Jakarta (ANTARA) - Pakar gempa bumi dan tsunami dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Danny Hilman Natawidjaja mengatakan bangunan tahan gempa menjadi upaya penting untuk mitigasi guncangan gempa.
"Untuk guncangan gempa, cara mitigasinya tentu dengan cara menerapkan konstruksi tahan gempa bangunan yang baik strukturnya," kata Danny dalam diskusi Belajar dari Gempa Bumi Cianjur, Apa yang Harus Kita Waspadai? yang diikuti virtual di Jakarta, Jumat.
Danny menuturkan jika semua struktur bangunan di Indonesia termasuk rumah-rumah sudah memenuhi kaidah peta zonasi gempa dan kaidah struktur tahan gempa yang tercantum dalam SNI 1726:2019, maka seharusnya tidak ada lagi kerusakan bangunan dikarenakan strukturnya ambruk karena goncangan gempa.
Ia mengatakan dalam membangun bangunan atau rumah di suatu daerah, maka seluruh pihak perlu melihat peta zonasi gempa untuk menghindari area rawan gempa dan jalur gempa atau sesar aktif. Semakin dekat suatu lokasi terhadap sumber gempa, maka goncangan akan semakin besar.
Kejadian gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. yang mengakibatkan korban jiwa dan banyak bangunan rusak menjadi pembelajaran penting untuk mitigasi gempa dan keberadaan sesar aktif di wilayah itu.
"Rumah-rumah yang ambruk total cukup banyak, jadi saya pikir di luar perkiraan kalau untuk gempa yang magnitudonya hanya 5,6 tapi kerusakannya cukup luas," ujarnya.
Danny menuturkan kerusakan banyak bangunan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat akibat gempa magnitudo 5,6 dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor tersebut adalah material dan struktur bangunan tidak memenuhi standar, goncangan gempa melebihi kekuatan bangunannya, pondasi bangunan bergerak karena ada gerakan tanah atau likuefaksi, serta bangunan berdiri di atas retakan sesar gempa sehingga rusak parah.
"Bisa juga struktur bangunan rumahnya sudah cukup baik tapi pondasi bangunannya itu yang bergerak karena ada gerakan tanah atau likuefaksi," ujarnya.
Untuk mitigasi gempa, struktur ketahanan gempa pada bangunan harus lebih ditingkatkan.
Menurut Danny, sampai sekarang peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia dan SNI struktur tahan gempa, yakni SNI 1726:2019 masih belum benar-benar dilaksanakan.
Ia mengatakan aturan struktur tahan gempa berlaku secara legal untuk struktur yang besar seperti hotel, jalan tol dan bendungan, dengan kewajiban untuk mempunyai struktur tahan gempa.
Namun, tidak ada kewajiban bagi rumah-rumah penduduk untuk membuat struktur tahan gempa. Padahal, rumah-rumah warga berisiko rusak atau ambruk ketika terjadi gempa.
Selain itu, Danny menuturkan edukasi kebencanaan juga harus lebih intensif dilakukan, terutama agar bisa masuk ke jenjang pendidikan formal mulai dari SD, SMP hingga SMA untuk menyiapkan warga Indonesia yang sadar dan tanggap bencana.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Bangunan tahan gempa penting untuk mitigasi guncangan gempa
"Untuk guncangan gempa, cara mitigasinya tentu dengan cara menerapkan konstruksi tahan gempa bangunan yang baik strukturnya," kata Danny dalam diskusi Belajar dari Gempa Bumi Cianjur, Apa yang Harus Kita Waspadai? yang diikuti virtual di Jakarta, Jumat.
Danny menuturkan jika semua struktur bangunan di Indonesia termasuk rumah-rumah sudah memenuhi kaidah peta zonasi gempa dan kaidah struktur tahan gempa yang tercantum dalam SNI 1726:2019, maka seharusnya tidak ada lagi kerusakan bangunan dikarenakan strukturnya ambruk karena goncangan gempa.
Ia mengatakan dalam membangun bangunan atau rumah di suatu daerah, maka seluruh pihak perlu melihat peta zonasi gempa untuk menghindari area rawan gempa dan jalur gempa atau sesar aktif. Semakin dekat suatu lokasi terhadap sumber gempa, maka goncangan akan semakin besar.
Kejadian gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. yang mengakibatkan korban jiwa dan banyak bangunan rusak menjadi pembelajaran penting untuk mitigasi gempa dan keberadaan sesar aktif di wilayah itu.
"Rumah-rumah yang ambruk total cukup banyak, jadi saya pikir di luar perkiraan kalau untuk gempa yang magnitudonya hanya 5,6 tapi kerusakannya cukup luas," ujarnya.
Danny menuturkan kerusakan banyak bangunan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat akibat gempa magnitudo 5,6 dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor tersebut adalah material dan struktur bangunan tidak memenuhi standar, goncangan gempa melebihi kekuatan bangunannya, pondasi bangunan bergerak karena ada gerakan tanah atau likuefaksi, serta bangunan berdiri di atas retakan sesar gempa sehingga rusak parah.
"Bisa juga struktur bangunan rumahnya sudah cukup baik tapi pondasi bangunannya itu yang bergerak karena ada gerakan tanah atau likuefaksi," ujarnya.
Untuk mitigasi gempa, struktur ketahanan gempa pada bangunan harus lebih ditingkatkan.
Menurut Danny, sampai sekarang peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia dan SNI struktur tahan gempa, yakni SNI 1726:2019 masih belum benar-benar dilaksanakan.
Ia mengatakan aturan struktur tahan gempa berlaku secara legal untuk struktur yang besar seperti hotel, jalan tol dan bendungan, dengan kewajiban untuk mempunyai struktur tahan gempa.
Namun, tidak ada kewajiban bagi rumah-rumah penduduk untuk membuat struktur tahan gempa. Padahal, rumah-rumah warga berisiko rusak atau ambruk ketika terjadi gempa.
Selain itu, Danny menuturkan edukasi kebencanaan juga harus lebih intensif dilakukan, terutama agar bisa masuk ke jenjang pendidikan formal mulai dari SD, SMP hingga SMA untuk menyiapkan warga Indonesia yang sadar dan tanggap bencana.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Bangunan tahan gempa penting untuk mitigasi guncangan gempa