Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat memperbarui harga eceran tertinggi minyak tanah bersubsidi, terutama untuk Pulau Sumbawa yang hingga kini belum tersentuh porgram konversi elpiji.
"Sudah beberapa kali dibahas yang diawali dengan usulan para distributor, dan rancangan perubahan HET minyak tanah dan telaah staf sudah sampai di meja Pak Gubernur," kata Kepala Biro Perekonomian Setda NTB Hendro Kartiko, di Mataram, Jumat.
Hendro mengaku belum bisa menyebut nilai HET hasil perubahan yang tertera dalam rancangan dan telaah staf, karena belum ditindaklanjuti Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi.
Namun, ia memastikan nilai HET minyak tanah setelah mengalami perubahan tidak lebih tinggi dari nilai yang diusulkan para distributor yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) NTB.
"Mungkin dalam waktu dekat ini sudah bisa ditandatangani Pak Gubernur, dan akan segera diumumkan ke publik," ujarnya.
Para distributor minyak tanah bersubsidi di wilayah NTB meminta kenaikan HET di Pulau Sumbawa, karena truk angkutan yang dipakai tidak lagi dibolehkan menggunakan bahan bakar bersubsidi.
Khusus di Pulau Lombok, minyak tanah bersubsidi tidak banyak beredar karena telah terealisasi program konversi bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke elpiji.
Larangan menggunakan bahan bakar bersubsidi bagi distributor minyak tanah bersubsidi, diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, tertanggal 7 Februari 2012.
Dengan diberlakukannya Perpres Nomor 15 Tahun 2012, maka Perpres Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 9 Tahun 2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Kalangan pengusaha atau usaha industri termasuk distributor minyak tanah baik bersubsidi maupun non-subsidi tidak lagi diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi, atau hanya boleh menggunakan BBM klasifikasi industri.
Sementara HET minyak tanah di Pulau Sumbawa masih tetap, sehingga para distributor merasa terbebani.
HET minyak tanah bersubsidi itu masih mengacu kepada surat keputusan Gubernur NTB sejak 2008, yakni di Kota Mataram, ibu kota Provinsi NTB dalam radius 40 kilometer, sebesar Rp2.500/liter, yang berlaku sejak 2008.
Lebih dari radius 40 kilometer itu disesuaikan dengan jarak distribusinya, sehingga HET minyak tanah di Kabupaten Lombok Timur, daerah terjauh dari Kota Mataram di Pulau Lombok, ditetapkan sebesar Rp2.835/liter .
HET minyak tanah di Pulau Sumbawa, untuk Kabupaten Sumbawa Barat, ditetapkan sebesar Rp3.250/liter, dan untuk Kabupaten Sumbawa sebesar Rp3.250/liter. HET di Kabupaten Dompu, hingga Kabupaten Bima dan Kota Bima, selisih Rp100 hingga Rp200.
Selain itu, biaya operasional pengangkutan minyak tanah bersubsidi dari Terminal BBM Ampenan, di Pulau Lombok ke Pulau Sumbawa, membengkak semenjak pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jenis tertentu yakni premium sebesar Rp6.500/liter dan solar sebesar Rp5.500/liter, terhitung 22 Juni 2013.
"Jadi, usulan para distributor minyak tanah bersubsidi untuk menaikkan HET sudah ditindaklanjuti, sekarang tinggal menunggu keputusan Gubernur NTB yang mungkin akan turun beberapa hari ke depan," ujar Hendro. (*)
"Sudah beberapa kali dibahas yang diawali dengan usulan para distributor, dan rancangan perubahan HET minyak tanah dan telaah staf sudah sampai di meja Pak Gubernur," kata Kepala Biro Perekonomian Setda NTB Hendro Kartiko, di Mataram, Jumat.
Hendro mengaku belum bisa menyebut nilai HET hasil perubahan yang tertera dalam rancangan dan telaah staf, karena belum ditindaklanjuti Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi.
Namun, ia memastikan nilai HET minyak tanah setelah mengalami perubahan tidak lebih tinggi dari nilai yang diusulkan para distributor yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) NTB.
"Mungkin dalam waktu dekat ini sudah bisa ditandatangani Pak Gubernur, dan akan segera diumumkan ke publik," ujarnya.
Para distributor minyak tanah bersubsidi di wilayah NTB meminta kenaikan HET di Pulau Sumbawa, karena truk angkutan yang dipakai tidak lagi dibolehkan menggunakan bahan bakar bersubsidi.
Khusus di Pulau Lombok, minyak tanah bersubsidi tidak banyak beredar karena telah terealisasi program konversi bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke elpiji.
Larangan menggunakan bahan bakar bersubsidi bagi distributor minyak tanah bersubsidi, diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, tertanggal 7 Februari 2012.
Dengan diberlakukannya Perpres Nomor 15 Tahun 2012, maka Perpres Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 9 Tahun 2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Kalangan pengusaha atau usaha industri termasuk distributor minyak tanah baik bersubsidi maupun non-subsidi tidak lagi diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi, atau hanya boleh menggunakan BBM klasifikasi industri.
Sementara HET minyak tanah di Pulau Sumbawa masih tetap, sehingga para distributor merasa terbebani.
HET minyak tanah bersubsidi itu masih mengacu kepada surat keputusan Gubernur NTB sejak 2008, yakni di Kota Mataram, ibu kota Provinsi NTB dalam radius 40 kilometer, sebesar Rp2.500/liter, yang berlaku sejak 2008.
Lebih dari radius 40 kilometer itu disesuaikan dengan jarak distribusinya, sehingga HET minyak tanah di Kabupaten Lombok Timur, daerah terjauh dari Kota Mataram di Pulau Lombok, ditetapkan sebesar Rp2.835/liter .
HET minyak tanah di Pulau Sumbawa, untuk Kabupaten Sumbawa Barat, ditetapkan sebesar Rp3.250/liter, dan untuk Kabupaten Sumbawa sebesar Rp3.250/liter. HET di Kabupaten Dompu, hingga Kabupaten Bima dan Kota Bima, selisih Rp100 hingga Rp200.
Selain itu, biaya operasional pengangkutan minyak tanah bersubsidi dari Terminal BBM Ampenan, di Pulau Lombok ke Pulau Sumbawa, membengkak semenjak pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jenis tertentu yakni premium sebesar Rp6.500/liter dan solar sebesar Rp5.500/liter, terhitung 22 Juni 2013.
"Jadi, usulan para distributor minyak tanah bersubsidi untuk menaikkan HET sudah ditindaklanjuti, sekarang tinggal menunggu keputusan Gubernur NTB yang mungkin akan turun beberapa hari ke depan," ujar Hendro. (*)