Denpasar (ANTARA) - Musisi I Wayan Balawan berpandangan para seniman di Bali harus berani berbuat di zaman kekinian dan berjuang menghadapi tantangan agar musik Bali bisa terus diterima oleh masyarakat.
"Di saat musisi mengembangkan keahliannya, masyarakat juga harus meninggikan apresiasinya," kata dia saat menjadi narasumber dalam Timbang Rasa (sarasehan) serangkaian Festival Seni Bali Jani 2022 di Denpasar, Senin.
Sarasehan bertajuk Kreativitas dan Capaian Musik Bali Terkini bertempat di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar juga menghadirkan narasumber akademisi ISI Denpasar Ketut Sumerjana.
Artinya, lanjut dia, seniman-seniman tradisional Bali itu harus lebih banyak mendapat ruang untuk pentas, khususnya pada masyarakat umum. Festival itu bukan semata-mata untuk mencari ramai, tetapi bagaimana seni itu memberikan dampak kepada kelestarian musik Bali ke depan atau 20 tahun ke depan.
Menurut dia, pengemasan suatu karya juga penting dalam menghadapi tantangan di zaman ini. Boleh saja, katanya, karya itu dibilang tradisi, tetapi harus dikemas dengan tata visual yang lebih bagus, pakaian yang menarik sesuai dengan nuansa kekinian. Perubahan-perubahan itu mesti ada agar tak ditinggalkan zaman. Intinya, kata Balawan, musik tradisi itu harus didukung dengan perkembangan fesyen dan tata lampu.
"Hal itulah yang menjadi kekiniannya. Rohnya masih tradisi, itu tidak apa-apa, tetapi cara mengkemasnya harus baru. Sekarang ini orang melihat dalam audio visual, dunia dalam genggaman. Semua orang memegang HP. Nah, kalau melihat sajian musik di HP burem, orang akan skip. Makanya tampilan harus bagus dan memikat," ujarnya.
Kalau tata lampu dan tata busana bagus, katanya, orang akan senang melihatnya. Semua itu mesti dilakukan dengan saling mendukung satu sama lainnya.
"Pemerintah dan seniman yang mesti memikirkan hal itu, artinya menjadi tanggung jawab pemerintah dan seniman. Sementara masyarakat yang akan menilai. Kita memberikan suatu gagasan, lalu direspons audiens dari sana kemudian memberikan argumen atau masukan untuk ajeknya kesenian Bali," ucapnya.
Seni tradisi mesti diberikan ruang yang bagus dan waktu pentas yang bagus serta didukung dana yang bagus pula, sehingga bisa tampil dengan penataan cahaya dan busana yang bagus. Waktu pentas juga diberikan yang terbaik dan tidak pada saat-saat orang sibuk.
"Seniman Bali jangan berinovasi pada karya saja, tetapi juga di alat. Misalnya, membuat gamelan Bali yang ringan, sehingga bisa dibawa ke luar negeri. Saya pernah membuat pelawah gangsa dengan kayu waru dan bisa lepas agar memudahkan kita berangkat," ujar dia.
Akademisi ISI Denpasar Ketut Sumerjana menambahkan pemahaman masyarakat Bali, khususnya seniman tradisi harus berubah. Ia menambahkan jangan merasa tradisi diacak-acak oleh kehadiran karya-karya musik asing. Justru kehadiran karya-karya musik tradisi Barat yang masuk, katanya, malah memperkuat tradisi musik di Bali.
"Jangan salah, kehadiran musik tradisi Barat itu dapat memperkaya tradisi musik kita. Saya sudah mencobanya, mengombinasikan dengan yang beda. Hilling musik yang kami lakukan bersama teman-teman di Unud dan RSUP Sanglah. Cara pengobatan dengan gelombang musik itu, seperti cara di Barat," ujarnya.
Baca juga: Musisi Ariel Noah belum tertarik miliki sepeda motor listrik
Baca juga: Suradipa: musisi Lombok harus persiapkan diri pasca-MotoGP
Ia mengatakan musik gamelan tradisi di Bali tidak akan mungkin ditinggal semasih masih ada upacara adat. Oleh karena itu, katanya, seakan sudah menjadi satu paket yang tak dapat dipisahkan.
"Gamelan itu akan dikumandangkan terus. Itu sudah menjadi kewajiban kita di Bali dan di daerah lain khususnya yang memeluk Agama Hindu. Kuncinya, kita harus peka dan selalu berkreativias. Jangan takut dengan globalisasi, justru itu yang dimanfaatkan untuk melestarikan kesenian kita," katanya.
"Di saat musisi mengembangkan keahliannya, masyarakat juga harus meninggikan apresiasinya," kata dia saat menjadi narasumber dalam Timbang Rasa (sarasehan) serangkaian Festival Seni Bali Jani 2022 di Denpasar, Senin.
Sarasehan bertajuk Kreativitas dan Capaian Musik Bali Terkini bertempat di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar juga menghadirkan narasumber akademisi ISI Denpasar Ketut Sumerjana.
Artinya, lanjut dia, seniman-seniman tradisional Bali itu harus lebih banyak mendapat ruang untuk pentas, khususnya pada masyarakat umum. Festival itu bukan semata-mata untuk mencari ramai, tetapi bagaimana seni itu memberikan dampak kepada kelestarian musik Bali ke depan atau 20 tahun ke depan.
Menurut dia, pengemasan suatu karya juga penting dalam menghadapi tantangan di zaman ini. Boleh saja, katanya, karya itu dibilang tradisi, tetapi harus dikemas dengan tata visual yang lebih bagus, pakaian yang menarik sesuai dengan nuansa kekinian. Perubahan-perubahan itu mesti ada agar tak ditinggalkan zaman. Intinya, kata Balawan, musik tradisi itu harus didukung dengan perkembangan fesyen dan tata lampu.
"Hal itulah yang menjadi kekiniannya. Rohnya masih tradisi, itu tidak apa-apa, tetapi cara mengkemasnya harus baru. Sekarang ini orang melihat dalam audio visual, dunia dalam genggaman. Semua orang memegang HP. Nah, kalau melihat sajian musik di HP burem, orang akan skip. Makanya tampilan harus bagus dan memikat," ujarnya.
Kalau tata lampu dan tata busana bagus, katanya, orang akan senang melihatnya. Semua itu mesti dilakukan dengan saling mendukung satu sama lainnya.
"Pemerintah dan seniman yang mesti memikirkan hal itu, artinya menjadi tanggung jawab pemerintah dan seniman. Sementara masyarakat yang akan menilai. Kita memberikan suatu gagasan, lalu direspons audiens dari sana kemudian memberikan argumen atau masukan untuk ajeknya kesenian Bali," ucapnya.
Seni tradisi mesti diberikan ruang yang bagus dan waktu pentas yang bagus serta didukung dana yang bagus pula, sehingga bisa tampil dengan penataan cahaya dan busana yang bagus. Waktu pentas juga diberikan yang terbaik dan tidak pada saat-saat orang sibuk.
"Seniman Bali jangan berinovasi pada karya saja, tetapi juga di alat. Misalnya, membuat gamelan Bali yang ringan, sehingga bisa dibawa ke luar negeri. Saya pernah membuat pelawah gangsa dengan kayu waru dan bisa lepas agar memudahkan kita berangkat," ujar dia.
Akademisi ISI Denpasar Ketut Sumerjana menambahkan pemahaman masyarakat Bali, khususnya seniman tradisi harus berubah. Ia menambahkan jangan merasa tradisi diacak-acak oleh kehadiran karya-karya musik asing. Justru kehadiran karya-karya musik tradisi Barat yang masuk, katanya, malah memperkuat tradisi musik di Bali.
"Jangan salah, kehadiran musik tradisi Barat itu dapat memperkaya tradisi musik kita. Saya sudah mencobanya, mengombinasikan dengan yang beda. Hilling musik yang kami lakukan bersama teman-teman di Unud dan RSUP Sanglah. Cara pengobatan dengan gelombang musik itu, seperti cara di Barat," ujarnya.
Baca juga: Musisi Ariel Noah belum tertarik miliki sepeda motor listrik
Baca juga: Suradipa: musisi Lombok harus persiapkan diri pasca-MotoGP
Ia mengatakan musik gamelan tradisi di Bali tidak akan mungkin ditinggal semasih masih ada upacara adat. Oleh karena itu, katanya, seakan sudah menjadi satu paket yang tak dapat dipisahkan.
"Gamelan itu akan dikumandangkan terus. Itu sudah menjadi kewajiban kita di Bali dan di daerah lain khususnya yang memeluk Agama Hindu. Kuncinya, kita harus peka dan selalu berkreativias. Jangan takut dengan globalisasi, justru itu yang dimanfaatkan untuk melestarikan kesenian kita," katanya.