Mataram (Antara Mataram) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) H Muh Amin mengatakan, manajemen PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) harus terbuka soal kendala dalam pembangunan "smelter" atau tempat pemurnian konsentrat di Indonesia, agar pemerintah dapat mempertimbangkannya.

"Newmont harus terbuka soal `smelter`, mereka tidak mampu bangun karena masalah finansial, atau ada kendala teknis lainnya. Harus jelas, agar pemerintah mempertimbangkan pemberlakuan Undang Undang Minerba," kata Amin, di Mataram, Senin.

Amin mengaku sudah berkoordinasi langsung dengan manajemen PTNNT soal ancaman hendak menghentikan operasional tambang jika pemerintah mengharuskan perusahaan tambang tembaga dan emas di Pulau Sumbawa itu melakukan pemurnian konsentrat di Tanah Air, sebelum diekspor ke luar negeri.

"Saya sudah tanya manajemen Newmont, saya bilang jangan asal tutup perusahaan tambang itu. Kemukakan saja secara terbuka apa dasarnya sejauh ini tidak mau bangun `smelter`," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Direktur (Presdir) PTNNT Martiono Hardianto dalam memo internal yang disampaikan kepada seluruh karyawan, menyatakan bahwa jika kebijakan tersebut diberlakukan mulai 12 Januari 2014, PTNNT harus membuat rencana darurat dalam hal ekspor konsentrat tembaga tidak diizinkan lagi, termasuk adanya kemungkinan penghentian operasi di Batu Hijau.

"Jika perusahaan kita tidak diperbolehkan mengeskpor konsentrat tembaga, kita tidak akan menghasilkan pendapatan yang cukup dari penjualan konsentrat ke Smelter Gresik untuk dapat terus melanjutkan operasi kami," ujar Martiono.

Dari memo internal itu, mencuat isu penghentian operasi tambang PTNNT di Batu Hijau, Sumbawa Barat, yang cukup meresahkan ribuan karyawan, karena akan berakhir dengan PHK.

Meskipun, isu penghentian operasi tambang tersebut cukup berdasar mengingat akan diberlakukannya Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2012 yang mengatur kewajiban tambang untuk melakukan pemurnian dan pengolahan hasil tambang.

Selain itu, Amin juga mengaku telah berkoordinasi dengan manajemen PTNNT soal rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan yang direncanakan pada Oktober dan November 2013.

"Saya tanya Newmont mengapa harus PHK karyawan, mereka bilang bukan PHK tetapi menawarkan opsi untuk karyawan yang sudah tua. Itu juga namanya PHK, makanya saya bilang ke Newmont pertimbangkan baik-baik kebijakannya," kata politisi Partai Golkar yang berasal dari Pulau Sumbawa, tempat PTNNT beroperasi.

Sebelumnya, Presiden Direktur PTNNT Martiono Hadianto, menyatakan, PTNNT memprogramkan tenaga kerja berkesinambungan atau Sustainable Workforce Program-SWP) yang dirancang untuk menciptakan organisasi yang lebih efisien melalui program pengunduran diri dan pensiun dini karyawan secara sukarela.

Menurut Martiono, industri tambang dunia masih terus menghadapi ketidakstabilan harga logam global dan kenaikan biaya.

Menghadapi keadaan ini, perusahaan-perusahaan tambang melakukan berbagai upaya untuk dapat beroperasi lebih efektif dan efisien demi masa depan yang berkesinambungan.

PTNNT telah melaksanakan berbagai tindakan dalam tahun terakhir untuk menurunkan biaya-biaya operasi dan meningkatkan produktivitas.

Sebagai upaya tambahan untuk lebih efisien dan efektif dalam mengelola biaya-biaya di semua area, selama beberapa bulan terakhir PTNNT telah melakukan pengkajian organisasi secara menyeluruh untuk menyelaraskan kinerja organisasi perusahaan.

"Program ini bukanlah pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan. Dalam program ini, karyawan dapat mengajukan pensiun dini ataupun pengunduran diri secara sukarela berdasarkan kategori usia," ujarnya. (*)

Pewarta : Oleh Anwar Maga
Editor :
Copyright © ANTARA 2024