itu sendiri dikeluarkan setelah Presiden Jokowi meninjau langsung Stadion Kanjuruhan setelah tragedi yang terjadi pada 1 Oktober itu.
Di stadion tersebut, Jokowi menyaksikan kondisi stadion yang ditengarai menjadi salah satu faktor yang membuat nyawa 131 orang terenggut setelah ribuan orang panik berhamburan menuju pintu keluar stadion guna menghindari gas air mata dan suasana kalut yang menyertainya.
Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar mengaudit seluruh stadion, mulai dari pintu gerbang, sampai pagar, untuk memastikan tak ada celah yang membuat penonton celaka dalam keadaan apa pun sehingga cukup sekali saja terjadi Tragedi Kanjuruhan.
Keselamatan penonton adalah yang utama, kata Jokowi, seraya memberikan tenggat waktu 1 bulan kepada Kementerian PUPR untuk menyelesaikan audit. Jokowi ingin seluruh stadion sepak bola dikelola sebagus dilakukan Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta yang sekalipun bisa dimasuki 80 ribu orang, penonton bisa keluar hanya 15 menit sejak pintu-pintu stadion dibuka.
"Saya kira standar-standar itu yang harus kita miliki," kata Jokowi.
GBK memang sudah menjadi patokan mengenai bagaimana sebuah stadion dikelola dan dirawat, bahkan dioptimalkan kemanfaatannya. Itu semua tak bisa melepaskan diri dari pertimbangan bagaimana stadion bisa membuat orang tak saja masuk dengan aman dan tertib, namun juga bisa keluar sama aman dan tertibnya, termasuk dalam situasi luar biasa.
Tingkat keselamatan dan keamanan ini juga yang membuat GBK berkembang lebih dari sekadar venue olah raga, walaupun posisinya yang strategis juga menjadi pertimbangan yang tak kalah penting. Semua keadaan itu membuat GBK melampaui peruntukan utamanya hingga kerap dijadikan tempat untuk menggelar acara-acara budaya sampai politik yang melibatkan ribuan manusia.
Mencapai standar seperti GBK mungkin terlalu berat bagi kebanyakan stadion di Indonesia, tetapi bukan hal yang mustahil. Yang jelas, perintah audit dari Presiden Jokowi adalah momentum untuk paling tidak menguji kembali tingkat keselamatan dan keamanan stadion sepak bola di Tanah Air.
70 persen suka sepak bola
Ini pastinya bukan semata urusan pemilik stadion sepak bola yang di Indonesia kebanyakan dimiliki oleh pemerintah daerah. Sebaliknya ini pekerjaan rumah bagi pemilik klub dan pengelola kompetisi mengingat stadion yang berstandar adalah juga untuk kepentingan mereka.
Hasil audit nanti bisa menjadi landasan untuk meningkatkan kualitas stadion sampai memenuhi standar yang diminta Presiden Jokowi dan juga FIFA. Satu hal yang pasti, dalam atmosfer sepak bola masa kini yang seharusnya mulai dikelola layaknya sebuah industri, pengelolaan stadion semestinya melibatkan semua pihak.
Klub-klub pun tak lagi hanya memakai, namun juga bisa dilibatkan dalam merawat atau bahkan memilikinya walau dalam proporsi minimal. Situasi ini dimungkinkan jika pemerintah-pemerintah daerah bersedia berbagi kepemilikan stadion, walau hanya untuk sebagian kecil saham. Tentu saja ini berlaku jika klub-klub memiliki modal untuk melakukannya yang sayangnya dalam masa dekat ini agak sulit diwujudkan.
Namun jika itu akhirnya bisa terjadi, maka swasta dan investor bisa dilibatkan untuk bersama mengelola stadion, baik dengan cara membuka kesempatan kepada mereka untuk andil memiliki stadion maupun menjadi sponsor untuk restrukturisasi stadion. Akan tetapi, ini membutuhkan syarat bahwa sepak bola Indonesia sudah tak lagi sekadar olah raga dan kompetisi, melainkan juga menjadi industri.
Mungkin agak sulit untuk saat ini, tetapi dengan visi dan perencanaan yang matang, semua yang tidak mungkin menjadi mungkin. Apalagi Indonesia memiliki modal besar untuk memulai langkah itu. Modal besar itu adalah jumlah pendukung sepak bola yang begitu besar.
Dalam laporannya berjudul "2022 World Football Report", Nielsen mendapati fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki penggemar sepak bola paling banyak di dunia.
Berdasarkan survei tersebut, 70 persen penduduk Indonesia menyukai sepak bola. Angka itu hanya kalah dari Vietnam. Namun penduduk Vietnam tidak sebanyak Indonesia sehingga secara nominal jumlah penggemar sepak bola di Indonesia jauh lebih besar daripada Vietnam.
Jumlah 70 persen penduduk Indonesia itu setara dengan 191 juta dari total 273 juta penduduk di negeri ini. Angka itu di atas jumlah penduduk Vietnam penyuka sepak bola yang mencapai 75 persen dari total populasi, yang "hanya" 97 juta jiwa.
Jumlah penduduk Indonesia yang menyukai sepak bola itu bahkan jauh di atas Arab Saudi, Korea Selatan, dan Jepang yang langganan tampil dalam kontes-kontes sepak bola teratas di Asia dan dunia, selain memiliki liga sepak bola yang kompetitif.
Agar juga industrial
Persentase penyuka sepak bola di Indonesia juga di atas China dan India, yang masing-masing terpaut pada angka 56 dan 40 persen. Namun mengingat penduduk India dan China sangat banyak, nominal pendukung sepak bola mereka tetap jauh lebih besar ketimbang Indonesia; masing-masing 772 juta dan 506 juta.
Walaupun demikian, angka 191 juta orang tetaplah pasar yang yang teramat besar. Angka itu melebihi jumlah penggemar sepak bola di satu negara di mana pun di Eropa yang merupakan kawasan yang industri sepak bolanya sudah demikian mapan dan canggih.
Kecanggihan sepak bola Eropa salah satunya bertumpu kepada pemahaman bahwa penggemar sepak bola tidak cuma sekadar suporter dan penonton, melainkan juga pasar dan konsumen.
Hasil survei pada lembaga riset yang sama pada tahun 2022 menunjukkan bahwa penggemar sepak bola adalah juga konsumen besar untuk produk apa pun yang terlibat langsung dalam kompetisi sepak bola.
Fakta lainnya, 51 persen penggemar sepak bola rela mengeluarkan uang untuk menonton siaran langsung sepak bola. Siaran langsung sendiri adalah pintu gerbang untuk bisnis sepak bola, terutama iklan, sponsor, dan hak siar.
Sementara itu, dalam kaitan jenama atau brand, 67 persen penggemar sepak bola menganggap brand lebih menarik jika turut menjadi sponsor olah raga. Bahkan, 56 persen penggemar mengaku senang mendapatkan informasi dari jenama yang menjadi sponsor olah raga.
Itu semua gambaran bahwa penggemar sepak bola sudah tak bisa lagi dipandang sebagai semata penonton. Namun mengubah 191 juta penyuka sepak bola di Tanah Air menjadi pasar dan konsumen memerlukan perubahan paradigma penyelenggaraan kompetisi sepak bola yang menarik siapa pun.
Pertandingan menarik, yang mempertemukan pemain-pemain berkualitas tinggi dan agak dibalut fanatisme tim, jelas menyuguhkan sebuah tontonan sepak bola yang memikat. Akan tetapi mengimbuhkan aspek lain, termasuk unsur drama seperti lazim dalam bisnis tontonan, bisa membuat penonton setia sepak bola Indonesia menjadi makin banyak.
Semua itu membutuhkan arena yang tak saja membuat pemain nyaman bermain namun juga menghadirkan tempat yang membantu menciptakan tontonan menarik untuk orang-orang yang menyaksikannya dari rumah atau tempat-tempat mana pun di luar stadion.
Baca juga: Stadion Wibawa Mukti Cikarang siap jalani audit
Baca juga: PUPR benahi Stadion Kanjuruhan tingkatkan keselamatan suporter
Situasi seperti itu bisa diawali dengan menghadirkan stadion dengan kondisi fisik dan kelengkapan yang tak saja mempertimbangkan keselamatan manusia, tetapi juga mendorong pertandingan sepak bola dikemas sebagai atraksi yang lebih memikat untuk siapa saja.
Untuk itu, audit stadion lebih dari sekadar menciptakan standar bagaimana seharusnya stadion sepak bola dibangun dan dikelola sehingga menghindarkan kemungkinan terenggutnya nyawa manusia. Audit stadion juga merupakan awal untuk menciptakan iklim sepak bola yang lebih nyaman, menarik, dan lebih industrial.