Mataram (ANTARA) - Dinas Perhubungan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, segera menertibkan keberadaan orang yang ikut mengatur lalu lintas dan kerap meminta sejumlah uang imbalan kepada pengendara atau biasa disebut "pak ogah", di sejumlah titik persimpangan di kota itu.
"Mereka kita tertibkan, karena mereka tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi dalam mengatur lalu lintas. Masa mobil ambulans lewat mereka setop, ini kan keliru," kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Mataram M Saleh di Mataram, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi keberadaan "pak ogah" atau sebagai pihak pembuka jalan yang berinisiatif mengatur lalu lintas dengan imbalan uang, yang sudah muncul pada beberapa titik rawan padat lalu lintas di Kota Mataram.
Menurut Saleh, keberadaan "pak ogah" ini sedang dibahas oleh tim keamanan, ketertiban, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas, dan segera akan ditertibkan bersama tim dari Dinas Sosial Kota Mataram.
Pasalnya, ujar dia, aksi "pak ogah" ini hampir sama dengan aksi minta-minta yang menjadi salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
"Munculnya 'pak ogah' ini memberikan kesan citra Kota Mataram seolah-olah macet tidak tertolong. Padahal, yang terjadi hanya kepadatan lalu lintas pada jam-jam tertentu," kata Saleh.
Dikatakan, aksi "pak ogah" di Kota Mataram saat ini terjadi pada sekitar 5-6 titik persimpangan. Di antaranya, di simpang Kampus Universitas Muhammadiyah Pagesangan, simpang Gebang, Kekalik, Pagutan, dan di Dakota Rembiga.
"Bahkan dari pendataan, kebanyakan dari mereka penyandang tunarungu. Jadi bagaimana mereka bisa mendengar sirene ambulans atau lainnya," kata Saleh.
Sementara terkait dengan tanggapan masyarakat yang menilai dibantu dalam mengatur arus lalu lintas, kata Saleh, akan dievaluasi kembali namun yang jelas Dishub tidak bisa menyerahkan pengaturan lalu lintas kepada orang yang tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi.
Saleh mengatakan, untuk mengurai titik-titik kepadatan lalu lintas, Dishub sudah memiliki tim sebanyak tiga regu satu regu anggotanya 20 orang yang setiap hari disebar pagi dan sore untuk mengurai kepadatan lalu lintas yang dipantau melalui CCTV, termasuk titik-titik tempat "pak ogah" tersebut.
"Jadi titik-titik padat selalu kita kawal. Perlu diingat, di Mataram terjadi titik kepadatan lalu lintas yang menjadi ciri kawasan kota berkembang, tapi bukan macet," katanya.
Sementara menyinggung tentang konsekwensi jika "pak ogah" ditertibkan mereka akan kehilangan mata pencarian, Saleh mengatakan, sebelumnya Dishub pernah menawarkan kepada mereka untuk menjadi juru parkir dengan disiapkan ruang parkir.
"Tapi ternyata mereka tidak mau. Mungkin mereka lebih banyak dapat menjadi 'pak ogah' dibandingkan juru parkir. Wallahualam Bissawab," kata Saleh.
"Mereka kita tertibkan, karena mereka tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi dalam mengatur lalu lintas. Masa mobil ambulans lewat mereka setop, ini kan keliru," kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Mataram M Saleh di Mataram, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan menyikapi keberadaan "pak ogah" atau sebagai pihak pembuka jalan yang berinisiatif mengatur lalu lintas dengan imbalan uang, yang sudah muncul pada beberapa titik rawan padat lalu lintas di Kota Mataram.
Menurut Saleh, keberadaan "pak ogah" ini sedang dibahas oleh tim keamanan, ketertiban, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas, dan segera akan ditertibkan bersama tim dari Dinas Sosial Kota Mataram.
Pasalnya, ujar dia, aksi "pak ogah" ini hampir sama dengan aksi minta-minta yang menjadi salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
"Munculnya 'pak ogah' ini memberikan kesan citra Kota Mataram seolah-olah macet tidak tertolong. Padahal, yang terjadi hanya kepadatan lalu lintas pada jam-jam tertentu," kata Saleh.
Dikatakan, aksi "pak ogah" di Kota Mataram saat ini terjadi pada sekitar 5-6 titik persimpangan. Di antaranya, di simpang Kampus Universitas Muhammadiyah Pagesangan, simpang Gebang, Kekalik, Pagutan, dan di Dakota Rembiga.
"Bahkan dari pendataan, kebanyakan dari mereka penyandang tunarungu. Jadi bagaimana mereka bisa mendengar sirene ambulans atau lainnya," kata Saleh.
Sementara terkait dengan tanggapan masyarakat yang menilai dibantu dalam mengatur arus lalu lintas, kata Saleh, akan dievaluasi kembali namun yang jelas Dishub tidak bisa menyerahkan pengaturan lalu lintas kepada orang yang tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi.
Saleh mengatakan, untuk mengurai titik-titik kepadatan lalu lintas, Dishub sudah memiliki tim sebanyak tiga regu satu regu anggotanya 20 orang yang setiap hari disebar pagi dan sore untuk mengurai kepadatan lalu lintas yang dipantau melalui CCTV, termasuk titik-titik tempat "pak ogah" tersebut.
"Jadi titik-titik padat selalu kita kawal. Perlu diingat, di Mataram terjadi titik kepadatan lalu lintas yang menjadi ciri kawasan kota berkembang, tapi bukan macet," katanya.
Sementara menyinggung tentang konsekwensi jika "pak ogah" ditertibkan mereka akan kehilangan mata pencarian, Saleh mengatakan, sebelumnya Dishub pernah menawarkan kepada mereka untuk menjadi juru parkir dengan disiapkan ruang parkir.
"Tapi ternyata mereka tidak mau. Mungkin mereka lebih banyak dapat menjadi 'pak ogah' dibandingkan juru parkir. Wallahualam Bissawab," kata Saleh.