Purwakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai sistem pemilu proporsional tertutup yang diwacanakan akan diterapkan pada Pemilu 2024 menandakan sebuah kemunduran dalam perjalanan demokrasi di Indonesia.
"Sistem pemilu paling ideal untuk mematangkan proses demokrasi di Indonesia adalah proporsional terbuka," kata Dedi Mulyadi, di Purwakarta, Rabu.
Menurut dia, proporsional terbuka merupakan kompromi antara proporsional tertutup dan distrik. Ia menyampaikan, sistem proporsional terbuka ada dialektika demokrasi yang mencerminkan keterwakilan partai dan masyarakat. Sehingga sistem itu yang ideal dalam proses pematangan demokrasi di Indonesia. "Dengan begitu, kita akan masuk pada pematangan politik menuju sistem distrik murni,” katanya pula.
Sebaliknya, untuk wacana kembali ke sistem proporsional tertutup justru merupakan sebuah kemunduran dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. “Wacana kembali ke sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam kedewasaan berdemokrasi. Publik kehilangan keterwakilannya, dan partai memiliki otorisasi menentukan anggota legislatif berdasarkan kehendak pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik akan tumbuh dengan kuat dalam sistem proporsional tertutup,” katanya lagi.
Baca juga: Kemenkominfo menutup 1.321 konten hoaks politik
Baca juga: Polri dan Kominfo jalin nota kesepahaman bersinergi kawal pemilu
Hal tersebut berimplikasi pada minat masyarakat untuk datang ke TPS akan mengalami penurunan tajam. Sebab masyarakat merasa kehilangan keterwakilannya. “Bahkan dalam pemilu yang digabung antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, orang memiliki kecenderungan memilih presiden saja tanpa memilih legislatif,” kata dia lagi.
"Sistem pemilu paling ideal untuk mematangkan proses demokrasi di Indonesia adalah proporsional terbuka," kata Dedi Mulyadi, di Purwakarta, Rabu.
Menurut dia, proporsional terbuka merupakan kompromi antara proporsional tertutup dan distrik. Ia menyampaikan, sistem proporsional terbuka ada dialektika demokrasi yang mencerminkan keterwakilan partai dan masyarakat. Sehingga sistem itu yang ideal dalam proses pematangan demokrasi di Indonesia. "Dengan begitu, kita akan masuk pada pematangan politik menuju sistem distrik murni,” katanya pula.
Sebaliknya, untuk wacana kembali ke sistem proporsional tertutup justru merupakan sebuah kemunduran dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. “Wacana kembali ke sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam kedewasaan berdemokrasi. Publik kehilangan keterwakilannya, dan partai memiliki otorisasi menentukan anggota legislatif berdasarkan kehendak pimpinan partainya. Sehingga oligarki politik akan tumbuh dengan kuat dalam sistem proporsional tertutup,” katanya lagi.
Baca juga: Kemenkominfo menutup 1.321 konten hoaks politik
Baca juga: Polri dan Kominfo jalin nota kesepahaman bersinergi kawal pemilu
Hal tersebut berimplikasi pada minat masyarakat untuk datang ke TPS akan mengalami penurunan tajam. Sebab masyarakat merasa kehilangan keterwakilannya. “Bahkan dalam pemilu yang digabung antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, orang memiliki kecenderungan memilih presiden saja tanpa memilih legislatif,” kata dia lagi.