Mataram (Antara Mataram) - PT Paladin Internasional sudah dibubarkan namun masih tetap membayar klaim asuransi enam dari ahli waris enam orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), masing-masing lima orang meninggal dunia, dan seorang cacat tetap.
Pembayaran klaim asuransi kepada ahli waris enam orang TKI NTB itu berlangsung di Kantor Balai Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) NTB, di Mataram, Kamis.
Lima orang TKI yang meninggal dunia itu masing-masing Safwan Hadi (28) asal Praya, Lombok Tengah, Amril (40) asal Banyumulek, Lombok Barat, Toh (21) asal Jerowaru, Lombok Timur, Haedin (26) asal Bodak, Lombok Tengah, dan Mus (30) asal Sapit, Lombok Timur.
Sedangkan seorang TKI yang cacat tetap yakni Hafizul (30) asal Sikur, Kabupaten Lombok Timur.
Santunan kematian sebesar Rp55 juta termasuk biaya pemakanan sebesar Rp5 juta, dan cacat tetap sebesar Rp25 juta itu, diserahkan mantan Kepala PT Paladin Internasional Cabang NTB H Muazzim Akbar, disaksikan Kepala Seksi Perlindungan BP3TKI NTB H Nasrulah.
Santunan kematian itu diterima ahli warisnya, masing-masing Salmah (64) selaku ibu kandung dari Safwan Hadi, Joharia (36) selaku istri dari Amril, dan Mastor (40) selaku ayah dari Toh, serta Masnah (20) selaku istri dari Haerudin, dan Awini (27) selaku istri dari Mus.
Sementara santunan cacat tetap bagi Hafizul Hakim diterima oleh pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NTB mewakili TKI yang bersangkutan, yang berhalangan hadir.
Pada kesempatan itu, Muazzim menjelaskan bahwa PT Paladin Internasional yang dulunya bergabung dalam Konsorsium Proteksi TKI sudah dibubarkan, namun tetap bertanggung jawab dalam pembayaran klaim asuransi yang meninggal dunia dalam jangka waktu kontrak asuransi dua tahun, atau sejak 7 September 2010 hingga 31 Juli 2013.
Pada Juli 2013, Kemenakertrans memcabut dua surat keputusan atas dua konsorsium asuransi TKI, yakni Konsorsium Proteksi TKI yang diketuai PT Asuransi Central Asia Raya dan Pialang Asuransi TKI.
Pencabutan surat keputusan atau pembekuan dua konsorsium TKI itu didasarkan pada temuan OJK yakni dugaan ketidakpantasan pengelolaan dana asuransi, ketika OJK memeriksa laporan pialang perusahaan asuransi yang tergabung pada Konsorsium Proteksi TKI.
OJK kemudian membubarkan dan menghentikan operasi konsorsium asuransi TKI itu, karena menilai para TKI membayar premi terlalu besar namun pengelolaannya tidak lazim.
Bersamaan dengan itu, Kemenakertrans menetapkan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru, menggantikan Konsorsium Proteksi TKI dan Pialang Asuransi TKI yang dibekukan.
Tiga konsorsium asuransi yang dibentuk ini yakni Konsorsium Jasindo dengan ketua PT Jasindo, Konsorsium Astindo dengan ketua PT Asuransi Adira Dinamika, dan Konsorsium Mitra TKI dengan ketua PT Asuransi Sinar Mas.
Tiga keputusan menteri yang menjadi landasan hukum pembentukan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru itu, secara resmi ditandatangani Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar pada 30 Juli 2013.
Meskipun Konsorsium Proteksi TKI telah resmi dibekukan, PT Asuransi Central Asia Raya tetap beroperasi di bidang asuransi TKI yang tergabung pada salah satu dari tiga konsorsium TKI yang baru itu.
"Paladin dulu bagian dari Konsorsium Proteksi TKI, dan karena TKI yang meninggal dan cacat itu masih dalam tanggungjawab Paladin sehingga hari ini kami bayarkan santunannya, sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Muazzim.
Muazzim yang kini memimpin perusahaan asuransi PT Sedana Pacifik Servicetama Cabang NTB, dan mengkoordinir Konsorsium Astindo di wilayah NTB, berharap para ahli waris dari lima orang TKI yang meninggal dunia itu, dapat mempergunakan santunan tersebut sebaik-baiknya.
Ahli waris yang memiliki anak hendaknya disekolahkan secara baik, atau dapat mempergunakan uang santunan itu untuk keperluan yang bermanfaat bagi keluarga.
"Ini juga bukti manfaat nyata jika TKI menempuh jalur resmi. Kalau terkena musibah ahli warisnya berhak atas santunan," ujarnya.
Saat ini pun, PT Paladin Cabang NTB masih tetap memperjuangkan klaim asuransi untuk TKI lainnya yang meninggal, cacat atau masalah lainnya, meskipun Paladin sudah bubar.
Maazzim menyebut sebanyak 24 orang TKI yang tengah diperjuangkan hak-haknya, yakni enam orang TKI meninggal sehingga ahli warisnya berhak atas santunan, dan 18 orang TKI yang terkena PHK sehingga berhak atas dana tali asih.
Dia juga menginformasikan bahwa nilai klaim asuransi untuk TKI yang meninggal dunia, tidak lagi sebesar Rp55 juta termasuk biaya pemakaman, tetapi telah meningkat menjadi Rp80 juta termasuk biaya pemakanan sebesar Rp5 juta.
"Kalau sempat mendengar isu bahwa klaim asuransi untuk para TKI yang meninggal dunia tapi tidak dibayarkan, maka saya pastikan itu keliru, karena semua TKI yang terkena musibah dalam pekerjaan akan diperjuangkan klaim asuransinya," ujar Muazzim. (*)
Pembayaran klaim asuransi kepada ahli waris enam orang TKI NTB itu berlangsung di Kantor Balai Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) NTB, di Mataram, Kamis.
Lima orang TKI yang meninggal dunia itu masing-masing Safwan Hadi (28) asal Praya, Lombok Tengah, Amril (40) asal Banyumulek, Lombok Barat, Toh (21) asal Jerowaru, Lombok Timur, Haedin (26) asal Bodak, Lombok Tengah, dan Mus (30) asal Sapit, Lombok Timur.
Sedangkan seorang TKI yang cacat tetap yakni Hafizul (30) asal Sikur, Kabupaten Lombok Timur.
Santunan kematian sebesar Rp55 juta termasuk biaya pemakanan sebesar Rp5 juta, dan cacat tetap sebesar Rp25 juta itu, diserahkan mantan Kepala PT Paladin Internasional Cabang NTB H Muazzim Akbar, disaksikan Kepala Seksi Perlindungan BP3TKI NTB H Nasrulah.
Santunan kematian itu diterima ahli warisnya, masing-masing Salmah (64) selaku ibu kandung dari Safwan Hadi, Joharia (36) selaku istri dari Amril, dan Mastor (40) selaku ayah dari Toh, serta Masnah (20) selaku istri dari Haerudin, dan Awini (27) selaku istri dari Mus.
Sementara santunan cacat tetap bagi Hafizul Hakim diterima oleh pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NTB mewakili TKI yang bersangkutan, yang berhalangan hadir.
Pada kesempatan itu, Muazzim menjelaskan bahwa PT Paladin Internasional yang dulunya bergabung dalam Konsorsium Proteksi TKI sudah dibubarkan, namun tetap bertanggung jawab dalam pembayaran klaim asuransi yang meninggal dunia dalam jangka waktu kontrak asuransi dua tahun, atau sejak 7 September 2010 hingga 31 Juli 2013.
Pada Juli 2013, Kemenakertrans memcabut dua surat keputusan atas dua konsorsium asuransi TKI, yakni Konsorsium Proteksi TKI yang diketuai PT Asuransi Central Asia Raya dan Pialang Asuransi TKI.
Pencabutan surat keputusan atau pembekuan dua konsorsium TKI itu didasarkan pada temuan OJK yakni dugaan ketidakpantasan pengelolaan dana asuransi, ketika OJK memeriksa laporan pialang perusahaan asuransi yang tergabung pada Konsorsium Proteksi TKI.
OJK kemudian membubarkan dan menghentikan operasi konsorsium asuransi TKI itu, karena menilai para TKI membayar premi terlalu besar namun pengelolaannya tidak lazim.
Bersamaan dengan itu, Kemenakertrans menetapkan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru, menggantikan Konsorsium Proteksi TKI dan Pialang Asuransi TKI yang dibekukan.
Tiga konsorsium asuransi yang dibentuk ini yakni Konsorsium Jasindo dengan ketua PT Jasindo, Konsorsium Astindo dengan ketua PT Asuransi Adira Dinamika, dan Konsorsium Mitra TKI dengan ketua PT Asuransi Sinar Mas.
Tiga keputusan menteri yang menjadi landasan hukum pembentukan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru itu, secara resmi ditandatangani Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar pada 30 Juli 2013.
Meskipun Konsorsium Proteksi TKI telah resmi dibekukan, PT Asuransi Central Asia Raya tetap beroperasi di bidang asuransi TKI yang tergabung pada salah satu dari tiga konsorsium TKI yang baru itu.
"Paladin dulu bagian dari Konsorsium Proteksi TKI, dan karena TKI yang meninggal dan cacat itu masih dalam tanggungjawab Paladin sehingga hari ini kami bayarkan santunannya, sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Muazzim.
Muazzim yang kini memimpin perusahaan asuransi PT Sedana Pacifik Servicetama Cabang NTB, dan mengkoordinir Konsorsium Astindo di wilayah NTB, berharap para ahli waris dari lima orang TKI yang meninggal dunia itu, dapat mempergunakan santunan tersebut sebaik-baiknya.
Ahli waris yang memiliki anak hendaknya disekolahkan secara baik, atau dapat mempergunakan uang santunan itu untuk keperluan yang bermanfaat bagi keluarga.
"Ini juga bukti manfaat nyata jika TKI menempuh jalur resmi. Kalau terkena musibah ahli warisnya berhak atas santunan," ujarnya.
Saat ini pun, PT Paladin Cabang NTB masih tetap memperjuangkan klaim asuransi untuk TKI lainnya yang meninggal, cacat atau masalah lainnya, meskipun Paladin sudah bubar.
Maazzim menyebut sebanyak 24 orang TKI yang tengah diperjuangkan hak-haknya, yakni enam orang TKI meninggal sehingga ahli warisnya berhak atas santunan, dan 18 orang TKI yang terkena PHK sehingga berhak atas dana tali asih.
Dia juga menginformasikan bahwa nilai klaim asuransi untuk TKI yang meninggal dunia, tidak lagi sebesar Rp55 juta termasuk biaya pemakaman, tetapi telah meningkat menjadi Rp80 juta termasuk biaya pemakanan sebesar Rp5 juta.
"Kalau sempat mendengar isu bahwa klaim asuransi untuk para TKI yang meninggal dunia tapi tidak dibayarkan, maka saya pastikan itu keliru, karena semua TKI yang terkena musibah dalam pekerjaan akan diperjuangkan klaim asuransinya," ujar Muazzim. (*)