Mataram (Antara Mataram) - Manajemen PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) menginformasikan kebijakan pemerintah memperpanjang masa perjanjian jual beli tujuh persen saham divestasi terakhir, hingga 24 Januari 2014, dari tenggat yang sebelumnya ditetapkan 26 Juli 2013.
"Hari ini ditandatangani amandemen ketujuh perjanjian jual beli atau Sales Purchase Agreement (SPA) divestasi tujuh persen saham divestasi terakhir itu," kata Kepala Departemen Komunikasi PT NNT Ruby Purnomo, di sela-sela pertemuan silaturahmi dan buka puasa bersama PT NNT dengan media, di Mataram, Jumat.
SPA tujuh persen saham divestasi 2010 senilai 246,8 juta dolar AS atau Rp2,5 triliun itu ditandatangani Kepala Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Soritaon Siregar dan perwakilan Nusa Tenggara Partnership BV Blake Rhodes di Jakarta.
Amandemen ketujuh dilakukan mengingat hingga saat ini syarat-syarat efektif yang disepakati dalam amandemen 26 April 2013 belum terpenuhi.
Perpanjangan masa perjanjian tersebut memberikan kesempatan kepada kedua pihak untuk memenuhi kewajiban masing-masing.
Persetujuan amandemen dilatari oleh keinginan kuat dari PIP dan Nusa Tenggara Partnership BV untuk merealisasikan perjanjian jual beli tujuh persen saham itu yang telah disepakati.
Nusa Tenggara Partnership BV telah bekerja sama dengan memberikan jangka waktu lebih dari 32 bulan dari batas waktu perjanjian jual beli agar PIP dapat memperoleh persetujuan untuk menyelesaikan kesepakatan.
Awalnya, proses akuisisi tujuh persen saham Newmont jatah divestasi 2010 itu semula akan dituntaskan sampai 18 Maret 2011, sesuai kesepakatan yang dicapai manajemen PT NNT dengan Pemerintah Indonesia, pada 17 Desember 2010.
Saat itu, Pemerintah Indonesia menyatakan akan membeli saham divestasi 2010 itu, namun belum menetapkan pihak yang akan membelinya.
Pemerintah Indonesia mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah di NTB dan swasta nasional.
Namun, realisasi pembelian saham divestasi terakhir atau jatah divestasi 2010 yang telah disepakati pada 2011 itu, menjadi tidak pasti setelah berkali-kali dilakukan penandatanganan amandemen pembelian saham tersebut.
Tiga pemerintah daerah di NTB yakni pemerintah provinsi, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan Sumbawa, masih tetap bersikeras mendapatkan hak pembelian saham tersebut.
Di sisi lain, adanya keinginan kuat dari Menkeu yang saat itu dijabat Agus Martowardojo, yang mewakili pemerintah pusat untuk melibatkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) guna merealisasikan pembelian saham tersebut.
Namun, proses pembelian saham tersebut terus terulur dan pemerintah kembali memperpanjang masa perjanjian jual beli tujuh persen saham divestasi PTNNT hingga 26 Juli 2013, yang sebelumnya berakhir pada 31 Januari 2013.
Pemerintah sempat mengajukan masalah tersebut kepada Mahkamah Konstitusi, hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemerintah harus meminta izin DPR sebelum membeli saham Newmont.
Keputusan tersebut kembali membuat pemerintah meminta perpanjangan waktu SPA hingga ditandatangani amandemen SPA keenam dan ketujuh saat ini.
Pemerintah berencana meminta izin DPR untuk membeli saham Newmont seusai masa reses sidang berakhir pada Agustus 2013.
Menurut Kepala PIP Soritaon Siregar, pemerintah akan segera menjalankan proses perizinan untuk memenuhi amanah Mahkamah Konstitusi.
Apabila DPR mengizinkan, lanjut dia, pemerintah akan mengkaji kembali opsi terbaik untuk menentukan siapa yang berhak membeli saham perusahaan tambang yang berlokasi di Nusa Tenggara Barat tersebut.
"Seandainya diizinkan, kita akan menganalisa lebih lanjut mana yang terbaik dari segala aspek, baru kita putuskan. Apakah PIP, pemerintah daerah atau konsorsium BUMN," ujar Soritaon. (*)
"Hari ini ditandatangani amandemen ketujuh perjanjian jual beli atau Sales Purchase Agreement (SPA) divestasi tujuh persen saham divestasi terakhir itu," kata Kepala Departemen Komunikasi PT NNT Ruby Purnomo, di sela-sela pertemuan silaturahmi dan buka puasa bersama PT NNT dengan media, di Mataram, Jumat.
SPA tujuh persen saham divestasi 2010 senilai 246,8 juta dolar AS atau Rp2,5 triliun itu ditandatangani Kepala Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Soritaon Siregar dan perwakilan Nusa Tenggara Partnership BV Blake Rhodes di Jakarta.
Amandemen ketujuh dilakukan mengingat hingga saat ini syarat-syarat efektif yang disepakati dalam amandemen 26 April 2013 belum terpenuhi.
Perpanjangan masa perjanjian tersebut memberikan kesempatan kepada kedua pihak untuk memenuhi kewajiban masing-masing.
Persetujuan amandemen dilatari oleh keinginan kuat dari PIP dan Nusa Tenggara Partnership BV untuk merealisasikan perjanjian jual beli tujuh persen saham itu yang telah disepakati.
Nusa Tenggara Partnership BV telah bekerja sama dengan memberikan jangka waktu lebih dari 32 bulan dari batas waktu perjanjian jual beli agar PIP dapat memperoleh persetujuan untuk menyelesaikan kesepakatan.
Awalnya, proses akuisisi tujuh persen saham Newmont jatah divestasi 2010 itu semula akan dituntaskan sampai 18 Maret 2011, sesuai kesepakatan yang dicapai manajemen PT NNT dengan Pemerintah Indonesia, pada 17 Desember 2010.
Saat itu, Pemerintah Indonesia menyatakan akan membeli saham divestasi 2010 itu, namun belum menetapkan pihak yang akan membelinya.
Pemerintah Indonesia mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah di NTB dan swasta nasional.
Namun, realisasi pembelian saham divestasi terakhir atau jatah divestasi 2010 yang telah disepakati pada 2011 itu, menjadi tidak pasti setelah berkali-kali dilakukan penandatanganan amandemen pembelian saham tersebut.
Tiga pemerintah daerah di NTB yakni pemerintah provinsi, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan Sumbawa, masih tetap bersikeras mendapatkan hak pembelian saham tersebut.
Di sisi lain, adanya keinginan kuat dari Menkeu yang saat itu dijabat Agus Martowardojo, yang mewakili pemerintah pusat untuk melibatkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) guna merealisasikan pembelian saham tersebut.
Namun, proses pembelian saham tersebut terus terulur dan pemerintah kembali memperpanjang masa perjanjian jual beli tujuh persen saham divestasi PTNNT hingga 26 Juli 2013, yang sebelumnya berakhir pada 31 Januari 2013.
Pemerintah sempat mengajukan masalah tersebut kepada Mahkamah Konstitusi, hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemerintah harus meminta izin DPR sebelum membeli saham Newmont.
Keputusan tersebut kembali membuat pemerintah meminta perpanjangan waktu SPA hingga ditandatangani amandemen SPA keenam dan ketujuh saat ini.
Pemerintah berencana meminta izin DPR untuk membeli saham Newmont seusai masa reses sidang berakhir pada Agustus 2013.
Menurut Kepala PIP Soritaon Siregar, pemerintah akan segera menjalankan proses perizinan untuk memenuhi amanah Mahkamah Konstitusi.
Apabila DPR mengizinkan, lanjut dia, pemerintah akan mengkaji kembali opsi terbaik untuk menentukan siapa yang berhak membeli saham perusahaan tambang yang berlokasi di Nusa Tenggara Barat tersebut.
"Seandainya diizinkan, kita akan menganalisa lebih lanjut mana yang terbaik dari segala aspek, baru kita putuskan. Apakah PIP, pemerintah daerah atau konsorsium BUMN," ujar Soritaon. (*)