Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa mengatakan masyarakat Indonesia perlu memperkuat bangunan atau rumah agar tahan gempa karena berada di negara yang rawan gempa.
"Perkuat bangunan agar tahan gempa. Perlu kita ingat bahwa kematian terbesar akibat gempa diakibatkan oleh keruntuhan bangunan," kata Rahma dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Rahma menuturkan rumah dapat didesain tahan terhadap guncangan gempa baik dengan mengikuti kode bangunan maupun dengan menerapkan kearifan lokal. Selain itu, masyarakat juga perlu memperkuat furniture yang ada di rumah sehingga tidak mudah berjatuhan dan pecah. Masyarakat juga butuh menyiapkan peralatan P3K dan tas darurat untuk dapat bertahan hidup secara mandiri selama 36 jam pertama setelah gempa.
Sedangkan pascagempa utama, masyarakat harus mewaspadai gempa susulan dan memeriksa kondisi rumah. Jika kondisi rumah berubah menjadi miring, jangan ditempati sebelum diperbaiki. "Kemudian masyarakat juga perlu mewaspadai bahaya ikutan. Jika berada di daerah berbukit dan berlereng, waspadai longsor yang dapat terjadi. Jika berada di wilayah pantai, waspadai tsunami yang dapat terjadi dengan segera evakuasi menjauh dari pantai atau ke tempat yang lebih tinggi," katanya.
Masyarakat juga perlu memahami sumber dan bahaya gempa di sekitar termasuk zona aman dan tidak aman di lingkungan sekitar. Sumber dan bahaya gempa dapat diakses di antaranya pada portal Inarisk.bnpb.go.id.
Baca juga: BRIN dorong diversifikasi pangan dari ubi kayu
Baca juga: Inovasi dan teknologi tingkatkan nilai tambah biomassa
Sementara itu, Profesor Riset BRIN bidang Ilmu Kebumian Danny Hilman Natawidjaja mengatakan gempa terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, karena sumber gempa di darat dari satu sesar aktif di dekat Cianjur yang belum terpetakan sebelumnya. Itu merupakan satu sumber gempa yang belum diketahui sebelumnya. "Dekat dengan jalur Sesar Cimandiri yang sudah dikenal sejak lama. Namun, itu bukan di Sesar Cimandiri," ujarnya.
Menurut Danny, gempa tidak dapat diprediksi tetapi persiapan menghadapi bencana tersebut harus dilakukan baik di tata ruang maupun di kode bangunan yaitu struktur bangunan yang tahan gempa untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan. "Kebanyakan kerusakan terjadi penyebabnya adalah struktur bangunan yang tidak tahan gempa. Strukturnya tidak baik," tuturnya.
"Perkuat bangunan agar tahan gempa. Perlu kita ingat bahwa kematian terbesar akibat gempa diakibatkan oleh keruntuhan bangunan," kata Rahma dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Rahma menuturkan rumah dapat didesain tahan terhadap guncangan gempa baik dengan mengikuti kode bangunan maupun dengan menerapkan kearifan lokal. Selain itu, masyarakat juga perlu memperkuat furniture yang ada di rumah sehingga tidak mudah berjatuhan dan pecah. Masyarakat juga butuh menyiapkan peralatan P3K dan tas darurat untuk dapat bertahan hidup secara mandiri selama 36 jam pertama setelah gempa.
Sedangkan pascagempa utama, masyarakat harus mewaspadai gempa susulan dan memeriksa kondisi rumah. Jika kondisi rumah berubah menjadi miring, jangan ditempati sebelum diperbaiki. "Kemudian masyarakat juga perlu mewaspadai bahaya ikutan. Jika berada di daerah berbukit dan berlereng, waspadai longsor yang dapat terjadi. Jika berada di wilayah pantai, waspadai tsunami yang dapat terjadi dengan segera evakuasi menjauh dari pantai atau ke tempat yang lebih tinggi," katanya.
Masyarakat juga perlu memahami sumber dan bahaya gempa di sekitar termasuk zona aman dan tidak aman di lingkungan sekitar. Sumber dan bahaya gempa dapat diakses di antaranya pada portal Inarisk.bnpb.go.id.
Baca juga: BRIN dorong diversifikasi pangan dari ubi kayu
Baca juga: Inovasi dan teknologi tingkatkan nilai tambah biomassa
Sementara itu, Profesor Riset BRIN bidang Ilmu Kebumian Danny Hilman Natawidjaja mengatakan gempa terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, karena sumber gempa di darat dari satu sesar aktif di dekat Cianjur yang belum terpetakan sebelumnya. Itu merupakan satu sumber gempa yang belum diketahui sebelumnya. "Dekat dengan jalur Sesar Cimandiri yang sudah dikenal sejak lama. Namun, itu bukan di Sesar Cimandiri," ujarnya.
Menurut Danny, gempa tidak dapat diprediksi tetapi persiapan menghadapi bencana tersebut harus dilakukan baik di tata ruang maupun di kode bangunan yaitu struktur bangunan yang tahan gempa untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan. "Kebanyakan kerusakan terjadi penyebabnya adalah struktur bangunan yang tidak tahan gempa. Strukturnya tidak baik," tuturnya.