Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan satuan pendidikan atau sekolah tidak boleh memaksakan penggunaan jilbab kepada peserta didik.
"Terlebih pemaksaan tersebut disertai dengan perundungan atau kekerasan terhadap anak. Kami menilai lingkungan pendidikan seyogyanya tidak melakukan pemaksaan tersebut," ujar Nahar dalam keterangan, di Jakarta, Kamis, menanggapi perundungan terhadap seorang siswi oleh gurunya yang diduga karena tidak menggunakan jilbab di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Nahar menyebutkan ketentuan seragam sekolah sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Ketentuan dalam peraturan tersebut mengatur model, warna, dan atribut pakaian seragam, serta seragam yang dikenakan memperhatikan hak setiap peserta didik.
"Permendikbudristek ini seharusnya dapat dipahami dan menjadi pedoman bagi seluruh satuan pendidikan untuk melaksanakan ketentuan seragam di sekolah masing-masing," kata Nahar.
Nahar mendorong pihak sekolah untuk tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak ketika menangani peserta didik yang tidak memenuhi ketentuan seragam sesuai peraturan. Menurut dia, pihak sekolah harus menjalankan perannya sebagai pendidik, menjadi ruang yang memberi rasa aman bagi siswa, serta jauh dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. "Jangan sampai karena masalah seragam sekolah, siswa menjadi enggan dan takut untuk bersekolah. Hal tersebut tentu mencederai hak anak atas pendidikan," tutur Nahar.
Baca juga: Kemendikbudristek kirimkan tim ahli teliti Prasasti Pucangan di India
Baca juga: Kemendikbud: Peta Jalan Pendidikan berisi kewajiban belajar 12 tahun
Nahar meminta kasus perundungan di Sragen dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Selain itu, keberulangan perundungan juga harus dicegah.
"Terlebih pemaksaan tersebut disertai dengan perundungan atau kekerasan terhadap anak. Kami menilai lingkungan pendidikan seyogyanya tidak melakukan pemaksaan tersebut," ujar Nahar dalam keterangan, di Jakarta, Kamis, menanggapi perundungan terhadap seorang siswi oleh gurunya yang diduga karena tidak menggunakan jilbab di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Nahar menyebutkan ketentuan seragam sekolah sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Ketentuan dalam peraturan tersebut mengatur model, warna, dan atribut pakaian seragam, serta seragam yang dikenakan memperhatikan hak setiap peserta didik.
"Permendikbudristek ini seharusnya dapat dipahami dan menjadi pedoman bagi seluruh satuan pendidikan untuk melaksanakan ketentuan seragam di sekolah masing-masing," kata Nahar.
Nahar mendorong pihak sekolah untuk tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak ketika menangani peserta didik yang tidak memenuhi ketentuan seragam sesuai peraturan. Menurut dia, pihak sekolah harus menjalankan perannya sebagai pendidik, menjadi ruang yang memberi rasa aman bagi siswa, serta jauh dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. "Jangan sampai karena masalah seragam sekolah, siswa menjadi enggan dan takut untuk bersekolah. Hal tersebut tentu mencederai hak anak atas pendidikan," tutur Nahar.
Baca juga: Kemendikbudristek kirimkan tim ahli teliti Prasasti Pucangan di India
Baca juga: Kemendikbud: Peta Jalan Pendidikan berisi kewajiban belajar 12 tahun
Nahar meminta kasus perundungan di Sragen dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Selain itu, keberulangan perundungan juga harus dicegah.