Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat menyatakan, selama 2022 ini menangani 11 kasus laporan karyawan PHK terhadap perusahaan tempat mereka bekerja.
"Dari 11 kasus ini, 10 kasus sudah selesai dan satu kasus lainnya masih pada tahap penyelesaian," kata Fungsional Mediator Hubungan Industri (HI) di Disnakertrans Lombok Tengah, Lalu Muh Sukran di Praya, Kamis.
Ia mengatakan, dinas selama ini sering menangani kasus laporan karyawan yang bukan kaitan dengan pidana, seperti dalam hal syarat kerja yakni kontrak kerja, perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perselisihan kepentingan atau perbedaan penafsiran yang diberlakukan antara karyawan dan perusahaan.
“Untuk 2022 ini ada 11 laporan dari karyawan yang di PHK oleh 11 perusahaan juga dan rata- rata permasalahannya adalah kontrak dari karyawan yang berakhir," katanya.
Sesuai dengan aturan, kalau kontrak berakhir maka para pekerja harus diberikan kompensasi, makanya ada laporan dari karyawan yang terkena PHK, karena pemberhentian akibat habis masa kontrak sama artinya PHK karena hukum.
Namun ada kewajiban perusahaan menurut undang- undang cipta kerja, oleh perusahaan harus memberikan karyawan kontrak tersebut kompensasi dan untuk pesangon berlaku bagi karyawan yang berstatus pekerja tetap.
“Jadi kalau pegawai tetap di PHK akan mendapat pesangon sesuai dengan masa kerja, tapi kalau pegawai kontrak oleh perusahaan memberikan kompensasi secara profesional," katanya.
Ia mengatakan, satu tahun kerja secara otomatis mendapatkan satu bulan upah, jadi 11 karyawan ini melapor karena tidak mendapatkan kompensasi.
Sebenarnya banyak karyawan berstatus pegawai kontrak yang terkena PHK, apalagi sebelumnya ada COVID-19 yang membuat beberapa karyawan juga harus dirumahkan. Hanya saja karena mereka tidak melapor, maka oleh dinas juga tentu tidak bisa melakukan penindakan.
“Jadi kalau sama- sama menerima PHK dan tidak dipersoalkan, maka tidak menjadi kasus," katanya.
Ia mencontohkan, banyak yang tidak diperpanjang kontrak tapi mereka langsung diberikan kompensasi, maka tidak ada masalah. Sehingga sebenarnya banyak yang PHK tapi yang dilaporkan hanya 11.
Laporan PHK ini rata- rata karyawan yang tidak mendapatkan kompensasi saat di PHK di bidang pariwisata. Karena memang tidak bisa dinafikan selama ini akibat COVID-19 membuat sektor pariwisata yang mengalami dampak yang signifikan.
“Hanya saja memang kalau tidak di persoalkan, maka kita juga tidak bisa proses,” katanya.
"Dari 11 kasus ini, 10 kasus sudah selesai dan satu kasus lainnya masih pada tahap penyelesaian," kata Fungsional Mediator Hubungan Industri (HI) di Disnakertrans Lombok Tengah, Lalu Muh Sukran di Praya, Kamis.
Ia mengatakan, dinas selama ini sering menangani kasus laporan karyawan yang bukan kaitan dengan pidana, seperti dalam hal syarat kerja yakni kontrak kerja, perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perselisihan kepentingan atau perbedaan penafsiran yang diberlakukan antara karyawan dan perusahaan.
“Untuk 2022 ini ada 11 laporan dari karyawan yang di PHK oleh 11 perusahaan juga dan rata- rata permasalahannya adalah kontrak dari karyawan yang berakhir," katanya.
Sesuai dengan aturan, kalau kontrak berakhir maka para pekerja harus diberikan kompensasi, makanya ada laporan dari karyawan yang terkena PHK, karena pemberhentian akibat habis masa kontrak sama artinya PHK karena hukum.
Namun ada kewajiban perusahaan menurut undang- undang cipta kerja, oleh perusahaan harus memberikan karyawan kontrak tersebut kompensasi dan untuk pesangon berlaku bagi karyawan yang berstatus pekerja tetap.
“Jadi kalau pegawai tetap di PHK akan mendapat pesangon sesuai dengan masa kerja, tapi kalau pegawai kontrak oleh perusahaan memberikan kompensasi secara profesional," katanya.
Ia mengatakan, satu tahun kerja secara otomatis mendapatkan satu bulan upah, jadi 11 karyawan ini melapor karena tidak mendapatkan kompensasi.
Sebenarnya banyak karyawan berstatus pegawai kontrak yang terkena PHK, apalagi sebelumnya ada COVID-19 yang membuat beberapa karyawan juga harus dirumahkan. Hanya saja karena mereka tidak melapor, maka oleh dinas juga tentu tidak bisa melakukan penindakan.
“Jadi kalau sama- sama menerima PHK dan tidak dipersoalkan, maka tidak menjadi kasus," katanya.
Ia mencontohkan, banyak yang tidak diperpanjang kontrak tapi mereka langsung diberikan kompensasi, maka tidak ada masalah. Sehingga sebenarnya banyak yang PHK tapi yang dilaporkan hanya 11.
Laporan PHK ini rata- rata karyawan yang tidak mendapatkan kompensasi saat di PHK di bidang pariwisata. Karena memang tidak bisa dinafikan selama ini akibat COVID-19 membuat sektor pariwisata yang mengalami dampak yang signifikan.
“Hanya saja memang kalau tidak di persoalkan, maka kita juga tidak bisa proses,” katanya.