Mataram (ANTARA) - Kepala Bagian Umum Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat Irwan Supriadi menyampaikan bahwa audit kerugian negara untuk kasus dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) bank konvensional sudah rampung.
"Untuk audit sudah rampung, sekarang tinggal proses penerbitan laporan," katanya yang ditemui di Kantor BPKP Perwakilan NTB di Mataram, Kamis.
Laporan tersebut, jelas dia, berkaitan dengan pemenuhan syarat administrasi yang akan menjadi bahan penyerahan hasil audit BPKP ke pihak penyidik kejaksaan. "Jadi, kalau laporan sudah selesai, tinggal kami serahkan hasil (audit) ke penyidik," ujar Irwan.
Dia pun mengatakan bahwa BPKP melakukan perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) untuk kasus ini berdasarkan adanya permintaan dari penyidik pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Dalam kasus ini Kejati NTB telah menetapkan dua tersangka berinisial AM (54) dan IR (52). Kedua tersangka memiliki peran berbeda.
Tersangka AM merupakan mantan pejabat dari perbankan konvensional yang menyalurkan dana KUR. Sedangkan tersangka IR, seorang bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB. Penyidik kejaksaan pun telah menitipkan penahanan kedua tersangka di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram, Kuripan, Kabupaten Lombok Barat. Proyek penyaluran ini kali pertama muncul dari adanya kerja sama antara bank konvensional PT BNI dengan PT SMA dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok.
Perjanjian kerja sama kedua pihak tertuang dalam surat Nomor: Mta/01/PKS/001/2020. Dalam surat tersebut PT SMA dengan PT BNI sepakat untuk menyalurkan dana KUR ke kalangan petani di Lombok Timur dan Lombok Tengah. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang.
Dari adanya kesepakatan tersebut, PT SMA pada September 2020, mensubkontrakkan tugas penyaluran dana KUR ke perusahaan CV ABB, yang berdomisili di NTB. Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran, sesuai subkontrak yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi. Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra mengatakan dalam rangkaian rangkaian penyidikan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan para pihak terkait.
Baca juga: Hujan di NTB semakin merata
Baca juga: Gubernur NTB mengajak biro perjalanan wisata gencarkan promosi pariwisata
Pertama, saksi yang terkonfirmasi hadir tersebut dari pengurus HKTI NTB, termasuk Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi sebagai ketua. Selain dari pihak HKTI, saksi yang pernah hadir ke hadapan penyidik berasal dari PT BNI, pihak yang memfasilitasi proses penyaluran bantuan dalam bentuk dana. Begitu juga dengan CV ABB, perusahaan yang memberikan pendampingan kepada penerima dari kalangan kelompok tani dalam mengelola dana bantuan tersebut.
Untuk kalangan penerima, Efrien memastikan bahwa penyidik kejaksaan telah merampungkan pemeriksaan bersama tim audit. Hasil pemeriksaan tersebut yang kemudian menjadi bekal tim audit menghitung kerugian negara.
Sedangkan, untuk pihak PT SMA dengan direktur seorang anak pejabat negara berinisial JR, pihak yang membuat kesepakatan kerja sama di awal dengan PT BNI, dia mengaku dirinya belum mendapat konfirmasi dari penyidik.
"Untuk audit sudah rampung, sekarang tinggal proses penerbitan laporan," katanya yang ditemui di Kantor BPKP Perwakilan NTB di Mataram, Kamis.
Laporan tersebut, jelas dia, berkaitan dengan pemenuhan syarat administrasi yang akan menjadi bahan penyerahan hasil audit BPKP ke pihak penyidik kejaksaan. "Jadi, kalau laporan sudah selesai, tinggal kami serahkan hasil (audit) ke penyidik," ujar Irwan.
Dia pun mengatakan bahwa BPKP melakukan perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) untuk kasus ini berdasarkan adanya permintaan dari penyidik pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Dalam kasus ini Kejati NTB telah menetapkan dua tersangka berinisial AM (54) dan IR (52). Kedua tersangka memiliki peran berbeda.
Tersangka AM merupakan mantan pejabat dari perbankan konvensional yang menyalurkan dana KUR. Sedangkan tersangka IR, seorang bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB. Penyidik kejaksaan pun telah menitipkan penahanan kedua tersangka di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram, Kuripan, Kabupaten Lombok Barat. Proyek penyaluran ini kali pertama muncul dari adanya kerja sama antara bank konvensional PT BNI dengan PT SMA dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok.
Perjanjian kerja sama kedua pihak tertuang dalam surat Nomor: Mta/01/PKS/001/2020. Dalam surat tersebut PT SMA dengan PT BNI sepakat untuk menyalurkan dana KUR ke kalangan petani di Lombok Timur dan Lombok Tengah. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang.
Dari adanya kesepakatan tersebut, PT SMA pada September 2020, mensubkontrakkan tugas penyaluran dana KUR ke perusahaan CV ABB, yang berdomisili di NTB. Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran, sesuai subkontrak yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi. Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra mengatakan dalam rangkaian rangkaian penyidikan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan para pihak terkait.
Baca juga: Hujan di NTB semakin merata
Baca juga: Gubernur NTB mengajak biro perjalanan wisata gencarkan promosi pariwisata
Pertama, saksi yang terkonfirmasi hadir tersebut dari pengurus HKTI NTB, termasuk Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi sebagai ketua. Selain dari pihak HKTI, saksi yang pernah hadir ke hadapan penyidik berasal dari PT BNI, pihak yang memfasilitasi proses penyaluran bantuan dalam bentuk dana. Begitu juga dengan CV ABB, perusahaan yang memberikan pendampingan kepada penerima dari kalangan kelompok tani dalam mengelola dana bantuan tersebut.
Untuk kalangan penerima, Efrien memastikan bahwa penyidik kejaksaan telah merampungkan pemeriksaan bersama tim audit. Hasil pemeriksaan tersebut yang kemudian menjadi bekal tim audit menghitung kerugian negara.
Sedangkan, untuk pihak PT SMA dengan direktur seorang anak pejabat negara berinisial JR, pihak yang membuat kesepakatan kerja sama di awal dengan PT BNI, dia mengaku dirinya belum mendapat konfirmasi dari penyidik.