Mataram (ANTARA) - Salah seorang jaksa penuntut umum berinisial IW dilaporkan ke Bidang Pengawas Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat terkait penahanan Ni Nyoman Juliandari alias Mandari, bandar sabu-sabu yang menjadi terdakwa untuk perkara pemufakatan jahat dalam peredaran narkoba di Kota Mataram.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra yang dikonfirmasi di Mataram, Jumat, menjelaskan bahwa laporan yang mengarah kepada salah satu jaksa yang bertugas di bidang pidana umum tersebut datang dari kelompok masyarakat.
"Dalam laporannya, jaksa IW diduga memberikan keistimewaan terhadap terdakwa Mandari," kata Efrien.
Keistimewaan tersebut, jelas dia, berkaitan dengan posisi terdakwa Mandari yang sampai saat ini masih berstatus tahanan titipan di Rutan Polda NTB.
Pelapor menguatkan laporan dengan dasar adanya surat pemindahan penahanan terhadap terdakwa Mandari ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan di Mataram. Surat tersebut diterbitkan oleh Kepala Kejati NTB.
Selain itu, pelapor dalam laporan menyebutkan jaksa IW telah melakukan pelanggaran kode etik kejaksaan terkait adanya dugaan pertemuan dengan terdakwa Mandari di luar proses hukum yang kini sedang berjalan di tahap persidangan.
"Pelapor mempertanyakan kredibilitas jaksa dalam menangani perkara Mandari. Muncul anggapan tidak profesional," ucap dia.
Lebih lanjut, Efrien mengatakan bahwa jaksa IW sudah memberikan klarifikasi terkait keputusan jaksa penuntut umum tidak mengindahkan surat pemindahan penahanan terdakwa Mandari ke Lapas Perempuan di Mataram.
Jaksa penuntut umum mempertimbangkan kondisi kesehatan Mandari yang baru selesai menjalani operasi usus buntu dan kelenjar getah bening di rumah sakit.
"Pertimbangan itu yang membuat penuntut umum belum memindahkan (ke Lapas Perempuan)," kata Efrien.
Terkait dengan pertimbangan kesehatan ini juga dipastikan Efrien sudah disampaikan dalam sidang Mandari di Pengadilan Negeri Mataram.
Untuk persoalan jaksa IW bertemu Mandari di Rutan Polda NTB, itu berkaitan dengan tugas jaksa penuntut umum untuk mengetahui kondisi Mandari usai menjalani operasi.
"Posisi terdakwa ini 'kan jadi tanggung jawab jaksa penuntut umum. Kalau terjadi apa-apa dengan tahanan, penuntut umum yang bermasalah," ujarnya.
Dalam penanganan kasus ini, terdakwa Mandari pada Rabu (12/10), dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Mandari nampak hadir bersama terdakwa dua, suaminya, bernama I Gede Bayu Pratama yang dituntut pidana 5,5 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam tuntutan, jaksa menyatakan perbuatan kedua terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 114 ayat 1 Juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35/2009 tentang Narkotika.
Hal tersebut berkaitan dengan pemufakatan jahat secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I sesuai isi dakwaan pertama.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jaksa dilaporkan ke pengawas terkait penahanan terdakwa bandar narkoba
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra yang dikonfirmasi di Mataram, Jumat, menjelaskan bahwa laporan yang mengarah kepada salah satu jaksa yang bertugas di bidang pidana umum tersebut datang dari kelompok masyarakat.
"Dalam laporannya, jaksa IW diduga memberikan keistimewaan terhadap terdakwa Mandari," kata Efrien.
Keistimewaan tersebut, jelas dia, berkaitan dengan posisi terdakwa Mandari yang sampai saat ini masih berstatus tahanan titipan di Rutan Polda NTB.
Pelapor menguatkan laporan dengan dasar adanya surat pemindahan penahanan terhadap terdakwa Mandari ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan di Mataram. Surat tersebut diterbitkan oleh Kepala Kejati NTB.
Selain itu, pelapor dalam laporan menyebutkan jaksa IW telah melakukan pelanggaran kode etik kejaksaan terkait adanya dugaan pertemuan dengan terdakwa Mandari di luar proses hukum yang kini sedang berjalan di tahap persidangan.
"Pelapor mempertanyakan kredibilitas jaksa dalam menangani perkara Mandari. Muncul anggapan tidak profesional," ucap dia.
Lebih lanjut, Efrien mengatakan bahwa jaksa IW sudah memberikan klarifikasi terkait keputusan jaksa penuntut umum tidak mengindahkan surat pemindahan penahanan terdakwa Mandari ke Lapas Perempuan di Mataram.
Jaksa penuntut umum mempertimbangkan kondisi kesehatan Mandari yang baru selesai menjalani operasi usus buntu dan kelenjar getah bening di rumah sakit.
"Pertimbangan itu yang membuat penuntut umum belum memindahkan (ke Lapas Perempuan)," kata Efrien.
Terkait dengan pertimbangan kesehatan ini juga dipastikan Efrien sudah disampaikan dalam sidang Mandari di Pengadilan Negeri Mataram.
Untuk persoalan jaksa IW bertemu Mandari di Rutan Polda NTB, itu berkaitan dengan tugas jaksa penuntut umum untuk mengetahui kondisi Mandari usai menjalani operasi.
"Posisi terdakwa ini 'kan jadi tanggung jawab jaksa penuntut umum. Kalau terjadi apa-apa dengan tahanan, penuntut umum yang bermasalah," ujarnya.
Dalam penanganan kasus ini, terdakwa Mandari pada Rabu (12/10), dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Mandari nampak hadir bersama terdakwa dua, suaminya, bernama I Gede Bayu Pratama yang dituntut pidana 5,5 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam tuntutan, jaksa menyatakan perbuatan kedua terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 114 ayat 1 Juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35/2009 tentang Narkotika.
Hal tersebut berkaitan dengan pemufakatan jahat secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I sesuai isi dakwaan pertama.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jaksa dilaporkan ke pengawas terkait penahanan terdakwa bandar narkoba